Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Pengajar Penghayat Kepercayaan, Mengajar Tanpa Bayaran: Paling Utama Regenerasi

Kompas.com - 21/06/2020, 05:45 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Muslam Hadiwiguna Putra, budayawan asal Cilacap sejak tiga bulan terakhir menggelar kelas daring karena pandemi saat mengajar para siswa penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Muslam sebenarnya adalah seorang penyuluh. Sebagai penyuluh, ia diperkenankan mengajar di dalam kelas dan juga masyarakat.

Muslam dan para siswa "istimewa"-nya tersebut adalah sesama penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Baca juga: Sebanyak 160 Ribu Warga Cantumkan Identitas Penghayat Kepercayaan di KTP

Meski tidak secara remi disebut guru, Muslam punya peran yang sama. Saat ini dia dan penyuluh lainnya mengajar sekitar 50 siswa penghayat di tujuh SM/SMK, lima SMP, dan empat SD di wilayah Cilacap.

Total ada 12 penyuluh penyuluh yang mengajar para siswa tersebut.

Muslam dan rekannya membagi kabupaten di pesisir selatan Jawa Tengah dalam tiga zona yakni timur, tengah, dan barat.

Mereka bertanggung jawab mengajar para siswa SD, SMK, dan SMA. Aktivitas mengajar sudah dilakukan sejak tahun 2015 lalu dan dimulai dengan dua siswa.

Baca juga: Pemkot Bandung Sudah Keluarkan 6 KTP untuk Penghayat

“Kami adalah penyuluh sebenarnya di sekolah. Penyuluh boleh di dalam kelas dan di masyarakat. Karena penyuluh dasar hukumnya tidak harus berpendidikan formal, tetapi menguasai ilmunya atau ahlinya. Akhirnya sampai sekarang boleh masuk ke kelas, kita sudah meluluskan dua periode untuk kelulusan anak,” kata Muslam dilansir dari VOA Indonesia..

Ia mengatakan untuk menjadi guru dibutuhkan syarat formal agar bisa mengajar di sekolah. Salah satu syaratnya adalah gelar kesarjanaan dalam bidang yang dijar.

Namun hal tersebut tidak berlaku bagi dia. Sampai saat ini, tidak ada perguruan tinggi yang membuka jurusan penghayat kepercayaan, Hal tersebut yang menyebabkan jika selama tidak ada guru resmi bagi siswa penghayat di sekolah.

Baca juga: Wapres Kalla Ingatkan agar Hak Kependudukan Penghayat Kepercayaan Tak Dihalangi

Walaupun mengajar seperti layaknya guru, Muslam tidak mendapatkan gaji dari negara. Sekolah juga tidak mungkin menyisihkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk memberi honor kepada mereka.

Muslam mengatakan bekal utama para penyuluh untuk terus mengajar di berbagai sekolah adalah rasa ikhlas.

Alasan lain yang membuat mereka bertahan untuk mengajar adalah mereka menganggap para siswa adalah generasi penerus yang akan mewarisi ajaran penghayat seperti yang diajarkan para leluhur sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu.

Baca juga: Ada Aliran Kepercayaan Penghayat dalam E-KTP, Kemendagri Bantah Pemerintah Tak Lagi Akui Agama Lain

“Karena sejak lama dimarjinalkan, sehingga yang paling utama sekali bagi kita adalah penerus, atau regenerasi. Kebetulan pemerintah sudah memberikan payung hukum untuk perkembangan generasi kita ke depan, satu-satunya yang formal adalah melalui sekolah,” kata Muslam.

Muslam mengatakan, meski sudah berjalan selama lima tahun, masih ada pandangan penuh selidik saat pelajaran mereka berlangsung.

Bahkan para siswa penghayat terkadang masih menerima komentar tertentu yang menggambarkan kurangnya pemahaman mengenai penghayat di lingkuan sekolah.

Untuk itu, Muslam berupaya dengan kuat agar para siswa ini bangga menyebut dirinya sebagai penghayat di tengah kawan-kawannya yang menganut agama mayoritas.

Baca juga: Komnas HAM Kritik Sikap Pemerintah yang Tak Penuhi Hak Warga Penghayat Kepercayaan

Berharap masuk kurikulum

Ilustrasi KTP Penghayat Kepercayaan yang diberi tanda (-) dalam kolom agamaKOMPAS.com/NAZAR NURDIN Ilustrasi KTP Penghayat Kepercayaan yang diberi tanda (-) dalam kolom agama
Selain di Cilacap, siswa penganut pengahayat juga ada di Yogyakarta. Kuswijoyo Mulyo adalah penghayat yang yang diberi kepercayaan sebagai koordinator untuk empat penyuluh di Yogyakarta.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com