Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhir Perjalanan Abu Rara, Pelaku Penusukan Wiranto di Banten

Kompas.com - 26/06/2020, 12:42 WIB
Rachmawati

Editor

Merasa menjadi DPO

Sementara itu dalam dakwaan di persidangan, disebutkan jika Syarial yang mengubah nama menjadi Abu Rara tinggal bersama keluarganya di kontrakan di Pandeglang, Banten.

Satu hari sebelum penusukan tepatnya 9 Oktober 2020 sekitar pukul 15.00 WIB, istri Abu Rara, Fitria Diana kepada suaminya bercerita mendengar suara helikopter dari arah alun-alun yang dekat dengan kontrakannya.

Saat itu mereka berpikir polisi akan menangkap Abu Rara. Pria 51 tahun tersebut kemudian meminta istrinya mematikan ponsel dan mengajak istri dan anaknya RA (12) ke Alun-alun Menes untuk mencari tahu tujuan kedatangan helikopter itu.

Baca juga: Divonis 12 Tahun Penjara, Ini Sosok Abu Rara dan Motifnya Menusuk Wiranto

Abu Rara mengira helikopter tersebut ditumpangi Densus 88 untuk menangkap dirinya yang sudah berbaiat pada Negera Islam Irak dan Syuriah (ISIS).

Selain itu jaksa juga menjelaskan jika Abu Rara sempat khawatir dan merasa dirinya masuk daftar pencarian orang (DPO) setelah polisi menangkap anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Bekasi, Abu Zee, pada September 2019.

"Terdakwa ketakutan dan merasakan dirinya sudah masuk dalam daftar pencarian orang oleh aparat kepolisian maka tidak lama lagi terdakwa juga akan tetap berdakwah akan dianggap hidup sia-sia jika tidak melakukan perlawanan maupun melakukan amaliah jihad berupa penyerangan maupun perlawanan," kata jaksa Herry di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (9/4/2020).

Baca juga: Istri Abu Rara Divonis 9 Tahun Penjara Terkait Kasus Penusukan Wiranto

Saat mengetahui akan ada kunjungan Menko Polhukam yang saat itu dijabat Wiranto, Abu Rara kemudian mengajak istri dan anaknya merencanakan penyerangan terhadap Wiranto.

Abu Rara sempat membuat status pamitan di WhatsApp. Ia juga menghubungi saksi Ummu Faruq bahwa dirinya akan melakukan amaliah menyerang Wiranto.

Pada Kamis, 10 Oktober 2019 sekitar pukul 05.00 WIB, Abu Rara memimpin baiat istri dan anaknya dalam rangka mempersiapkan amaliah.

Ia kemudian memberikan mereka masing-masing satu pisau kunai untuk penyerangan.

Baca juga: Di Persidangan, Abu Rara Minta Maaf karena Lukai Ajudan Wiranto

Sebelum berangkat, terdakwa berpesan kepada istri dan anaknya agar nanti di Alun-alun Menes tidak bertegur sapa, Seolah-olah tidak saling kenal.

"Jangan dekat, tapi jangan jauh-jauh juga," ujar Jaksa Herry.

Abu Rara kemudian menyerang dengan cara menusuk perut Wiranto pakai pisau kunai.

Wiranto ditikam pada bagian perut di dekat pintu gerbang Lapangan Alun-alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019).

Baca juga: Saksi: Abu Rara Penusuk Wiranto Sempat Berontak Saat Ditangkap Polisi

Setelah Wiranto terjatuh, Abu Rara melakukan perlawanan dengan membabi buta, sehingga melukai bagian dada Fuad Syauqi ajudan Wiranto.

Begitu pun dengan istri Abu Rara, yang menyerang dari belakang menggunakan pisau kunai dan mengakibatkan Kompol Daryanto mengalami luka di bagian punggung

Di persidangan yang digelar pada Kamis (23/4/2020) lalu, Abu Rara melalui kuasa hukimnya, Faris sempat meminta maaf kepada ajudan Wiranto, Ahmad Fuad Syauqi karena melukainya dengan senjata tajam.

Baca juga: Terduga Teroris SA di Magetan Diduga Jabat Bendahara Jamaah Islamiyah

"Saya terima tanpa celah"

Sidang putusan kasus penusukan mantan Menkopolhukam Wiranto di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Palmerah, Kamis (25/6/2020)KOMPAS.com/ BONFILIO MAHENDRA WAHANAPUTRA LADJAR Sidang putusan kasus penusukan mantan Menkopolhukam Wiranto di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Palmerah, Kamis (25/6/2020)
Sementara itu terkait vonis 12 tahun, Abu Rara menerima putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Vonis ini lebih rendah empat tahun dibandingkan dengan tuntutan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut 16 tahun penjara.

"Bismillah saya terima tanpa celah," ujar Abu Rara.

Majelis Hakim pun mengetuk palu tanda sah untuk mengesahkan keputusan.

Terkait peristiwa tersebut, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK) telah mengajukan permohonan kompensasi sebesar Rp 65.323.157 atas nama Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto atas peristiwa penusukan tersebut.

Baca juga: LPSK: Wiranto Tak Pernah Minta Kompensasi Terkait Penusukannya

Kompensasi tersebut adalah kewajiban negara terhadap korban tindak pidana terorisme.

Kompensasi tersebut dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis (25/6/2020).

Wiranto mendapat kompensasi sebesar Rp 37.000.000. Sementara satu warga lainnya, yakni Fuad Syauqi ajudan Wiranto mendapatkan kompensasi sebesar Rp 28.232.157.

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengapresiasi putusan tersebut.

"Wiranto sebetulnya tidak mengajukan kompensasi atas peristiwa yang menimpanya. Namun, berdasarkan aturan, LPSK harus tetap memfasilitasi kompensasi," ungkap dia.

Baca juga: Majelis Hakim Kabulkan Kompensasi Wiranto, LPSK Beri Apresiasi

Ia menegaskan, dalam memberikan layanan kepada korban, termasuk korban tindak pidana terorisme, LPSK mengedepankan asas tidak diskriminatif sebagaimana yang tertuang dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban.

"Artinya, bantuan yang diberikan kepada korban tidak mengenal latar belakang apapun. Baik pejabat maupun masyarakat biasa, semuanya akan mendapatkan perlakuan yang sama," tegas dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Bonfilio Mahendra Wahanaputra Ladjar, Achmad Nasrudin Yahya, Dewantoro | Editor : Irfan Maullana, Sandro Gatra, Fabian Januarius Kuwado, Khairina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com