Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hitam dan Merah Kota Surabaya

Kompas.com - 05/06/2020, 07:07 WIB
Rachmawati

Editor

Peta sebaran akan berubah warna sesuai jumlah penambahan kasus.

Secara teknis, kata dia, degradasi antarwarna di situs web itu memiliki kelipatan pangkat 2 kuadrat, misalnya angka 2, 4, 8, dan seterusnya.

Perubahan warga merupakan sistem otomatis yang terjadi karena penambahan angka terkonfirmasi positif Covid-19.

Baca juga: Meningkat Signifikan, 317 Pasien Positif Covid-19 di Surabaya Sembuh dalam 3 Hari

Rapid test massal

Sementara itu, Fikser mengatakan, dalam protokol yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tidak ada warna merah tua dan hitam.

Ia menjelaskan, hanya ada empat warna sesuai dengan tahapan prtokol masyarakat produktif dan aman.

Warna itu adalah, hijau, kuning, oranye, dan merah.

Warna hijau untuk level satu atau aman yang artinya tidak ada kasus positif, sedangkan kuning berarti level dua atau risiko ringan.

Baca juga: Risma Kirim Tenaga Medis untuk Wakil Wali Kota Surabaya yang Dikabarkan ODP

Untuk warna oranye berada di level tiga. Di level ini, wilayah yang dilabeli oranye memiliki risiko penyebaran tinggi dan potensi penyebaran virus tak terkendali.

Terakhir yakni warna merah, berarti level empat atau risiko tinggi memiliki penjelasan penyebaran virus tak terkendali.

"Sedangkan warna merah tua (pekat) dan hitam, tidak ada dalam tahapan protokol tersebut. Jadi, pemkot tidak pernah mengurusi yang namanya (pelabelan) warna-warna itu," kata Fikser, Kamis (4/6/2020).

Baca juga: Pasar Tradisional Surabaya Ditata Ulang untuk Cegah Penyebaran Covid-19, Ini Penampakannya

"Jadi di sini sangat jelas, seperti warna merah itu kriterianya seperti apa," ujar Fikser.

"Kalau ada yang menyebut label warna merah pekat, dia itu punya level kriterianya seperti apa? Jadi, biarkan pemkot bekerja untuk mengurus warga Surabaya," kata Fikser.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga angkat suara menanggapi penyebab virus corona di daerahnya begitu banyak.

Risma mengatakan bahwa banyak kasus virus corona di Surabaya karena banyaknya tes yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya.

Baca juga: 20 Tenaga Medis RS Unair Surabaya yang Positif Covid-19 Dinyatakan Sembuh

"Jadi tadi saya sampaikan, begitu kami punya alat maka pasien yang masuk ODR (orang dalam risiko), OTG (orang tanpa gejala), ODP (orang dalam pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan) langsung kita tes semua."

"Kalau kita delay satu minggu, maka dia bisa menular meskipun sudah dikarantina, menular di keluarganya," jelas Risma.

"Mungkin dulu hanya satu di keluarga itu, tapi kemudian karena dia satu rumah tidak dipisahkan, karena kita tidak punya alatnya bahwa dia memang positif, dia kita isolasi karena masuk di kelompok tadi."

"Nah, begitu kita tes, maka kemudian yang kita isolasi menjadi confirm, menjadi positif."

"Nah ,itulah yang tadi saya sampaikan kenapa menjadi besar," jelasnya.

Baca juga: Risma Buat Laboratorium Tes Swab karena Tak Bisa Selamanya Gunakan Mobil PCR dari BNPB dan BIN

Marah gara-gara mobil PCR

Wali Kota Surabaya Tri RismahariniKOMPAS.com/GHINAN SALMAN Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini
Beberapa hari sebelum kejadian tersebut, Wali Kota Surabaya, Risma juga sempat marah saat dua mobil PCR bantuan dari BNPB yang diklaim Risma untuk Surabaya, dialihkan ke daerah lain oleh Gugur Tugas percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com