Sebulan tidur di tangki air
Meski telah memahami teknik pemulasaran jenazah Covid-19, Kristanto tak mau mengambil risiko untuk hidup berdekatan dengan keluarga kecilnya di rumah.
Bapak dua anak ini sadar betul jika ada sedikit kesalahan pada pekerjaaanya itu akan rentan tertular virus corona. Sehingga, ia pun memilih membatasi aktivitas dengan keluarganya.
Kerinduan dan kehangatan dalam pelukan keluarga terpaksa ia kesampingkan untuk tujuan yang mulia.
"Saya mengerti, ketika saya bekerja memakai APD lengkap termasuk baju hazmat tak akan tertular. Tapi ini menyangkut nyawa keluarga, jadi lebih baik saya jauh-jauh dulu dengan keluarga. Rindu atau kangen itu pasti, namun bagaimana lagi," kata Kristanto.
Bahkan, menurut Kristanto, dirinya pernah tidak pulang ke rumah selama 28 hari untuk isolasi mandiri karena seringnya menangani pemakaman jenazah Covid-19 hingga ke luar kota.
Saat itu, dalam sehari ia beberapa kali menguburkan jenazah Covid-19 membantu pihak rumah sakit.
Akhirnya Kristanto memilih untuk menjalani isolasi mandiri di sebuah tangki air atau tandon air berukuran besar yang mangkrak di kantor BPBD Kudus.
"Inisiatif sendiri daripada membawa penyakit untuk anak, istri dan orangtua. Saya pun lebih banyak tidur di toren atau tangki air kosong berukuran besar di BPBD Kudus. Selama 28 hari, hampir sebulan tak pulang," tutur Kristanto.
Murni tak dibayar
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kudus Bergas Catursasi Penanggungan mengatakan, tim pemulasaran jenazah Covid-19 murni relawan yang tidak menerima honor.
"Kasihan memang, tapi mereka adalah relawan yang berjiwa sosial tinggi. Umumnya sudah memiliki pekerjaan lain seperti buruh," kata Bergas.
Dijelaskan Bergas, saat ini tim pemulasaran jenazah Covid-19 Kabupaten Kudus berjumlah 10 orang relawan.
Namun, karena tingginya jumlah jenazah yang harus dimakamkan sesuai protokol Covid-19, anggotanya pun ditambah tiga orang.
"Tak hanya pasien positif Covid-19 yang dimakamkan sesuai protokol Covid-19, PDP dan lainnya juga. Sejak Juni pemulasaran di Kudus mengalami peningkatan," ujar Bergas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.