Karena itu Miswanto berharap agar ada bantuan pemerintah daerah untuk obat-obatan hama padi selama Covid-19 ini.
“Kami butuh racun tikus, dan obat hama walang sangit. Selama ini belum pernah terima bantuan racun tikus. Kalau secara individu sudah,” katanya.
Selain hama, persoalan irigasi pertanian juga sering jadi kendala.
“Musim panas biasanya kami kendala air. Padahal kami berusaha panen setahun empat kali. Tapi kadang tersendat dengan air,” terangnya.
Baca juga: Harimau Menerkam Petani, Petugas Pasang Kamera Pengintai
Dia berharap ada bantuan irigasi. Mengingat di sekitar areal sawah itu ada lintasan Sungai Mahakam.
“Mestinya petani tidak kesulitan air, asal didukung pemerintah daerah,” kata dia.
Tengkulak yang Datang Menggoda
Miswanto menuturkan, tidak jarang para tengkulak datang menawar hasil panen mereka di lokasi.
Mereka datang berniat memborong semua hasil panen dengan tawaran harga murah.
“Mereka (tengkulak) suka banting harga. Katanya, musim corona stok beras banyak datang dari Jawa, jadi harga turun,” terang dia.
Dari harga jual normal Rp 11.000 per kilogram ditawarkan jadi Rp 9.500.
Miswanto dan petani lain tak percaya begitu saja. Justru, di tengah pandemi corona, stok sembako terbatas.
“Mestinya harga naik,” tegas dia.
Selain datang ke lokasi, ada pula yang menghubungi lewat ponsel.
“Ada saja, dalam sehari bisa dua sampai tiga orang hubungi saya, tawar hasil panen dengan harga murah,” ungkapnya.
Baca juga: Hindarkan Petani dari Tengkulak, UPJA Ini Beli Langsung GKP ke Petani
Jika tawaran tersebut disetujui maka para tengkulak akan memborong semua hasil panen.
Bukan hanya padi, hasil ternak para petani di Tempur Rejo pun ditawar murah.
“Ternak kami, mereka bilang musim corona, tidak yang bikin selametan (acara), jadi harga ayam turun,” cerita dia.
Tawaran tetap ditolak para petani.
Karena harga jual yang tak stabil, petani di Samarinda berencana membuat pasar sendiri.
“Sudah ada lahan disiapkan. Nanti hasil semua hasil pertanian kami drop ke situ. Namanya pasar petani,” kata dia.