Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Injil Bahasa Minang, PGI: Agar Umat Bisa Membaca Alkitab dalam Bahasa Daerah

Kompas.com - 12/06/2020, 05:50 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menganggap penolakan beberapa kelompok adat Minangkabu dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terhadap aplikasi Injil berbahasa Minang sebagai pembatasan kebebasan beragama.

Sebelum pro dan kontra aplikasi itu mencuat pekan lalu, Alkitab versi cetak telah diterjemahkan ke berbagai bahasa daerah, termasuk bahasa Minang, kata pemuka agama Kristen di Padang.

Baca juga: Dilaporkan ke Polisi Terkait Aplikasi Injil Bahasa Minang, Ade Armando: Boleh Saja, Enggak Ada Masalah

Namun pemerintah setempat berkeras, Injil berbahasa Minang tak sepantasnya dibuat.

Alasan mereka, Alkitab itu tidak sesuai falsafah lokal yang berdasarkan syariat Islam.

Ketua PGI, Pendeta Gomar Gultom, menyebut penerjemahan Injil ke berbagai bahasa daerah dilakukan untuk memudahkan umat Kristiani mendalami ajaran agama dalam bahasa ibu mereka.

Bukan hanya oleh Lembaga Alkitab Indonesia, Gomar mengatakan, penerjemahan Injil ke bahasa-bahasa daerah selama ini juga dilakukan sejumlah kelompok umat Kristiani.

Baca juga: Ade Armando Dilaporkan ke Polisi karena Komentar soal Aplikasi Injil Bahasa Minang

Bahasa, menurut Gomar, semestinya tidak diklaim milik umat agama tertentu.

"Penerjemahaan Alkitab itu pekerjaan semua umat yang peduli. Ada ajaran bahwa Injil memang harus diberitakan ke seluruh suku bangsa," ujarnya saat dihubungi, Rabu (10/6/2020).

"Itu bagian agar umat bisa membaca Alkitab dalam bahasa mereka karena bahasa daerah lebih mudah mereka mengerti."

"Gubernur Sumbar semestinya paham bahasa bisa digunakan oleh seluruh umat beragama. Tidak bisa diklaim bahwa hanya mereka yang bisa menggunakan bahasa Minang," kata Gomar.

Baca juga: Gubernur Sumbar: Aplikasi Injil Bahasa Minang Sudah Hilang, Masyarakat Tahan Diri

Dari total 5,4 juta penduduk Sumbar, sekitar 100 ribu orang di antaranya memeluk Kristen dan Katolik. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra Dari total 5,4 juta penduduk Sumbar, sekitar 100 ribu orang di antaranya memeluk Kristen dan Katolik.

Aplikasi Injil berbahasa Minang yang ditolak Pemprov Sumatera Barat dan komunitas adat lokal muncul di layanan distribusi digital Google Play Store.

Pada 28 Mei lalu, melalui surat resmi, Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menghapus aplikasi itu.

"Aplikasi itu sangat bertolak belakang dengan adat dan budaya masyarakat Minangkabau yang memiliki falsafah 'Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah'," demikian petikan surat Irwan tersebut.

Dalam bahasa Indonesia, falsafah yang dikutip Irwan itu berarti 'adat Minangkabau bersendikan syariat dan syariat bersendikan Alquran'.

Baca juga: Terkait Aplikasi Injil Berbahasa Minang, Gubernur Sumbar Tak Masalah Di-bully Netizen

Saat berita ini diturunkan, aplikasi itu tak bisa lagi ditemukan di pusat distribusi digital milik Google.

Bagaimanapun, menurut Pendeta Gomar, pandangan hidup masyarakat Minangkabau itu seharusnya tidak membatasi hak warga Sumbar untuk menjalankan agama selain Islam.

Gomar merujuk Abdul Wadud Amrullah alias Willy Amrul, adik ulama asal Minangkabau, Hamka. Semasa hidupnya, kata Gomar, Willy menganut Kristen dan berprofesi sebagai pendeta.

