Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kami Bimbang, Status Fahri Sebenarnya Positif Covid-19 atau Bagaimana"

Kompas.com - 14/06/2020, 15:06 WIB
Fitri Rachmawati,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com - Duka menyelimuti Iansyah (45) dan Erni (42).

Pasangan suami istri asal Lingkungan Karang Rundun, Kelurahan Bertais, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, NTB ini baru saja kehilangan Fahri Hamzah, bayi mereka berumur 9 bulan pada 23 Mei lalu. Fahri meninggal karena Covid-19.

Fahri Hamzah tercatat sebagai pasien 554, berdasarkan data Satgas Percepatan dan Penanganan Covid-19 NTB.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB dan  sempat mendatangi Ianysah dan Erni untuk memberikan dukungan dan semangat.

Baca juga: Anak-anak dan Covid-19, serta Pelajaran Berharga dari Kematian Bayi 9 Bulan (1)

LPA NTB juga ingin memastikan apakah Fahri selama menjalani perawatan telah mendapatkan haknya dalam mendapatkan layanan kesehatan.

Divisi Advokasi LPA NTB Joko Jumadi kepada Kompas.com, Rabu (10/5/2020) mengatakan, sebagian besar pihak keluarga ragu dan tidak percaya anak mereka terpapar Covid-19.

Ini karena mereka datang ke rumah sakit dengan penyakit lain, seperti demam, pneumonia, dan diare.

Baca juga: Geger Pernikahan Sejenis, Ketahuan Saat Tamu Undangan Curiga Perawakan Pengantin Pria seperti Wanita

Keraguan itu merupakan hal yang wajar karena ketidakpahaman orangtua pada hal medis,.

Ini mengingat sakit yang dialami anak mereka adalah penyakit yang kerap menyerang anak-anak kebanyakan seperti diare.

Joko berharap ada kepastian dan kehati-hatian dalam penanganan dan hasil swab pada pasien anak.

Dari pantauan LPA hingga pertengahan Juni,  terdapat sejumlah kasus di mana balita dinyatakan positif Covid-19, sementara orangtuanya negatif.

"Hal ini kerap menimbulkan keraguan, ketidakpercayaan, 'jangan jangan dokternya yang salah'. Mungkin benar-benar bisa dipastikan hasil swabnya. Seperti Fahri harus betul betul dipastikan dia meninggal karena Covid-19. Bisa juga dilakukan tes swab berlapis agar masyarakat tidak was-was atau tidak percaya pada penanganan tim Covid," ujar Joko.

 

Dia berharap jangan sampai ada yang percaya bahwa corona hanya rekayasa pihak tertentu dan masyarakat menganggap virus itu tidak pernah ada.

Hal itu akan berdampak pada perilaku masyarakat yang malas menerapkan protokol kesehatan.

"Apalagi kami di lapangan melihat banyak anak-anak tidak dibekali masker, karena orangtuanya menganggap Covid itu tidak ada. Ini kekhawatiran kami di LPA jika dampak dari ketidakpercayaan itu, masyarakat kemudian mengabaikan protokol kesehatan Covid-19," kata Joko.

Hal ini juga diungkapkan Kepala Lingkungan Karang Rundun, Abdul Hamid (45).

Dia bahkan sempat ragu bahwa ada bayi di lingkungannya terpapar Covid-19.

Apalagi saat meninggal tidak ada pemberitahuan dari rumah sakit terkait status Fahri.

Dia berharap agar petugas medis segera mengabarkan jika ada warga di lingkunganya yang terdampak Covid-19.

Saat dimakamkan, memang ada aparat kepolisian yang meminta warga tidak berkerumun.

Hamid bahkan menggali lubang kuburan untuk Fahri tanpa pakaian APD seperti layaknya pemakaman pasien Covid, hanya saja jenazah dibungkus plastik.

"Jadi kami benar-benar bimbang, status Fahri sebenarnya positif Covid-19 atau bagaimana? Tidak ada arahan petugas ketika itu. Meski demikian kami membatasi warga yang ikut mamakamkan, hanya tokoh agama dan aparat desa saja. Empat hari setelah dimakamkan baru ada pemberitahuan termasuk pasien Fahri positif Covid-19," kata Hamid.

Warga memotivasi, keluarga yang menjauh

Hamid mengatakan apa yang dialami keluarga Iansyah menumbuhkan empati warga Lingkungan Karang Rundun.

Warga sama sekali tidak menjauhi keluarga Iansyah, justru memberi semangat.

 

"Warga kami memang kebanyakan orang kampung, banyak yang menjadi pedagang dan buruh serabutan, tetapi mereka tidak mengucilkan keluarga Pak Iansyah," kata Hamid.

