Sri juga menyoroti tak maksimalnya perlindungan terhadap perempuan dan anak di Karawang. Salah satunya tidak ada pendampingan hukum terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Padahal, kata dia, Karawang sudah punya Perda Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin.
Tak adanya pendampingan hukum itu, kata Sri, membuat penanganan kasus berjalan lambat.
Hal yang sama disampaikan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA) Jawa Barat Wawan Wartawan. Wawan mendorong Pemkab Karawang mensosialisasikan tata cara pelaporan kasus kekerasan pada anak. Tujuannya agar hak-hak korban dapat terealisasi.
Baca juga: Kasus Kekerasan Seksual Berbasis Online Meningkat di Jateng Selama Pandemi Corona
Wawan menyebut kasus kekerasan terhadap anak merupakan fenomena gunung es. Artinya yang terungkap dan melaporkan jumlahnya lebih sedikit ketimbang kasus yang terjadi di masyarakat.
"Perlu disosialisasikan SOP (standar operating prosedur) atau tata cara pelaporan kasus kepada masyarakat," ungkap Wawan dihubungi melalui telepon, Selasa (30/6/2020).
Sehingga, kata Wawan, hak-hak korban atau masyarakat bisa terealisasi. Hak-hak itu mulai dari pendampingan ke pihak kepolisian, visum gratis, hingga bantuan hukum gratis sampai ada putusan tetap pengadilan.
Baca juga: LSM: Kasus Kekerasan Seksual di Lampung Meningkat Selama Pandemi
Wawan juga meminta Pemkab Karawang melakukan optimalisasi penerapan aplikasi Si Pelapor, yang pernah diperkenalkan.
Selain itu, juga harus ada integrasi sistem pelaporan, perkembangan kasus yang bisa dimonitor oleh semua pihak. Termasuk integrasi sistem dengan Unit PPA Polres Karawang.
"Selama ini, korban yang melapor langsung ke pihak kepolisian tidak terdata di DPPPA," kata Wawan.
Permasalahan kekerasan terhadap anak, kata dia, harus melibatnya banyak pihak. Mulai dari orang tua, pemerintah dan pihak swasta harus terlibat.
Baca juga: Kekerasan Seksual UII Yogyakarta, Penyintas: Saya Takut dan Gugup (1)