Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Obituari Didi Kempot: Tentang Rasa Perih

Kompas.com - 11/05/2020, 06:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Gek opo salah awakku iki
Kowe nganti tego blenjani janji
Opo mergo kahanan uripku iki
Mlarat bondo seje karo uripmu?


Bukan sakit fisik, atau kematian raga yang meremukkan, tapi Didi Kempot selama hidup bisa jadi sedang menitipkan ketakberdayaan orang-orang kecil, yang tak bisa meraih harapan-harapan.

Kalau menurut cerita, Didi Kempot menyukai merekam lagu-lagu barunya di studio-studio kecil di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Penyanyi campursari, Didi Kempot saat cek sound sebelum acara program Rosi di Kompas TV di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (1/8/2019).KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Penyanyi campursari, Didi Kempot saat cek sound sebelum acara program Rosi di Kompas TV di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Operatornya, jika tak ada order rekaman, memilih bertani. Selain tentunya kita tahu banyak informasi di media sosial bahwa Kempot, nama belakang yang sohor itu dari latar hidup susahnya dulu dalam Kelompok Pengamen Trotoar.

Dudu klambi anyar
Sing neng njero lemariku
Nanging bojo anyar
Sing mbok pamerke neng aku


Jika kita membaca cuplikan syair lagu ke-3 (terakhir), "Pamer Bojo" di atas, kegetiran disodorkan dengan sebuah strategi tuturan: ia membenturkan benda/objek mati dengan mengandaikan asosiasinya dengan makhluk hidup, dengan membayangkan akan kepemilikan paling berharga, sang kekasih hati digadaikan. Sebuah kisah tragik.

Sebenarnya, Didi Kempot bisa juga kita kaitkan dengan bagaimana ia menyentuh problem psikologi personal dengan cara lain. Yaitu menggambarkan nasib manusia yang acapkali ringkih pada rasa sakit.

Ia memintalnya dengan isyarat-isyarat gugatan yang diredam justru oleh dirinya sendiri. Sebagai sebentuk penerimaan, nerimo, khas kosa-kata orang Jawa.

Seorang psikiatris, Elizabeth Kubler Ross, dengan buku On Death and Dying, meneliti orang-orang dalam kondisi sekarat secara klinis, dengan memahami gejala-gejala seperti fase-fase tertentu.

Didi Kepot tampil di acara Kemendikbud yaitu Pekan Kebudayaan Nasional, Oktober 2019. Dok. Dokumentasi PKN 2019, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Didi Kepot tampil di acara Kemendikbud yaitu Pekan Kebudayaan Nasional, Oktober 2019.
Berawal dari sikap penolakan, kemudian abai pada kondisi kritis karena mengidap penyakit berat. Seterusnya marah, dengan misalnya menyalahkan sistem perawatan rumah sakit dan tiba pada fase separuh berharap akan sembuh atau sebaliknya menjadi depresi, karena memikirkan kondisi menyakitkan menjelang mati, yang akhirnya bermuara pada kepasrahan.

Kondisi terakhr semacam itu, adalah sebuah pencerahan spiritual dengan memeluk setiap kemungkinan apa pun yang menimpa.

Didi Kempot, dengan indah, mungkin ia dalam pengalaman merangkai sebuah lagu, boleh kita tafsirkan dengan yang lain, tragiknya rasa sakit entah disebabkan oleh apa saja itu, mengungkapkan fase-fase saling tindih yang disebut Elizabeth Kubler Ross pendakian pada titik terakhir, yakni: ikhlas.

Rasa perih itu berangsur-angsur ambyar seketika.

Kita tak akan pernah lagi mendengar syair-syair baru yang merana tak terperi dari almarhum. Yang pasti ada banyak generasi yang membawa rasa perih itu dengan cara Didi Kempot bersenandung dengan lagu-lagu Campursari yang lain.

Sugeng Tindak Mas Didi, umpamane njenengan wis mulyo (nang Swargo), lilo aku lilo(Bambang Asrini Widjanarko, Kurator Seni)


 

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com