Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Karyawan Obyek Wisata Tutup karena Corona, Jual Kayu Bakar untuk Bertahan Hidup

Kompas.com - 17/06/2020, 15:42 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

 

KULON PROGO, KOMPAS.com – Empat kubik kayu bakar tersusun dan menumpuk rapi  di samping rumah Samani  (55 tahun) di Pedukuhan Kalibiru, Kalurahan Hargowilis, Kapanewon (kecamatan) Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kayu itu sangat kering dan siap masuk tungku pembakaran.

Samani sebenarnya berharap banyak dari tumpukan kayu itu pada musim pandemi coronavirus diseases 2019 (Covid-19) seperti sekarang. 

Baca juga: Obyek Wisata TSTJ Solo Akan Dibuka, tapi Hanya untuk Usia 18 Tahun ke Atas

Hasil dari menjual kayu setidaknya sedikit-sedikit bisa menambal penghasilan dirinya yang hilang bersamaan dengan obyek wisata Kalibiru yang tidak beroperasi sementara waktu.

Nilai jualnya memang tidak besar, tapi lumayan. 

“Satu kubik Rp 100.000. (Situasi normal) bisa dua kubik tiap dua minggu. Bisa sampai tujuh kubik di hari besar. Sekarang tidak ada yang beli lagi. Tetangga saja yang kadang membeli untuk hajatan, harganya berbeda, bisa Rp 80.000, ini sebagai gotong royong kita,” kata Samani ketika menerangkannya lewat telepon, belum lama ini.

Samani tukang jaga komplek Kalibiru. Ayah dari satu anak ini bisa mengantongi  setidaknya Rp 1.370.000 per bulan dari aktivitas sebagai penjaga komplek obyek wisata. Ia biasa bekerja delapan jam dalam satu kali shift kerja.

Semasa bekerja, Samani juga nyambi menjual kayu bakar dengan cara mencari di kebun-kebun, memotong ranting, menyianginya, mengumpulkan di rumah, lalu menjualnya. 

Ia panen pada saat hari besar. Pelanggan tetap adalah para pengusaha gula merah dan gula semut membeli kayu ini. Mereka membutuhkan kayu bakar untuk tungku memasak gula. 

“Panas api kayu bakar dianggap bagus untuk memasak gula,” kata Samani.

Semua berubah di masa pandemi. Destinasi tutup. Karyawan obyek wisata Kalibiru menganggur dan tak ada penghasilan. Termasuk Samani. Penghasilan tersisa kini dari kayu bakar.

“Sekarang kembali ke kebun karena sama sekali tidak ada penghasilan,” kata Samani.

Baca juga: Ridwan Kamil Tegaskan Belum Izinkan Obyek Wisata Jabar Dibuka

Kenyataannya, kayu bakar juga sulit terjual.  Sebagian besar kayu itu menumpuk sejak 28 Desember 2019.

“Itu pengambilan terakhir sampai tujuh kubik,” katanya.

Samani seharusnya mendapat untung cukup besar dari kayu bakar itu saat musim Lebaran kemarin. Seharusnya kayu sudah habis diborong pembuat gula semut dan gula merah. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com