"Tidak ada yang bisa mengklaim bahwa sebuah wilayah hanya untuk umat Muslim dan yang lain tidak boleh beribadah di sana," ujarnya.

Baca juga: Soal Injil Bahasa Minang di Play Store, Gubernur Sumbar: Ini Bukan Masalah Intoleran

Pemprov Sumbar mengklaim Injil berbahasa Minang tak sesuai dengan adat Minangkabau yang berbasis Alquran. ANTARAFOTO/Muhammad Arif Pribadi Pemprov Sumbar mengklaim Injil berbahasa Minang tak sesuai dengan adat Minangkabau yang berbasis Alquran.
"Alkitab dalam bahasa Arab sudah dari dulu ada. Dan tidak bisa dibilang juga bahwa tidak ada orang Minang yang Kristiani," kata Gomar.

Merujuk data Kementerian Agama tahun 2018, dari total 5,4 juta penduduk di Sumbar, sebanyak 57.827 orang di antara mereka menganut Kristen dan 43.556 jiwa memeluk Katolik.

Kepala Dinas Kominfo Sumbar, Jasman, menganggap Injil berbahasa Minang itu mengganggu kondusivitas masyarakat di daerahnya.

Ia menuduh ada niat provokasi di balik aplikasi tersebut.

Baca juga: Gubernur Minta Aplikasi Injil Bahasa Minang Dihapus, Kadis: yang Tidak Mengerti Jangan Ikut Komentar

"Orang Sumbar falsafah hidupnya sudah pasti. Artinya tidak ada kitab suci lain di Sumbar selain Alquran," ujar Jasman via telepon.

"Aplikasi kitab berbahasa Minang itu mengobok-obok falsafah hidup masyarakat Minangkabau. Saya yakin ini provokasi. Itu ingin membawa orang Sumbar masuk ke agama tertentu," tuturnya.

Namun sebenarnya ada pula penilaian yang berbeda di masyarakat setempat. Andri, warga keturunan Minangkabau di Padang, mengaku tak terusik dengan Alkitab yang diterjemahkan ke bahasa daerahnya.

Baca juga: Soal Injil Bahasa Minang, Kepala Dinas Kominfo Sumbar Minta Masyarakat Tak Terprovokasi

"Tidak masalah, mau bahasa apapun. Di Arab juga ada Injil berbahasa Arab. Persoalannya, kenapa di sana tidak dikomplain, tapi di Sumbar dipermasalahkan? Itu harus jadi dasar pemikiran," ucapnya kepada BBC Indonesia.

Warga keturunan Minangkabau lainnya, Jamal, sependapat, walau memahami penolakan yang dinyatakan sebagian kelompok adatnya.

"Menurut saya sebenarnya tidak ada masalah, kan ada di daerah ini yang beragama Kristen. Tapi falsafah itulah yang menjadi dasar penolakan," ujar Jamal..

Adapun, sejumlah umat Kristiani di Sumbar menolak mengomentari pro dan kontra ini.

Baca juga: Soal Injil Bahasa Minang, Kepala Dinas Kominfo Sumbar Minta Masyarakat Tak Terprovokasi

Provinsi Sumbar pada tahun 2019 menempati peringkat ke-33 dalam indeks keberagaman umat beragama. ANTARA FOTO Provinsi Sumbar pada tahun 2019 menempati peringkat ke-33 dalam indeks keberagaman umat beragama.
Sementara itu, pendeta GPIB Efrata di Padang, Julianus Yermias Kaimareh, mengaku heran aplikasi Injil berbahasa Minang menjadi kontroversi. Alasannya, kata dia, Injil berbahasa Minang versi cetak selama ini tidak pernah dipersoalkan.

Ia berkata, Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa daerah selama ini hanya digunakan di kalangan umat Kristiani.

"Ada saja orang Minangkabau yang Kristen. Ketika Alkitab diterjemahkan ke bahasa Minang, tujuannya kan untuk mereka, bukan untuk mengkristenkan umat Islam," tuturnya.

