"Di situlah baik para pegiat Sunda Empire maupun tokoh atau akademisi bisa saling berargumentasi mengenai klaim sejarahnya masing-masing berdasarkan bukti-bukti yang ada," tambahnya.
Meski begitu, pihaknya mengakui, dalam hal klaim sejarah ini, pihak Sunda Empire tak dapat membuktikan kebenarannya.
"Konsekuensi dari kesalahannya pun bukan dengan pemidanaan melainkan dengan pembinaan dan pemahaman mengenai sejarah yang telah terbukti kebenarannya. Dengan demikian, prinsip-prinsip restorative justice yang saat ini terus diupayakan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia dapat terpenuhi," ucap Huda.
Seperti diketahui, dalam kasus Sunda Empire ini ada tiga terdakwa yakni Perdana Menteri Nasri Bank, Kaisar Raden Ratna Ningrum, dan Sekretaris Jenderal Ki Ageng Ranggasasana.
Baca juga: Sekjen Sunda Empire Sakit Paru, Penasehat Hukum Ajukan Penangguhan
Dalam pembacaan surat dakwaan, JPU menilai ketiga terdakwa telah menyiarkan informasi tak benar yang disiarkan melalui Youtube dan media sosial terkait Kekaisaran Sunda Empire tanpa melalui riset terlebih dahulu.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata Jaksa Kejati Jawa Barat, Suharja.
Atas perbuatan tersebut, ketiga terdakwa oleh jaksa didakwa dengan tiga pasal. Pertama, yakni Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, lalu Pasal 14 (2) UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan ketiga Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Ancamannya (penjara) 10 tahun paling tinggi," kata Suhardja usai sidang.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan