Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi: Ajaran Leluhur Telah Ajarkan Kita Jaga Jarak Sosial

Kompas.com - 09/06/2020, 23:19 WIB
Farida Farhan,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PURWAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyebut karantina wilayah dan jaga jarak atau social distancing telah diajarkan sejak dulu oleh orang tua dan leluhur Indonesia.

Hal itu diungkapkan Dedi saat menggelar sosialisasi UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bersama para tenaga medis dan kepala desa di Kabupaten Purwakarta secara virtual, Selasa (9/6/2020).

Dalam bukunya yang berjudul Purwakarta Spirit Budaya, Dedi sudah meramalkan kondisi saat ini. Di mana, dalam buku tersebut fenomena wabah penyakit akan menyerang seluruh aspek hingga melumpuhkan perekonomian.

Baca juga: Sembuh dari Corona, 7 Warga Purwakarta Dijemput dengan Kuda

Menurut Dedi, ajaran leluhur mengenai tata kelola lingkungan bisa menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi pandemi Virus Corona atau Covid-19. Hal itu dimulai dari lingkungan rumah, bertetangga, hingga ke hal yang lebih luas.

Ia mencontohkan kebiasaan orang Sunda yang membuat tepas atau serambi di setiap rumah, yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Sehingga tamu tidak masuk ke ranah privasi yang ada di dalam rumah.

Kemudian orang masuk ke rumah itu wajib membuka alas kaki, sehingga tidak ada kotoran yang ikut masuk.

"Di atas pintu masuk disimpan bawang putih dan cabai yang dulu katanya penangkal jurig kuris, padahal itu bermanfaat untuk menangkal virus,” katanya.

Sebelum masuk lebih jauh ke dalam rumah, biasanya terdapat tempat cuci kaki dan tangan yang kini mulai orang-orang gaungkan.

“Lalu ada kebiasaan setiap orang atau tamu yang masuk diberi daun sirih untuk dikunyah. Pada saat ini daun sirih digunakan untuk antiseptik alami yang berguna mematikan virus dan kuman,” ucapnya.

Pola kehidupan lainnya yang patut dicontoh adalah mengenai tata letak kamar. Menurutnya tradisi mengajarkan hanya ada satu kamar yang digunakan untuk orang tua. Sementara anak tidur bersama di ruang tengah.

Dedi mengatakan, hal itu dibuat agar seluruh aktivitas anak mulai dari belajar, hobi hingga mengigau saat tidur diketahui oleh orang tuanya. Tidak hanya itu tidur bersama dengan saudaranya yang lain akan menumbuhkan sifat kebersamaan dan gotong royong yang kuat.

“Tapi sekarang kan tidak. Anak bayi pun kadang sudah dibuatkan kamar pribadi. Sehingga kelak orang tuanya sulit untuk mengontrol apa yang dilakukan anak di dalam kamarnya, seperti apa yang dia buka di laptop, apa yang dia baca dan sebagainya,” tutur Dedi.

“Saat ini juga kebiasaan orang, jujur saya sendiri masih seperti itu, yaitu membuat kamar mandi di dalam kamar. Padahal orang tua kita mengajarkan membuat kamar mandi itu terpisah dari rumah karena itu tempat yang kotor dan banyak kuman,” lanjut politisi Partai Golkar itu.

Beralih ke tatanan luar rumah, leluhur pun telah mengajarkan social distancing atau jaga jarak. Hal itu terlihat dari maksimal jumlah rumah di setiap wilayah hanya ada 40 bangunan dan berjarak. Bahkan antar wilayah atau kampung terdapat perbatasan yang steril dan dijaga, sama seperti pos jaga Covid-19 yang saat ini bermunculan.

“Siapa yang harus berperan di sini, mulai dari para kepala desa. Coba telaah kembali Peraturan Desa Budaya yang pernah saya buat saat jadi bupati. Di sana tata kelola, tata arsitektur, tata lingkungan masyarakat sudah diatur seperti apa yang diajarkan oleh leluhur kita,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com