Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahapan Pilkada Serentak di Surabaya dan Daerah Lain Mulai Pertengahan Juni, Peneliti: Berpotensi Jadi Episentrum Baru Covid-19

Kompas.com - 10/06/2020, 07:49 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 di masa pandemi virus corona telah diputuskan untuk dimulai pada Senin (15/06), namun hingga kini belum ada kerangka aturan hukum, protokol kesehatan, dan alokasi anggaran terkait pelaksanaan hal tersebut.

Penyelenggara pemilu, DPR, dan pemerintah akan melakukan rapat kerja gabungan pada Kamis (11/06) atau tiga hari sebelum pelaksanan tahapan dimulai, untuk membicarakan alokasi anggaran.

Di Kota Surabaya, Jawa Timur, yang akan melaksanakan pilkada tahun ini dan dijuluki 'zona hitam', hingga saat ini belum ada pembahasan tentang anggaran dan penyediaan perlengkapan APD padahal para petugas sudah harus mulai bekerja Senin (15/06) mendatang.

Peneliti dari Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) menyebut pelaksanaan tahapan tersebut terkesan "terburu-buru dan akan menjadi langkah sia-sia karena minimnya persiapan, serta berpotensi menciptakan episentrum baru wabah virus corona".

Kementerian Dalam Negeri menjanjikan pembahasan regulasi hukum protokol kesehatan dan anggaran akan selesai sebelum tahapan pilkada dimulai.

Perubahan alokasi anggaran terjadi karena adanya modifikasi pelaksanaan pilkada dengan menerapkan protokol kesehatan sehingga dibutuhkan penambahan untuk alat pelindung diri (APD) seperti masker, pembersih tangan dan jumlah tempat pemungutan suara yang dibatasi dari 800 menjadi 500 suara.

Baca juga: Detik-detik Kapolda Jatim Usir Kapolsek yang Tidur Saat Rapat Covid-19: Keluar, Jangan Main-main!

Anggaran belum dibahas

Warga melintas di depan mural bertema pemilihan umum di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Kamis (7/5/2020). Presiden Joko Widodo menunda pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 hingga Desember 2020 akibat wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Fauzan/aww.ANTARA FOTO/FAUZAN Warga melintas di depan mural bertema pemilihan umum di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Kamis (7/5/2020). Presiden Joko Widodo menunda pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 hingga Desember 2020 akibat wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Fauzan/aww.
Kota Surabaya adalah satu dari 270 wilayah di Indonesia yang akan mengelar pilkada serentak pada 9 Desember mendatang.

Pada Senin (15/0), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya akan melanjutkan empat tahapan pilkada yang ditunda pada Maret lalu yaitu pelantikan panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat kelurahan, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), verifikasi faktual bakal calon perseorangan, dan pemutakhiran data dan daftar pemilih.

Namun hingga kini KPU Surabaya belum mengetahui bagaimana cara mendapatkan perlengkapan pelindung diri untuk para petugas dalam bekerja karena belum ada pembahasan anggaran untuk itu.

"Apalagi 18 Juni, di Surabaya ada bakal calon perseorangan, maka kami harus melakukan verifikasi faktual yang dilakukan PPS, lalu pemutakhiran data pemilih yang melibatkan masyarakat.

"Sedangkan sampai sekarang anggaran belum dibahas padahal minggu depan ini sudah running," kata Komisioner KPU Surabaya, Naafilah Astri Swarist, kepada Roni Fauzan, wartawan di Surabaya yang melaporkan untuk BBC Indonesia.

KPU Surabaya memperkirakan dibutuhkan penambahan anggaran, yang sekitar Rp54 miliar-nya digunakan untuk kebutuhan APD.

Anggaran hibah yang sudah dialokasikan untuk KPU Surabaya adalah sekitar Rp101,2 miliar.

Baca juga: Kisruh Bantuan Mobil PCR, Saling Klaim dan Amukan Risma, Ini Akhir Ceritanya

IlustrasiKOMPAS/DIDIE SW Ilustrasi

Komisioner lainnya, Subairi, mengatakan KPU Kota Surabaya telah mengirimkan penambahan anggaran ke Pemerintah Kota Surabaya.

