Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Daripada Sekarat di Jakarta, Saya Nekat Jalan Kaki ke Solo"

Kompas.com - 23/05/2020, 10:28 WIB
Pythag Kurniati

Editor

'Saya istirahat tidur di POM bensin'

Setelah gagal mudik dengan angkutan umum maupun mobil pinjaman, dia memilih jurus pamungkas, yaitu nekat berjalan kaki.

Usai salat Subuh, Sabtu, 11 Mei, Rio memutuskan meninggalkan Cibubur dengan berjalan kaki seorang diri.

"Saya memutuskan untuk pulang pakai apa yang diberikan Allah, yakni kedua kaki saya sebagai alat trapsortasi balik ke Solo," ungkapnya.

Meskipun hanya dengan berjalan kaki, Rio mengaku sangat menikmatinya.

Dia pun mengaku tetap berpuasa meski harus berpanas-panasan jalan kaki.

"Saya istirahat di tempat makan atau SPBU pada malam hari," katanya.

Pada hari pertama, dia berhasil menempuh perjalanan dari Cibubur hingga perbatasan Karawang-Pamanukan, Jawa Barat.

"Pada hari pertama itu saya sampai Jatisari di perbatasan Karawang dengan Pamanukan itu sekitar jam 02.00 WIB. Saya numpang istirahat di rest area truk Jatisari," ujarnya,

Rio kembali melanjutkan perjalanan hari kedua pada pukul 06.00 WIB dengan menyusuri jalanan dari Jatisari hingga Losari.

Namun selama perjalanan itu, rumah makan yang biasanya menjadi tempat pemberhentian bus pariwisata, tutup semua.

"Saya akhirnya istirahat di SPBU Losari karena rencana mau berhenti di rumah makan Kondang Roso pada malam hari, ternyata, semua rumah makan tempat pemberhentian bus wisata tutup, nggak ada yang buka," ungkapnya.

Baca juga: Kasus-kasus Warga Meninggal Mendadak Saat Pandemi, Masih Memegang Setir dan Usai Mudik dari Tangerang

'Saya bersandal jepit karena nyaman'

Saya memutuskan untuk pulang pakai apa yang diberikan Allah, yakni kedua kaki saya sebagai alat trapsortasi balik ke Solo, ungkapnya. (BBC News Indonesia/Fajar Shodiq) Saya memutuskan untuk pulang pakai apa yang diberikan Allah, yakni kedua kaki saya sebagai alat trapsortasi balik ke Solo, ungkapnya. (BBC News Indonesia/Fajar Shodiq)
Selama berjalan kaki menyusuri jalur Pantura (pantai utara pulau Jawa), Rio hanya berbekal dua tas, yakni tas gendong yang berisi pakaian dan tas selempang.

Sementara tas kresek yang digantungkan di depan berisi sepatu miliknya.

"Sepatu saya masukan kresek dan saya berjalan pakai sandal jepit ini karena lebih nyaman," kata Rio sambil menunjukkan sandal jepit berwarna kuning yang masih dipakainya.

Setiap hari dia mengaku bisa berjalan sekitar 100 kilometer dengan berjalan selama 12-14 jam.

Pengalaman yang menguras energi, ungkapnya, ketika melintasi jalur Karawang Timur sampai Tegal, lantaran pada jalur tersebut "hawanya begitu panas menyengat".

Tak pelak, kulitnya pun semakin terbakar. "Kulit saya menjadi hitam legam," Rio terkekeh.

"Cuaca mulai berangsur agak adem ketika memasuki Brebes dan Pekalongan," tambahnya.

Baca juga: Sederet Potret Kemiskinan di Tengah Pandemi, Tak Makan 2 Hari, Jual HP Rp 10.000, dan Nekat Mencuri

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com