Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selama 10 Tahun, 700 Gajah Mati karena Diburu, Diracun dan Disetrum

Kompas.com - 13/06/2020, 08:34 WIB
Firmansyah,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com - Terhitung selama 10 tahun terakhir, ada sekitar 700 ekor gajah yang mati karena diburu. Anggota Forum Konservasi Gajah Indonesia Dony Gunaryadi menjelaskan hingga saat ini sedikitnya ada 1.700 gajah Sumatera yang tersisa dan hidup di hutan Sumatera.

Donny menyebutkan di tahun 1985 terdapat 44 daerah kantong habitat gajah di pulau Sumatera, namun tahun 2007 menyusut menjadi 25 kantong. Dari 25 kantong itu tersisa 12 kantong saja yang memiliki populasi di atas 50 ekor.

Saat ini hanya beberapa daerah habitat gajah tersisa, seperti di Taman Nasional Leuser dan Ulu Masen, Aceh, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan Tesso Nilo, Jambi, Padang Sugihan, Sumatera Selatan, Bengkulu, Way Kambas dan Bukit Barisan Selatan, Lampung.

Baca juga: Beri Makan Gajah yang Stres, Pria Ini Diangkat dengan Belalai lalu Diinjak

Hal ini terungkap dalam diskusi daring bertema "UU Minerba dan Masa Depan Gajah Sumatera" yang digagas Yayasan Kanopi Hijau Indonesia yang berbasis di Bengkulu dengan menghadirkan empat pembicara, Jumat (12/6/2020).

"Kematian gajah itu terjadi akibat diburu, diracun, dan diambil gadingnya," jelas Dony Gunaryadi.

Dony Gunaryadi menilai ada empat faktor yang menjadi penyebab utama hilangnya populasi gajah Sumatera, mulai dari Aceh hingga Lampung, yaitu perburuan, konflik manusia dan gajah, ancaman jerat listrik, dan racun.

Baca juga: Seekor Gajah Sumatera Mati Dibunuh di Riau, Belalainya Dipotong

Rencana tindak mendesak yang dilakukan dalam upaya penyelamatan gajah Sumatera, antara lain perlindungan gajah di alam dan penguatan kapasitas aparat penegakan hukum dalam memerangi tindak kejahatan terhadap satwa liar, khususnya gajah.

Selain itu, penanggulangan dan adaptasi konflik manusia dan gajah secara efektif melalui optimalisasi pengelolaan barrier, mendorong praktik hidup berdampingan (koeksistensi) antara manusia dengan gajah, menghilangkan potensi ancaman langsung pada lokasi-lokasi prioritas, penyelamatan gajah dari populasi alami kritis, dan pemindahan ke habitat yang aman dan layak.

UU Minerba Ancam Populasi Gajah

Sementara itu Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu Gunggung Senoaji, Bengkulu merupakan salah satu wilayah yang memiliki kantong habitat gajah, tepatnya di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara yang ditargetkan menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Gunggung menjelaskan bentang alam di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara yang ditargetkan menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah akan semakin terancam keberlangsungannya dengan UU Minerba tersebut.

 

Sebab, kata dia, di kawasan itu hanya TWA Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang merupakan wilayah konservasi dengan proteksi tinggi.

"Kalau penambang ingin membuka tambang di hutan produksi terbatas dan diberikan izin oleh pusat, sedangkan pusat tidak tahu kondisi di lapangan, kalau izin keluar, maka habislah," kata Gunggung.

Ia mencontohkan tambang batu bara milik PT Injatama, walaupun tidak dalam kawasan, dulunya gunung sudah dikeruk menjadi danau sedalam 40 meter, setelah itu tidak ada reklamasi dan tidak memberikan manfaat sama sekali bagi lingkungan.

"Ada potensi bentang alam Seblat akan diserang, apalagi semua perizinan sudah diambilalih pemerintah pusat," paparnya.

Baca juga: Penjual Pipa Rokok Terbuat dari Gading Gajah Sumatera Ditangkap

BKSDA Bengkulu: Gajah tersisa harus diselamatkan

Sementara itu, Kepala Balai KSDA Bengkulu Donald Hutasoit mengatakan gajah Sumatera yang tersisa harus diselamatkan khususnya habitat gajah yang ada di bentang alam Seblat.

Ia menilai tambang terbuka pasti akan mengubah habitat gajah Sumatera, apalagi di wilayah Seblat yang merupakan koridor gajah masuk dalam kawasan koservasi TWA Seblat.

"Jangankan hutan konservasi, hutan non-konservasi juga kalau itu lintasan gajah perlu diselamatkan dan faktanya gajah tidak selalu ada di dalam kawasan konservasi, tapi juga di luar kawasan, untuk di luar kawasan konservasi inilah salah satu solusi penyelamatan dengan kawasan ekosistem esensial," kata Donald.

Donald menegaskan bila UU Minerba yang baru itu diterapkan dan bertentangan dengan UU Kehutanan, pihaknya siap mempertahankan kelestarian hutan yang diamanatkan dalam UU Kehutanan.

Baca juga: Gajah Jantan Ditemukan Mati di Kebun Sawit, Diduga Keracunan

 

Upaya selamatkan habitat gajah di Bengkulu

Sementara itu, Koodinator Koalisi Penyelamat Bentang Seblat yang tiga tahun terakhir berkampanye menyelamatkan habitat gajah Sumatera terakhir di Bengkulu, Sofian Ramadhan mengatakan penyelamatan gajah di Bengkulu menjadi tanggung jawab semua pihak.

Dengan jargon savegajahseblat dari ancaman pertambangan batu bara, yaitu PT Inmas Abadi yang mengincar habitat gajah di Seblat, Sofian mengatakan dukungan dari berbagai elemen untuk menyelamatkan gajah Sumatera akan terus digaungkan.

"Kalau tambang masuk ke bentang Seblat, gajah Sumatera serta flora dan fauna yang ada akan hilang. Maka kami minta pada pemerintah membatalkan UU Minerba dan membuat regulasi yang lebih ramah lingkungan," kata Sofian.

 

Gajah Sumatera di wilayah tambang batu bara akan terancam

Direktur Yayasan Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar mengatakan dalam UU Minerba yang baru itu, seluruh wilayah daratan dan perairan Indonesia masuk dalam wilayah hukum pertambangan, dengan kata lain dapat dikeruk untuk pertambangan mineral dan batu bara.

"Tentu habitat gajah Sumatera yang ada di Bengkulu, seperti di kawasan Seblat Bengkulu Utara yang potensi batu baranya cukup besar akan semakin terancam, karena dalam beberapa tahun terakhir juga terus diincar perusahaan tambang," kata Ali.

Dengan UU Minerba yang baru, menurut dia, perizinan juga seluruhnya sudah ditarik ke pemerintah pusat, sehingga kewenangan daerah semakin dihilangkan dalam pengelolaan sumber daya alam ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com