Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mahasiswi Peneliti Orangutan Hope yang Tak Bisa Pulang karena Corona

Kompas.com - 27/05/2020, 14:55 WIB
Dewantoro,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Regina Septiarini Safri mahasiswi S2 Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia sudah 3 bulan tinggal di Medan, Sumatera Utara.

Regina atau yang disapa Rere awalnya ke Medan dalam rangka mencari data untuk melengkapi tesisnya.

Namun, semenjak virus corona menyebar di Indonesia, Rere tak bisa pulang ke Jakarta.

Kepada Kompas.com, Rere mengatakan bahwa tesisnya mengambil studi kasus tentang orangutan Hope di Subussalam, Aceh, yang mengalami luka tembak dengan 74 peluru di tubuhnya.

"Belum penelitian, tapi masih proses untuk data awal. Itu untuk dimasukin ke bab 1. Aku mengejar agar awal semester depan bisa seminar proposal tesis, kan harus 3 bab kelar," ujar Rere yang juga dikenal sebagai penulis buku Bofore Too Late - Sumatra Forest Expedition, saat ditemui Sabtu (23/5/2020).

Baca juga: Berkat Jejak Kaki, Pria yang Hilang 5 Hari di Hutan Berhasil Ditemukan

Tesis yang dibuat Rere seputar konflik satwa, khususnya orangutan dengan masyarakat.

Rere kemudian mencari data di lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Orangutan Information Centre (OIC) dan juga Sumatera Orangutan Conservation Programme (SOCP) di Medan.

Diberitahu orangtua soal Covid-19

Rere baru selesai mewawancarai Panut Hadisiswoyo dari Yayasan Orangutan Sumatera Lestari (YOSL) - OIC.

Saat itu, orangtuanya yang tinggal di Jawa Tengah memberitahunya bahwa sudah ada pemberitaan tentang 2 pasien Covid-19 pertama di Indonesia.

Ketika itu, Rere masih menumpang di rumah temannya bernama Hendra (Broetal), karena rencana awalnya hanya tinggal 2-3 hari di Medan.

"Terus Mamaku bilang ada yang positif, nanti saja deh ke Jakarta. Tapi waktu itu tak kebayang bakal nambah lagi seperti sekarang, hingga akhirnya ada kebijakan work from home (WFH). Akhirnya pekerjaan sehari-hari, kuliah online, maka ku putuskan untuk memperpanjang tinggal di Medan," kata Rere.

Baca juga: Kapal Yacht dari Australia Dibegal di Perairan Lampung

Orangtua Rere khawatir apabila dia kembali ke Jakarta, karena lebih besar potensi tertular virus corona.

Ditambah lagi dengan keluarnya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Rere akhirnya memilih untuk mengikuti instruksi pemerintah untuk tidak bepergian ke daerah lain.

"Aku juga menjaga orangtua yang usianya di atas 60 tahun. Orangtua kan lebih rentan. Aku merasa bertanggung jawab atas kesehatan orang di sekelilingku. Termasuk teman dan keluarga. Stay di Medan itu mungkin lebih baik," ujar dia.

Selama 3 bulan, Rere harus tinggal di kos dan menjalankan aktivitas sendiri.

Puasa dan Lebaran juga dijalani sendiri.

Sebenarnya, mumpung masih di Medan, Rere ingin bergerak mencari data lebih banyak.

Tapi di Medan pun dia tidak bisa jalan-jalan sesuka hati, karena kantor LSM juga menerapkan WFH.

"Mau ke Subussalam tak bisa juga, karena masuk ke Aceh kan pemeriksaan juga dobel-dobel," kata Rere.

Sedangkan untuk kuliah reguler secara online, menurut Rere, sejauh ini  masih cukup efektif.

Beradaptasi dengan lingkungan

Selama tinggal di Medan, Rere merasa tak begitu sulit beradaptasi dan menikmati segala keterbatasan di lingkungan yang baru.

Mulai dari makanan, pakaian hingga aktivitas belajar dibuat sederhana dan menyenangkan.

"Apa yang ada dipakai, sistemnya cuci pakai. Makanan, aku pilih masak sendiri. Aku tak mau stres atau sedih. Aku berusaha enjoy, kalau stres dan sedih takutnya berpengaruh pada imunku," kata Rere.

Begitu juga dengan buku-buku yang lebih banyak di Jakarta. Sebagai pengganti, dia mencari banyak bahan bacaan di internet.

Menurut Rere, orangtuanya sudah terbiasa ditinggal pergi dalam jangka waktu yang lama.

Hal itu pernah terjadi saat Rere mengerjakan buku tentang ekspedisi hutan Sumatera.

Saat itu, dia harus berminggu-minggu di dalam hutan dengan akses komunikasi yang terbatas.

"Aku berusaha menunjukkan ke orangtua bahwa I'm ok. Kalau mikir aduh Ma gimana ni puasa, Lebaran sebatang kara, pasti ortu juga akan kepikiran dan itu pengaruh ke imun. Makanya aku selalu menikmati segala keterbatasan dengan happy. Telepon, video call dengan ortu yang happy lah," kata Rere.

Pengalaman unik pun terjadi di sela waktu beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Rere mengatakan, dia sebenarnya sudah terbiasa dengan suara keras dan kencang khas orang Sumatera, karena kedua orangtuanya dari Padang, Sumatera Barat.

Namun dia memiliki pengalaman yang lucu ketika belanja di pasar. Celetukan orang di Medan sangat berbeda dengan di pasar di Jawa.

"Aku tanya, boleh enggak beli petai Rp 3.000? Mereka bilangnya, 'Enggak kau bawa otakmu Dek?' Aku wuih, gila. Kalau orang tidak tahu, beda ceritanya. Tapi mereka sampaikan itu pakai senyum, bercanda," kata Rere. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com