KOMPAS.com - "Teman saya meninggal karena disiksa lalu disimpan sebulan di tempat pendingin ikan dan dibuang ke laut. Sementara, kami berempat tidak tahan dipukul, disiksa, akhirnya kami selamat dengan melompat dari kapal, 12 jam terombang-ambing di laut," demikian klaim Mashuri, seorang anak buah kapal (ABK) Indonesia.
Mashuri, yang bertutur kepada wartawan BBC News Indonesia, bekerja di kapal purse seine atau pukat cincin Fu Yuan Yu 1218 berbendera China.
Dia dan teman WNI lainnya mengaku mengalami apa yang dia sebut "perbudakan" selama enam bulan di atas kapal.
Baca juga: Petinggi Agensi Jadi Tersangka Kasus Pelarungan ABK Indonesia di Kapal Luqing Yuan Yu 623
ABK ini mengungkapkan, dirinya disalurkan oleh agen PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) yang berlokasi di Tegal, Jawa Tengah.
MTB adalah perusahaan sama yang menyalurkan Herdianto, ABK Indonesia yang meninggal dan dilarung di laut Somalia oleh kapal berbendera China bernama Luqing Yuan Yu 623.
Kepolisian Daerah Jawa Tengah menyatakan pada Selasa (19/5/2020) telah menetapkan MH dan S dari agen MTB sebagai tersangka. Keduanya berasal dari Tegal.
Baca juga: Polri Tetapkan 2 Tersangka dari Perusahaan yang Berangkatkan ABK WNI di Kapal Luqing Yuan Yu 623
BBC News Indonesia telah menghubungi pengurus MTB melalui telepon dan pesan singkat, tetapi hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari mereka.
Serikat Buruh Migran Indonesia mengatakan, perbudakan ABK Indonesia disebabkan oleh karut-marutnya tata kelola aturan perekrutan, pelatihan, dan penempatan pelaut perikanan Indonesia, sehingga menjamurnya agen-agen pengiriman "gadungan".
Baca juga: Dinasker Kota Tegal Temukan 8 Calon ABK yang Diduga Akan Dikirim ke Kapal Long Xing 629
Gratis, tidak ada biaya apa pun yang perlu dikeluarkan, bahkan mendapat bayaran dengan dollar Amerika. Ia pun tertarik, dan mendapatkan kontak pihak MTB.
Tamatan SMK ini tiba di Tegal pada 15 Agustus tahun lalu. Ia tinggal di penampungan para pencari kerja dari seluruh Indonesia yang disediakan MTB. Di angkatannya terdapat 20 orang.
Melewati beberapa hari dengan berdiam diri, akhirnya ia dan temannya pergi ke Cirebon untuk mengikuti pelatihan dasar keselamatan dan mendapatkan buku pelaut.
Baca juga: Penelusuran Info Pelarungan ABK di Laut Somalia Ditangani Polda Jateng
Kemudian, mereka kembali ke penampungan tersebut, menunggu lebih dari satu bulan. Aktivitas mereka hanya makan dan tidur, tidak ada pelatihan dasar perikanan.
"Lalu buat paspor dua hari, tes kesehatan dan langsung berangkat ke Singapura. Dari PT aku ada 20 orang, banyak juga dari PT yang lain. Ada ratusan anak yang berangkat ke Singapura," katanya kepada wartawan BBC News Indonesia, Selasa (19/5/2020).
Ia dan empat WNI lainnya menuju laut di kawasan Timur Tengah untuk menangkap ikan pada September 2019.
Baca juga: 238 ABK Kapal Pesiar AIDA Dipulangkan ke Tanah Air
"Kami kepala dipukul, ditendang, disiksa. Tidur paling mentok cuma 3-4 jam."
"Teman kami ada yang sakit dan tidak dirawat, tapi masih disuruh kerja, akhirnya meninggal. Lalu disimpan di freezer (tempat pendingin ikan) selama satu bulan. Setelah itu dibuang ke tengah laut.
"Katanya pertama dibilang pakai bahasa isyarat mau dibawa ke Singapura, tapi ternyata dibuang. Kami lihat pakai mata kepala sendiri. Kami menangis, sujud-sujud jangan dibuang. Tapi, kaptennya marah-marah dan tetap membuang teman kami," demikian pengakuan ABK ini.
Baca juga: Kemlu Telusuri Informasi ABK WNI Dilarung di Laut Somalia