"Kami masih menunggu anggaran tersebut disetujui atau tidak. Kalau tidak disetujui kami kembalikan ke Kemendagri karena itu perintah Kemendagri," katanya.

Dalam perubahan anggaran itu kata Subairi, KPU Kota Surabaya telah mengajukan penganggaran untuk pengadaan APD seperti masker, sarung tangan, bilik disinfektan dan lainnya.

Sementara itu Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono mengatakan DPRD tidak masalah dengan berapapun anggaran yang diajukan oleh Pemkot Surabaya terkait hal itu.

"Kami setuju karena itu demi terselenggaranya pesta demokrasi dan kepentingan bersama. Jadi saya beranggapan berapa pun anggarannya tidak masalah," kata Adi.

Berdasarkan data hingga Selasa (09/06), total kasus virus corona di Jawa Timur sebesar 6.533 orang atau bertambah 220 kasus dibandingkan Senin (08/06). Sementara jumlah korban meninggal dunia bertambah 12 menjadi 514 orang.

Baca juga: Mengupas Zona Hitam Surabaya, Kasus Meningkat dan Apresiasi Doni Monardo

Data Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada Minggu (07/06) menunjukkan kasus tertinggi ada di Surabaya sebanyak 2.945 orang positif, 812 sembuh, dan 293 meninggal dunia. Kemudian disusul Kabupaten Sidoarjo dengan 755 kasus, 56 sembuh dan 66 meninggal dunia. Tempat ketiga adalah Kabupaten Gresik dengan total 214 kasus, 33 sembuh, dan 20 meninggal dunia.

Oleh warganet, Surabaya Raya dijuluki sebagai "zona hitam" lantaran warna zona kota itu dalam peta penyebaran kasus Covid-19 terlihat paling gelap.

Gubernur Khofifah Indar Parawansa menampik, jika peta Surabaya berwarna hitam atau telah menjadi zona hitam. Ia mejelaskan peta tersebut berwarna merah tua karena tercatat ada lebih dari 2.000 kasus.

Walau Surabaya mencatat kasus positif virus corona yang tertinggi di Jawa Timur, pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Surabaya Raya dihentikan mulai Senin (08/06).

Alasan penghentian itu adalah untuk membangkitkan ekonomi masyarakat yang terpuruk akibat PSBB dan virus corona.

Namun, langkah tersebut disebut pengamat hukum dan hak asasi manusia Universitas Airlangga Herlambang P Wiratraman sebagai "pelanggaran atas hak untuk hidup" di tengah peningkatan tajam kasus.

Baca juga: Polemik Label Zona Hitam Surabaya, Pemprov Dianggap Sesuka Hati, Ini Akhir Ceritanya

 

Ilustrasi virus corona yang merebak di Indonesia.Shutterstock Ilustrasi virus corona yang merebak di Indonesia.
Perludem: 'berpotensi ciptakan episentrum baru'

Peneliti dari Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menilai pelaksanaan tahapan pilkada serentak terkesan dipaksakan karena hingga kini belum ada kerangka hukum (peraturan KPU) dan anggaran terkait pelaksanaan pesta demokrasi itu di tengah wabah virus corona.

"Persiapannya sangat mengkhawatirkan dan tidak mungkin dilaksanakan mulai 15 Juni mendatang. Saya meyakini jika dilaksanakan akan jadi kesia-siaan dan akan berpotensi besar menjadi episentrum baru penularan Covid-19," kata Fadli.

"Coba bayangkan tahapan 15 Juni akan dimulai dengan proses verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, termasuk juga proses pendaftaran pemilih. Petugas akan keliling ke rumah warga dan berinteraksi dengan banyak orang.

"Itu kan tahapan yang mengundang interaksi sangat dekat dan intens. Kalau dilaksanakan tanpa APD dan protokol kesehatan maka akan jadi pekerjaan sia-sia dan ciptakan episentrum baru," kata Fadli.

Untuk itu, menurut Fadli, tahapan pilkada sebaiknya ditunda dahulu sambil melakukan persiapan dan kajian secara matang dan baik.

