Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabar Duka di Selembar Surat Berbahasa China...

Kompas.com - 10/05/2020, 08:09 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sepri (24) anak buah kapal (ABK) Kapal China Long Xing 629 asal Desa Serdang Menang, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan meninggal dunia saat bekerja pada 21 Desember 2019.

Keluarga mendapatkan kabar jika jenazah Sepri sudah dilarung ke laut.

Kabar duka tersebut diterima oleh keluarga Sepri secara resmi setelah mereka mendapatkan selembar surat berbahasa China.

Setelah diterjemahkan, surat tersebut menjelaskan jika Sepri sudah meninggal dunia dan jenazahnya di larung ke laut.

Baca juga: Kisah Pilu Keluarga ABK Kapal China, Jasad Anak Dilarung Tanpa Persetujuan, Tak Pernah Bisa Hubungi Putranya

Hal tersebut diceritakan Rita Andri Pratama, kakak perempuan Sepri kepada Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).

Menurut Rita, sebelum mendapatkan berita duka kematian sang adik, pihak perusahaan tempat Sepri bekerja menghubungi keluarga Sepri di Ogan Komering Ilir.

Saat itu pihak perusahaan meminta agar perwakilan keluarga Sepri datang ke kantor perusahaan yang ada di Pemalang, Jawa Tengah.

Pihak keluarga sempat tidak bersedia dan meminta informasi disampaikan melalui telepon.

Baca juga: Polri Periksa 14 ABK WNI Kapal Long Xin Terkait Pelarungan 3 Jenazah

Namun pihak perusahaan tetap bersikeras agar keluarga Sepri ke Pemalang dengan alasan informasi tersebut tidak etis disampaikan melalui telepon.

Rita bercerita pihak keluarga pun berangkat ke Pemalang, Jawa Tengah.

Saat bertemu dengan keluarga, pihak perusahaan menyampaikan jika Sepri telah meninggal dunia karena sakit saat bekerja di atas kapal.

Pihak perusahaan menyebut jika Sepri mengalami sesak napas dan tubuhnya bengkak. Perusahaan juga mengatakan Sepri telah mendapatkan perawatan kesehatan oleh tim medis di atas kapal.

Baca juga: BP2MI: Keluarga 2 dari 3 ABK yang Dilarung dari Kapal China Dapat Uang Santunan

“Menurut pihak perusahaan, meksi sudah diberi perawatan dan diinfus oleh tim media kapal ternyata nyawa Sepri tidak bisa diselamatkan,” kata Rita.

Pihak keluarga sempat mempertanyakan mengapa jenazah Sepri dilarung ke laut bukan dikirim ke Indonesia. Pihak perusahaan berdalih saat itu komunikasi susah.

Secara hati nurani, menurut Rita, pihak keluarga tidak bisa merima jenazah Sepri dilarung ke laut.

Baca juga: BP2MI Bentuk Tim Investigasi Selidiki Proses Penempatan ABK Kapal Long Xing

“Kami berharap masalah ini dapat diselesaikan oleh pemerintah setuntas-tuntasnya,” harap Rita.

Sementara itu dari data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Sepri diketahui bekerja di agen luar negeri Orient Commercial and Trade Company (Fiji) dan agen dalam negeri Karunia Bahari Samudera.

Baca juga: BP2MI Terima 389 Aduan dari ABK Sejak 2018, Terbanyak Gaji Tak Dibayar

Kabar duka dari Jakarta

Foto AriAMRIZA NURSATRIA HUTAGALUNG Foto Ari
Selain Sepri, salah satu ABK Kapal Long Xing 629 China yang meninggal dan jenazahnya dilarung adalah Ari (25).

Ari tinggal di Desa Serdang Menang, Kecamatan Sirah Pulau Padang, OKI. Ari dan Sepri adalah tetangga desa.

Ari sendiri baru bekerja di Kapal Long Xing 629 selama 14 bulan.

Juriah, ayah almarhum Ari bercerita ia mengetahui anaknya meninggal setelah ditelepon seseorang yang mengaku bos Ari di Jakarta.

Melalui telepon, bos Ari meminta agar Juriah segera ke Jakarta.

Baca juga: Keluarga Ari, ABK yang Jenazahnya Dilarung, Minta Kasus Kapal Long Xing Diusut Tuntas

”Yang kedua ada minta rekening dengan saya, ujung-ujungnya tiga hari kemudian menyuruh saya ke Jakarta, (ternyata) anak saya meninggal,” kata Juriah.

Sang ayah bercerita, anaknya bekerja menjadi TKI di China setelah diajak seseorang asal desa mereka yang tinggal di Jawa.

Saat itu ada enam orang yang menerima tawaran pekerjaan tersebut. Salah satunya adalah Ari dan sahabatnya yang bernama Jefri.

Saat minta izin bekerja, Ari berkata ke orangtuanya untuk membantu meringankan beban keluarga.

Baca juga: Keluarga Sepri, ABK yang Mayatnya Dilarung ke Laut, Dapat Kabar Duka hanya dari Selembar Surat

Selama bekerja 14 bulan di kapal tersebut, Ari baru sekali mengirim uang yakni sebesar Rp 10 juta.

Namun selama bekerja, Ari tak pernah menghubungi keluarganya. Demikian juga sebaliknya. Pihak keluarga tak bisa menghubungi Ari.

"Tidak pernah menelepon dan kami juga tidak bisa menelepon pak," jelas Juriah sembari tertunduk.

“Kami tidak senang pak, kami minta kasusnya diusut,” tuntut Juriah.

