Menurutnya saat awal-awal Covid-19 sempat tidak jualan selama 12 hari. Saat puasa, pun Sudarmi juga memilih untuk tutup. Setelah hari raya Idul Fitri, Ibu berusia 63 tahun ini kembali berjualan gudeg.
Diakuinya, saat pandemi Covid-19 ini orang yang datang membeli gudeg hanyalah warga Yogyakarta. Sebelum pandemi Covid-19, pembelinya banyak orang dari luar daerah yang sedang berwisata di Yogyakarta.
Bahkan, turis mancanegara juga ada yang menjadi langganan gudegnya.
"Kalau dulu orang Jakarta, Surabaya, Kalimantan. Ada orang Australia yang nikah dengan orang sini (Yogya) beli (gudeg) dibawa ke sana (Australia), sudah beberapa kali," ungkapnya.
Baca juga: Agar Tak Tertular Covid-19, Bayi di RSIA Tambak Dipakaikan Face Shield
Sudarmi menceritakan dahulu ibunya yang berjualan gudeg. Kemudian Sudarmi meneruskan setelah ibunya meninggal dunia.
Awal-awal saat masih muda Sudarmi yang saat ini tinggal di Desa Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman ini berjualan gudeg dengan berkeliling naik sepeda.
Sudarmi menjajakan gudegnya berkeliling di daerah Klitren, Kota Yogyakarta.
Setelah itu, Sudarmi kemudian memilih setiap pagi untuk berjualan di depan sebuah toko di Jalan Urip Sumoharjo. Ia berjualan dengan dibantu suaminya, Sarijan (66).
"Sekitar tahun 1986 saya jualan di sini, tidak keliling lagi. Dulu agak pojok di sana, setelah gempa itu bergeser ke sini," katanya.
Baca juga: Solidarias Orang Tua Murid Home Schooling, Buat Face Shield untuk Tenaga Medis