"Kalau alasan jangan sampai ada Plt (pelaksana tugas) terlalu panjang, bukankah nanti semua daerah akan ada Plt dan banyak Februari mendatang jabatan kepala daerahnya habis. Lalu saat petahana ikut pilkada juga kan wajib cuti dan ada penunjukan Plt juga. Jadi tidak tepat jika Plt dijadikan argumentasi," katanya.

Sebelumnya, Kemendagri beralasan salah satu alasan pilkada digelar 9 Desember karena tidak ingin kepala daerah diisi oleh penjabat ataupun pelaksana tugas (plt) karena kepala daerah harus memiliki legitimasi melalui proses pemilihan.

Baca juga: Minta PSBB Diakhiri, Risma Sebut Ekonomi Warga Surabaya Harus Bergerak

Kemendagri: Pekan ini semua diharapkan selesai

Ilustrasi: Petugas mengecek kelengkapan logistik untuk Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013 di Ruang Penyimpanan Logistik Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Tamansari di Kantor Kelurahan Tamansari, KecamatanTRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN Ilustrasi: Petugas mengecek kelengkapan logistik untuk Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013 di Ruang Penyimpanan Logistik Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Tamansari di Kantor Kelurahan Tamansari, Kecamatan
Staf khusus Menteri Dalam Negeri, Kastorius Sinaga, menegaskan bahwa seluruh persiapan baik diri sisi aturan pelaksanaan protokol kesehatan maupun anggaran akan diselesaikan pekan ini.

"Protokol kesehatan sudah disusun tinggal diundangkan dan diharapkan minggu ini selesai sehingga semua bisa dimulai pada 15 Juni mendatang," kata Kastorius.

Begitu juga dengan pembahasan anggaran.

Kastorius mengungkapkan "sekarang lagi bekerja siang malam merasionalisasikan tambahan anggaran yang dibutukan dan diharapkan disepakati sebelum 15 Juni".

Kastorius menjelaskan pemerintah telah melakukan rapat secara intensif dengan seluruh pihak terkait dalam merumuskan aturan yang terbaik dan juga anggaran yang tepat dalam pilkada tahun ini.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR, Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan Kamis depan akan dilakukan rapat bersama yang juga melibatkan Kementerian Keuangan untuk membahas anggaran pilkada serentak.

Baca juga: PSBB Surabaya Berakhir, Risma Harap Jumlah Pasien di Rumah Sakit Tak Bertambah

Ilustrasi: Pilkada SerentakANTARA FOTO/Nova Wahyudi Ilustrasi: Pilkada Serentak

KPU RI: PKPU tahap finalisasi

Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan peraturan KPU tentang perubahan tahapan dan penyelenggaraan pemilihan saat pandemi virus corona sedang dalam tahap finalisasi.

"Diharapkan dalam waktu dekat segera bisa disahkan," kata Wiarsa.

Kemudian mengenai anggaran, KPU berharap agar sebelum 15 Juni sudah ada kebijakan dan kepastian konkret soal kebutuhan anggaran pelaksanaan pilkada 2020.

"Anggaran untuk penambahan kebutuhan seperti masker, pembersih tangan, sarung tangan, pelindung wajah, thermometer gun, sabun, dan lainnya.

"Kesimpulan RDP [rapat dengar pendapat] terakhir maka sumber pembiayaan pilkada akan dari APBD dan didukung APBN," katanya.

Mengenai bagaimana penyalurannya, kata Wiarsa, masih akan dibicarakan di rapat mendatang.

"Jadi saya bayangkan bisa jadi penyelenggaran didukung dalam bentuk masker dan perlengkapan lain sehingga kami melaksanakan tugas, atau kombinasi peralatan dan bentuk anggaran," katanya

Kepastian anggaran, kata Wiarsa, dibutuhkan agar pada Senin mendatang petugas sudah dilengkapi dengan APD sehingga dapat bekerja dengan aman.

Lalu, KPU juga sudah melakukan restrukturisasi anggaran mana yang bisa dihemat untuk dialihkan untuk perlengkapan pelaksanaan protokol kesehatan, dan juga menginventarisasi tahap pilkada yang menimbulkan interaksi massa untuk diterapkan protokol kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com