Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan Suhanda
Editor dan Penulis

Editor dan Penulis

Ambulans

Kompas.com - 03/07/2020, 20:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ada lagi berita santer ketika terjadi kerusuhan pada 21-22 Mei 2019 di depan Gedung Bawaslu. Sebuah ambulans yang dibawa dari Tasikmalaya ke Jakarta dengan logo sebuah partai politik diduga membawa batu dan tidak terdapat fasilitas medis.

Tetapi ini pun sudah diklarifikasi, tidak benar ambulans milik partai politik tersebut membawa batu. Yang ada adalah tandu/brankar dan spanduk.

Baca juga: Klarifikasi Sopir dan Perusahaan Pemilik Ambulans Berlogo Gerindra...

Pada Idul Fitri tahun 2020 ini, Pemerintah memang melarang warga mudik untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Tetapi, ada saja akal warga agar bisa mudik.

Kali ini ambulans dimanfaatkan lagi. Awalnya pemudik ini (ibu dan anak), mengaku sakit tifus, kemudian mereka memesan ambulans dan menunggu di depan klinik di daerah Kediri, Tabanan, Bali. Ambulans ini diminta mengantar ke Jember, Jawa Timur.

Tetapi ketika pemudik ini diperiksa Kasatlantas Polres Tabanan, pasien yang mengaku sakit tifus ternyata sehat-sehat saja.

Selain itu, tidak ada pendampingan tenaga medis dan tidak ada peralatan medis juga. Petugas Pos Sekat Selabih akhirnya meminta ambulans tersebut putar balik.

Baca juga: Duduk Perkara Ibu dan Anak Sewa Ambulans untuk Mudik, Ternyata Bukan Sakit Covid-19

Mussolini dan ambulans

Soal penyalahgunaan fungsi ambulans sebenarnya bukan hal baru. Dulu, semasa pecah Perang Dunia kedua, fungsi ambulans pun disalahgunakan. Buku Perang Eropa jilid 2 karya P.K. Ojong dengan editor R.B. Sugiantoro, mengisahkan nasib diktator fasis Italia Benito Mussolini.

Ceritanya begini...

Raja Victor Emmanuel III dari Italia dan Benito Mussolini sebagai Perdana Menteri tidak pernah sepaham selama 20 tahun. Apalagi, Mussolini memihak Jerman-Hitler dalam kancah Perang Dunia kedua ini, sedangkan Raja Victor tidak menyukai Hitler.

Lalu Raja Victor mencari cara melengserkan Mussolini dari pemerintahan. Maka Raja Victor membentuk tim rahasia, sangat rahasia, untuk mengatur strategi ini, sampai-sampai pihak intelijen Mussolini tidak mengetahui sama sekali.

Singkat cerita, tim rahasia segera beraksi mendekati Clara Petacci, kekasih Mussolini, agar ia mau membujuk Mussolini mau datang ke Istana menemui Raja Victor.

Bujukan berhasil. Maka pada tanggal 25 Juli 1943 sore, Mussolini mendatangi Raja Victor di Istana. Raja Victor dengan pakaian seragam militer berpangkat marsekal menyambut kedatangan Mussolini, kemudian mengajak ke dalam.

Di dalam istana, mereka hanya berbicara berdua saja. Mussolini pada kesempatan itu melaporkan kepada Raja bahwa Dewan Agung Fasis telah menjatuhkan mosi tidak percaya kepadanya. Mussolini mengatakan bahwa mosi itu tidak perlu.

Mendengar hal tersebut, Raja Victor tidak sependapat dengan Mussolini. Raja mengatakan bahwa setiap keputusan yang diambil Dewan Agung Fasis sangat penting.

“Kalau begitu, berarti saya harus meletakkan jabatan sebagai perdana menteri,” sahut Mussolini.

“Betul,” jawab Raja Victor.

”Dan saya hendak mengatakan kepada Tuan, saya menerima peletakan jabatan Tuan sebagai kepala pemerintahan,” lanjutnya.

Mendengar hal itu, Mussolini langsung pucat pasi, berdiri sempoyongan, seperti menerima pukulan dahsyat di dadanya.

“Kalau begitu, tamatlah riwayat saya...,” kata Mussolini dengan suara lemah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com