Iansyah dan Erni mengaku dijauhi oleh keluarga dekatnya, tetapi mereka tidak mempersoalkan karena paham ada rasa takut dan khawatir.

"Sedih sih dijauhi keluarga, mereka tak menelepon saat Fahri meninggal. Bahkan akun Facebook saya tidak aktifkan lagi, karena banyak pertanyaan dari keluarga yang saya tak mampu menjawabnya," keluh Erni dengan mata berkaca.

Bagi Erni ataupun Iansyah, sikap keluarga dan kerabat yang menjauh tidak akan lama.

Mereka percaya apa yang dilakukan keluarga semata-mata hanya karena khawatir tertular.

"Nanti pasti akan reda, saya serahkan pada Tuhan. Kami percaya keluarga masih sayang kami," kata Erni.

Saat Kompas.com mendatangi makam Fahri yang berjarak 1 kilometer dari rumahnya, ada sejumlah warga dan anak-anak melihat dari pagar makam.

Mereka mengenal Fahri, salah satunya Rahim. Rahim mengenang proses pemakaman Fahri, dia mengaku sedih dan hanya bisa berdoa dari kejauhan.

"Saya dan warga lainnya dilarang mendekat oleh polisi, kami nurut, dan mendoa'akan Fahri dari jauh," katanya.

Di Lingkungan Karang Rundun, masih banyak warga yang enggan mengunakan masker.

Kepala lingkungan dan tokoh masyarakat setempat terus berupaya menumbuhkan kesadaran agar warganya mengikuti protokol kesehatan Covid-19, belajar dari apa yang dialami keluarga Iansyah.

Dari pantauan di lingkungan itu, masih banyak warga yang saat beraktivitas di luar rumah tidak memakai masker, termasuk anak-anak mereka.

Namun, di beberapa titik tersedia bak cuci tangan termasuk di rumah warga lengkap dengan sabunnya.

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduka dan KB (DP3AKB) NTB juga sempat datang menyampaikan belasungkawa pada keluarga Iansyah.

Selly Andayani, Kepala Dinas DP3AKB NTB, berharap warga tidak menganggap Covid-19 sebagai aib.

Jika ada warga yang terpapar harus dibantu dan diberi semangat.

"Kami sangat prihatin atas apa yang dialami Fahri Hamzah. Kami berharap warga di sini memberikan motivasi agar keluarga yang ditinggalkan tidak larut dalam kesedihan ya, agar tetap semangat," kata Selly.

Selly juga mendorong dan mengusulkan pada Tim Satgas Covid-19 NTB dalam memenuhi kebutuhan warga di masa pandemi ini.

Tim satgas juga diharapkan memperhatikan kebutuhan berbasis anak, termasuk masker untuk anak-anak, tidak hanya masker untuk orang dewasa.

Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalillah yang juga Ketua Satgas Covid19 NTB mengatakan Pemprov NTB menangani serius kasus anak positif Covid-19.

 

Angka kasus anak positif Covid-19 di NTB nomor dua setelah Jawa Timur.

Ini karena Pemprov NTB sejak awal mentracing anak-anak yang menderita pneumonia masuk dalam Pasien Dalam Pengawasan atau PDP.

Menurut Rohmi kasus anak menjadi prioritas. Upaya maskerisasi berbasis anak-anak sejak awal dilakukan.

Romi juga berharap tidak ada lagi anak-anak yang meniggal dunia karena Covid, tetapi akan semakin banyak anak anak sembuh dari Covid dan memiliki daya tahan atau imun yang semakin baik.

"Begitu banyak pelajaran berharga yang diperoleh pemerintah NTB atas kematian tiga bayi karena Covid-19. Minimal kewaspadaan telah disiapkan sejak awal, apa yang dialami keluarga Iansyah dan Erni, warga Bertais Kota Mataram, atas kehilangan putra tercinta mereka, bukanlah hal yang mudah," ujar Romi.

"Kesedihan mereka semakin bertumpuk karena menyisakan rasa trauma dan rasa bersalah.  Warga sekitar pun merasakan kesedihan itu, meski pun mereka tak bisa berbuat banyak kecuali mendoakan Fahri Hamzah dan keluarga yang ditinggalkan," ujar dia.

Hingga Kamis (11/5/2020) berdasarkan data Satgas Covid-19 NTB, jumlah anak yang terpapar berjumlah 103 anak, di mana 53 anak telah dinyatakan sembuh.

Dari 103 kasus anak positif corona, 3 orang dilaporkan meninggal dunia termasuk Fahri Hamzah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com