KEMATIAN seniman pelantun lagu Campursari, Didi Kempot, melaburkan rasa perih personal pun komunal. Almarhum tak hanya milik orang Jawa.
Perasaan sejenis lumrah menyembul saat ini, jika mengingat, Didi Kempot mengungkap soal luka hati berlarat-larat.
Didi Kempot mendekatkan siapa saja, mewariskan kenangan cukup kuat dengan mudah. Sebab, lagu-lagunya punya cita rasa melodius nan mendayu, plus komposisi yang gampang dicerna.
Hampir tiap tema-tema lagunya mengaduk-aduk emosi, membuat “sakit tak terperi yang tak mati-mati’, dan secara sukarela pengagumnya malahan merayakan bepergian ke “kedalaman patah hati”.
Baca juga: Digalang, Petisi Pendirian Patung Didi Kempot di Stasiun Balapan Solo
Konser-konsernya tahun lalu mengguncang jagat media sosial, lalu menjadikannya mega bintang yang menghilangkan sama sekali kendala bahasa (Jawa).
Didi Kempot berulang kali membuat "remuk-hati", usai akhir 90-an tenar denga hits-nya "Stasiun Balapan", sekarang ia ditabalkan sebagai Sang Maharaja Patah Hati.
Maka, para milenial menangis-tertawa berjoget bersamanya. Menciptakan kehebohan di luar panggung dan di dalam panggung studio televisi.
Didi Kempot kemudian berpulang, purna sebagai manusia. Namun ia bisa jadi tak hanya mewariskan syair-syair pedih, tapi soal lain yang mengulik peristiwa-peristiwa komunal seperti kesakitan karena diingkari janji, tuntutan keadilan, atau malahan kesenjangan sosial.
Baca juga: Monumen Didi Kempot di Stasiun Balapan, Bermula Petisi hingga Wali Kota Surati Menteri..
Coba kita cermati lirik lagu Didi Kempot, utamanya 3 lagu paling fenomenal, beberapa cuplikan syair, yang pertama ini, lagu " Ambyar":
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan