Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Sunda Empire, Kuasa Hukum Sebut Kasus Ini Kajian Akademis Bukan Pidana

Kompas.com - 30/06/2020, 14:11 WIB
Agie Permadi,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Kuasa Hukum terdakwa Ki Ageng Ranggasasana, Misbahul Huda menilai bahwa pendekatan dalam konteks kasus Sunda Empire ini seharusnya bukan dilakukan pendekatan represif-pemidanaan, melainkan pendekatan dialog musyawarah debat akademis.

Hal tersebut diungkapkannya pada sidang lanjutan Sunda Empire dengan agenda pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, jalan LLRE Marthadinata, Selasa (30/6/2020).

Misbahul mengatakan bahwa kasus ini berasal dari klaim sejarah versi Sunda Empire.

Baca juga: Pakai Paspor Sunda Empire, 2 Wanita Ini 13 Tahun Ditahan Imigrasi Malaysia

 

Para terdakwa dituduh menyebarkan berita bohong karena dianggap memanipulasi sejarah dan memutarbalikkan fakta.

"Tuduhan ini didukung pula dengan hasil pemeriksaan terhadap ahli sejarah, akademisi, budayawan dan saksi-saksi lainnya yang memberikan keterangan yang berbeda dengan keterangan klaim Sunda Empire," kata Misbahul saat membacakan eksepsi.

Menurutnya, penegakan hukum dalam kasus ini masih menimbulkan masalah, karena aparat penegak hukum memilih versi yang dianggap benar.

Acuan atau standar polisi dalam memilih versi ini berawal dari klaim sejarah.

"Di sisi lain, kasus yang berawal dari klaim sejarah ini masuk pada domain ilmu sejarah yang merupakan salah satu ilmu sosial yang potensi ketidakpastiannya lebih besar daripada ilmu hukum," ujarnya.

Lebih lanjut, Huda mengatakan bahwa dalam kajian sejarah, cukup banyak peristiwa yang memiliki versi yang saling berbeda, dan itu adalah hal yang lumrah.

"Maka dalam konteks kasus ini pendekatan yang lebih jelas dan tepat justru bukan pendekatan represif-pemidanaan, melainkan pendekatan dialog-musyawarah-debat akademis," ucap Huda.

"Di situlah baik para pegiat Sunda Empire maupun tokoh atau akademisi bisa saling berargumentasi mengenai klaim sejarahnya masing-masing berdasarkan bukti-bukti yang ada," tambahnya.

Meski begitu, pihaknya mengakui, dalam hal klaim sejarah ini, pihak Sunda Empire tak dapat membuktikan kebenarannya.

"Konsekuensi dari kesalahannya pun bukan dengan pemidanaan melainkan dengan pembinaan dan pemahaman mengenai sejarah yang telah terbukti kebenarannya. Dengan demikian, prinsip-prinsip restorative justice yang saat ini terus diupayakan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia dapat terpenuhi," ucap Huda.

Seperti diketahui, dalam kasus Sunda Empire ini ada tiga terdakwa yakni Perdana Menteri Nasri Bank, Kaisar Raden Ratna Ningrum, dan Sekretaris Jenderal Ki Ageng Ranggasasana.

Baca juga: Sekjen Sunda Empire Sakit Paru, Penasehat Hukum Ajukan Penangguhan

Dalam pembacaan surat dakwaan, JPU menilai ketiga terdakwa telah menyiarkan informasi tak benar yang disiarkan melalui Youtube dan media sosial terkait Kekaisaran Sunda Empire tanpa melalui riset terlebih dahulu.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata Jaksa Kejati Jawa Barat, Suharja.

Atas perbuatan tersebut, ketiga terdakwa oleh jaksa didakwa dengan tiga pasal. Pertama, yakni Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lalu Pasal 14 (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan ketiga Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Ancamannya (penjara) 10 tahun paling tinggi," kata Suhardja usai sidang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com