Oleh pihak Rumah Sakit Bhayangkara Makassar, Nurhayani akan dimakamkan di pemakaman Macanda.
Tempat tersebut merupakan makam yang khusus diperuntukkan bagi pasien Covid-19.
Lantaran yakin istrinya tak terinfeksi, Ryadi dan anak-anaknya menolak keputusan tim gugus dan rumah sakit perihal pemakaman istrinya.
Ryadi memohon dengan mencium sepatu tim gugus agar tim tak memakamkan istrinya di Macanda.
Ia juga tidur di bawah mobil jenazah yang akan mengangkut istrinya sebagai bentuk protes.
Bahkan anaknya sempat menaiki mobil ambulans yang akan membawa ibundanya ke pemakaman khusus Covid-19.
Usaha mereka tak berhasil. Bahkan aparat sempat hendak memborgol tangan Ryadi.
Tim juga tak mengizinkan keluarga menyaksikan prosesi pemakaman sang istri.
Amarah Ryadi memuncak ketika menerima hasil tes swab yang menyatakan istrinya negatif Covid-19.
Hasil itu diterimanya tanggal 22 Mei 2020 setelah sang istri dimakamkan di pemakaman khusus Covid-19.
Ia pun memutuskan untuk menggugat gugus tugas penanganan Covid-19.
Ryadi sekaligus akan memindahkan makam istrinya.
"Sekarang saya perjuangkan dan meminta jenazah istri saya untuk dikebumikan di pemakaman keluarga apapun resikonya. Kalau saya harus menuntut lewat hukum saya akan lakukan itu," kata dia.
Ia pun kecewa dengan status PDP yang begitu cepat disematkan oleh pihak rumah sakit pada istrinya.
Status itu membuat dirinya dikucilkan hingga bisnisnya tak berjalan lancar.