Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Penyandang Autoimun Saat Pandemi, Obat Langka, Sesak Napas, hingga Kritis

Kompas.com - 30/06/2020, 08:13 WIB
Rachmawati

Editor

Salah kaprah pemicu kelangkaan obat autoimun

Di awal mewabahnya virus corona, dua jenis obat antimalaria, hidroksiklorokuin dan klorokuin diklaim sejumlah ahli sebagai obat penyembuh penyakit Covid-19.

Klaim itu tersebar dan direspon publik Indonesia dengan memborong obat antimalaria tersebut.

Aksi borong mengakibatkan kelangkaan obat antimalaria. Kalaupun ada, harganya meroket tak terkendali.

Padahal obat anti malaria itulah yang selama ini menjadi obat rutin para penyandang autoimun.

Baca juga: Deretan Obat yang Diklaim Efektif untuk Covid-19, dari Dexamethasone hingga Hidroksiklorokuin

Akhirnya, bisa ditebak, penyandang autoimun kesulitan mendapatkan obat imunomodulator itu, di tengah terbatasnya akses ke rumah sakit sebagai jalan mendapatkan obat secara resmi melalui dokter.

"Satu bulan sebelum pengumuman dari pemerintah (yang menyatakan) sudah mengimpor obat itu, orang beli kayak beli parasetamol dan apotek-apotek itu kehabisan."

"Mereka (apotek) main kasih (obat klorokuin), tanpa resep, tanpa indikasi apapun, dikasih. Mereka belinya berdus-dus. Apakah dijual lagi atau apa, itu saya tidak paham karena itu terjadi di depan mata saya sendiri," ungkap Monik.

Mirisnya lagi, lanjut Monik, dua obat itu dijual bebas di internet dengan harga yang tidak masuk akal.

Baca juga: Diklaim Efektif untuk Covid-19, Berikut Beda Hidroksiklorokuin dengan Klorokuin

Sebelum pandemi, satu dus klorokuin dengan dosis satu bulan dijual dengan harga Rp 600.000. Tapi saat ini, harganya bisa mencapai jutaan rupiah.

"Jadi sekitar bulan April sudah chaos kita yang konsumsi hidroksiklorokuin dan klorokuin ini karena benar-benar kosong, habis dimana-mana, Tiap hari teman saya menelepon semua rumah sakit."

"Bahkan ada yang tinggal di Papua bolak-balik telepon rumah sakit di Jakarta atau tanya teman-teman yang punya channel untuk obat. Sangat putus asa waktu itu karena kita gak bisa menolong apa-apa."

Baca juga: Klorokuin Tetap Digunakan untuk Pengobatan Covid-19 di Indonesia

-Umarul Faruq/ANTARA -
"Teman-teman mulai unggah (informasi di grup) ada yang jual bebas di internet. Saya ngerinya, pertama, saya enggak tahu itu asli apa enggak, yang kedua harganya tidak masuk akal, benar-benar jahat yang jual. Biasanya satu kotak untuk sebulan itu Rp 600.000."

"Kemudian, teman posting Rp 1,25 juta yang dia dapat. Itu sudah yang termurah yang dia dapat di internet. Kemudian teman saya yang lain, dapatnya Rp 2,5 juta. Tapi dia tidak ada pilihan, soalnya dia sudah enggak minum obat selama sebulan," papar Monik.

Hidroksiklorokuin dan klorokuin merupakan obat jenis imunomodulator yang berfungsi mengendalikan sistem imun agar tidak menyerang dan merusak tubuh. Beberapa penyandang autoimun mengkonsumsi obat ini.

Baca juga: Studi Baru: Klorokuin dan Hidroksiklorokuin Tak Menunjukkan Manfaat untuk Pasien Covid

Dokter dan penyandang autoimun, Andini S. Natasari menyebutkan, obat ini wajib diminum rutin dan tidak boleh terputus, selama diresepkan dokter.

Jika terputus atau berhenti mendadak, penyandang autoimun bisa flare up atau kambuh dengan gejala penyakit yang muncul secara berbarengan dan berat.

"Semua obat yang dari dokter harus tetap dikonsumsi sesuai petunjuk dokternya. Disetop kalau dokter yang menghentikan. Karena penyakit kronik, maka perlu berkesinambungan, jangan putus obat," kata Dinis, nama kecil Andini.

Belum habis salah kaprah terhadap hidrosiklorokuin dan klorokuin, kini muncul kabar mengenai deksametasone yang menurut penelitian bisa mengobati Covid 19.

Baca juga: Studi: Hidroksiklorokuin Tidak Mencegah Penularan Corona Covid-19

Seperti dua jenis obat antimalaria itu, dexamethasone juga dikonsumsi beberapa penyandang autoimun yang berkhasiat mengurangi radang dan menekan imun.

Dinis khawatir masyarakat akan kembali salah kaprah menggunakan obat tersebut. Padahal obat ini, termasuk juga hidrosiklorokuin dan klorokuin, adalah obat keras yang memiliki efek samping membahayakan tubuh, jika diminum tanpa pengawasan dokter.

"Dexamethasone masuk golongan steroid. Ada yang menganggap obat itu adalah obat untuk sembuhkan Covid, padahal penelitian dari Oxford mengatakan obat itu digunakan untuk yang kondisinya sudah berat, sakit parah, pasien yang menggunakan ventilator."

Baca juga: Ilmuwan Ragukan Penelitian soal Hidroksiklorokuin, WHO Lanjutkan Uji Coba

"Kelihatannya orang-orang sudah mau beli obat itu, padahal efek sampingnya itu bahaya, tidak bisa digunakan sembarangan."

Pada pasien Covid dengan kondisi kritis, kata Dinis, respon imun berlebih dan menyerang tubuhnya sendiri atau yang dikenal dengan istilah badai sitokin. dexamethasone bisa menekan respon imun yang berlebih itu.

"Makanya tidak disarankan untuk pasien Covid ringan," kata Dinis.

Baca juga: Sebabkan Komplikasi Jantung, Penelitian Klorokuin di Brazil Dihentikan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com