Baca juga: Eksploitasi ABK Indonesia, Cerita Lama yang Terus Berulang

2 dari 3 ABK dapat uang santunan

Ilustrasi kapal barang.SHUTTERSTOCK Ilustrasi kapal barang.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia ( BP2MI) Benny Ramdhani mengatakan, keluarga dua dari tiga ABK yang dilarung dari Kapal ikan China Long Xin 629 telah mendapatkan santunan dari perusahaan penyalur.

Benny menyebut keluarga ABK Sepri mendapatkan uang santunan sebesar Rp 50 juta dari agen penyalurnya di dalam negeri.

Sedangkan ABK Ari belum mendapat santunan karena masih dalam proses pengembangan kasus oleh Kementerian Luar Negeri.

"Perkembangan informasi saat ini tengah dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan perwakilan dan Kementerian Luar Negeri terkait dengan data dan penanganannya," ucap Benny dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/5/2020).

Baca juga: Periksa ABK di Kapal China, Penyidik Polri Tak Tunggu Karantina 14 Hari Selesai

Sementara keluarga ABK Muhammad Alfatah telah mendapatkan santunan Rp 10 juta dari PT Alfira Perdana Jaya.

"PT Alfira Perdana Jaya telah memberikan uang kerohiman sebesar RP 10 juta dan akan membantu mengkoordinasi terkait hak-haknya," kata Benny

Benny menjelaskan, BP2MI juga telah memfasilitasi pengajuan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan Muhammad Alfatah yang sudah cair pada 8 Mei sebesar Rp 85 juta.

"PT Alfira Perdana Jaya, Kementerian Luar Negari dan BP3TKI Makassar telah mengunjungi keluarga pada 22 Januari 2020 serta menginformasikan terkait pelarungan sekaligus mengenai hak-hak almarhum," ujar dia.

Baca juga: Derita ABK Indonesia di Kapal Asing, Jam Kerja Tak Manusiawi

Benny juga mengatakan BP2MI telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki proses penempatan anak buah kapal ( ABK) yang diduga mengalami eksploitasi saat bekerja di kapal ikan berbendera China Long Xing 629, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, sejak tahun 2018 hingga 6 Mei 2020, pihaknya telah menerima 389 pengaduan mengenai berbagai macam permasalahan yang dialami ABK asal Indonesia.

Ada lima jenis pengaduan oleh ABK. Pengaduan yang terbanyak adalah tentang gaji tidak dibayar sebanyak 164 kasus dan meninggal dunia di negara tujuan 47 kasus.

Baca juga: Terjebak di Kapal Pesiar Saat Pandemi Covid-19, ABK Minta Dipulangkan

Kemudian disusul kecelakaan 46 kasus, ingin dipulangkan 23 kasus, dan penahanan paspor atau dokumen lainnya oleh P3MI atau manning agency 18 kasus.

Sedangkan pengaduan terbanyak dibuat para ABK Indonesia dengan penempatan Taiwan 20 kasus, Korea Selatan 42 kasus, Peru 30 kasus, Tiongkok 23 kasus, dan Afrika Selatan 16 kasus.

"Dari total 389 kasus yang masuk ke BP2MI, sebanyak 213 kasus telah selesai ditangani 54,8 persen dan 176 kasus masih dalam proses penyelesaian," ujar dia.

Baca juga: Tim Pengacara Serahkan Dokumen Perjanjian Kerja Milik ABK Indonesia di Kapal Long Xing ke Polisi

Polisi periksa 14 ABK WNI Kapal Long Xin

Pemeriksaan salah seorang ABK Kapal Lon Xin di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus, Jakarta Timur, Sabtu (9/5/2020). Pemeriksaan dilakukan terkait pelarungan jenazah dan dugaan eksploitasi. Dokumentasi Bareskrim Polri Pemeriksaan salah seorang ABK Kapal Lon Xin di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus, Jakarta Timur, Sabtu (9/5/2020). Pemeriksaan dilakukan terkait pelarungan jenazah dan dugaan eksploitasi.
Sementara itu Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pol John W Hutagalung mengatakan, Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sedang memeriksa 14 anak buah kapal ( ABK) Indonesia Kapal Long Xin 629.

Ke-14 orang itu diperiksa sebagai saksi terkait pelarungan tiga jenazah ABK dan dugaan eksploitasi.

"Sampai dengan malam ini anggota saya masih melaksanakan pemeriksaan 14 crew kapal di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus, masih berlangsung," kata John saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).

Baca juga: Menteri KKP Janjikan Lapangan Pekerjaan Baru untuk ABK RI dari Kapal China

Ia mengatakan para ABK tersebut dalam kondisi sehat dan sudah diisolasi selama 14 hari di Korea Selatan.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik akan memperjelas proses 14 ABK bisa bekerja di luar negeri.

Polisi juga menelusuri perusahaan penyalur dan bagaimana prosedur yang diterapkan.

Selain itu, Satgas juga mendalami kegiatan ABK selama bekerja di Kapal Long Xin 629 untuk menelusuri dugaan eksploitasi atau TPPO.

Baca juga: Amnesty Minta Penyebab Kematian ABK Indonesia di Kapal Long Xing 629 Diusut Tuntas

"Serta kesaksian mereka apakah terjadi eksploitasi/TPPO selama di kapal, misal terkait jam kerja, upah, ancaman, asuransi dan lain-lainnya," ucapnya

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi video pada Kamis (7/5/2020) menjelaskan peritiwa pelarungan tiga jenazah ABK Indonesia yang meningga di kapal ikan China.

Satu jenazah berinisial AR dilarungkan ke laut pada 31 Maret 2020 setelah dinyatakan meninggal dunia pada 27 Maret 2020.

Kemudian, dua jenazah lainnya meninggal dunia dan dilarung saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Amriza Nursatria, Sania Mashabi, Haryanti Puspa Sari | Editor: Aprillia Ika, Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com