"Alkitab berbahasa Minang kan sebenarnya sudah cukup lama. Apakah sekarang ini dipersoalkan untuk komoditas politik, saya tidak tahu," kata Julianus.

Baca juga: Gubernur Sumbar Minta Aplikasi Injil Bahasa Minang Dihapus, Ini Penjelasan Kepala Dinas

Pemilihan gubernur memang dijadwalkan bergulir di Sumbar, Desember 2020 mendatang. Masa jabatan Irwan Prayitno, politikus Partai Keadilan Sejahtera yang sudah dua periode memimpin Sumbar, akan berakhir Februari 2021.

Pertanyaannya, apakah persoalan Injil berbahasa Minang ini dapat dikaitkan dengan hajatan politik lokal itu? Asrinaldi, pakar politik dari Universitas Andalas, ragu isu ini bisa dimanfaatkan peserta pilkada untuk mendongkrak popularitas.

Isu agama seperti ini, menurut Asrinaldi, baru bisa menjadi komoditas politik jika muncul calon gubernur non-Muslim. Namun ia yakin probabilitas situasi itu kecil.

"Sepanjang sejarah pilkada, semua calon gubernur Sumbar adalah Muslim dan keturunan Minangkabau. Sentimen agama seperti ini tidak akan menarik untuk pemilih di Sumbar," kata Asrinaldi.

Baca juga: Manokwari Kota Injil, Kapolri Ajak Warga Jaga Kedamaian dan Cinta Kasih

Pada Desember 2019, muncul larangan ibadah natal di dua kabupaten di Sumbar. ANTARA FOTO/ARIF FIRMANSYAH Pada Desember 2019, muncul larangan ibadah natal di dua kabupaten di Sumbar.
"Saya yakin, pada saat kampanye, sebagai keturunan Minangkabau, persoalan ini menjadi indentitas semua calon. Jawaban mereka pasti akan sama," ucapnya.

Dalam indeks keberagaman umat beragama yang disusun Kementerian Agama tahun 2019, Sumbar mendapatkan 64,4 poin atau duduk di peringkat ke-33 dari seluruh provinsi.

Poin yang diraih Sumbar itu di bawah poin rata-rata nasional, yaitu 73,83. Salah satu kontroversi kebebasan beragama di Sumbar terjadi Desember lalu. Kala itu muncul larangan ibadah natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung.

Meski begitu, Pemprov Sumbar membantah penolakan terhadap aplikasi Injil berbahasa Minang sebagai bentuk pelanggaran hak beragama.

Baca juga: Kampanye di Manokwari, Sandiaga Janji Hadiri Perayaan 165 Tahun Injil Masuk Papua Jika Terpilih Jadi Wapres

"Toleransi di Sumbar bagus, kami tidak pernah macam-macam dengan umat agama lain. Kalau mereka beribadah malah kami jaga. Tapi kondisi aman ini jangan diacak-acak. Jadi hormatilah pakem dan kebiasaan lokal," kata Jasman.

Secara umum, hingga 2019 LAI telah menerjemahkan Alkitab ke dalam 34 bahasa daerah.

Organisasi nirlaba yang melayani gereja Kristen dan Katolik juga sudah melakukan alih bahasa Injil dan kitab perjanjian lama ke 108 bahasa daerah.

Baca juga: Cerita WNI tentang Toleransi Warga Australia Saat Menjalani Ramadhan di Negeri Kangguru

Pada tahun 2020, mereka menargetkan bisa menerjemahkan Alkitab, Injil, dan kitab perjanjian lama ke delapan bahasa lokal, antara lain Dayak Maanyan, Mori, Manggarai, dan Pakpak Dairi.

Sementara itu, terdapat pula berbagai aplikasi Alkitab dan kitab umat Kristiani dalam bahasa daerah di layanan Google Play Store.

Sebagian besar aplikasi ponsel pintar itu dibuat komunitas dan perusahaan rintisan yang tidak berhubungan dengan LAI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com