Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LBH Yogyakarta Terima 30 Pengaduan Dugaan Kekerasan Seksual Alumnus UII

Kompas.com - 08/05/2020, 19:20 WIB
Wijaya Kusuma,
Khairina

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menerima pengaduan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh IM, alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

"Jumlah pengaduan yang kami terima ada 30. Sebenarnya lebih, tetapi yang sudah terverifikasi sebanyak 30, kita masih melakukan verifikasi," ujar Meila Nurul Fajriah selaku kuasa hukum korban dari LBH Yogyakarta saat dihubungi Kompas.com Jumat (08/05/2020).

Dikutip dari keterangan tertulis LBH Yogyakarta, pihak LBH awalnya mendapat mengaduan dari penyintas pada 20 April 2020.

Pascapengaduan pertama, beberapa penyintas lainya mulai berani. Mereka lantas membuat pengaduan ke LBH Yogyakarta.

Baca juga: Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak di Sulut Kebanyakan Orang Dekat

Pada tanggal 28 April 2020 pengaduan bertambah menjadi tiga. Akhir April, teman dari peyintas memberanikan diri untuk bersuara melalui media sosial.

Dari situlah, mulai pengaduan bertambah. Hingga 4 Mei, jumlah pengaduan berjumlah 30 orang.

Dijelaskannya, modus dan pola yang dilakukan oleh IM dalam melakukan tindakan kekerasan seksual bermacam-macam.

Modusnya antara lain, IM menghubungi peyintas melalui direct message (DM) Instagram. Kemudian, membalas story Instagram dengan nada candaan kemudian menanyakan terkait perkuliahan

Dari beberapa penyintas ada yang sampai berbalas pesan via chat. Tetapi, saat itu yang dibicarakan seputar perkuliahan.

Penyintas banyak yang meminta motovasi dan tips agar bisa mempunyai banyak berprestasi seperti IM.

Tetapi, kemudian IM melanjutkan obrolan dan menggiring ke beberapa pertanyaan yang bernuansa sensual, bahkan sampai pertanyaan yang menjurus ke hubungan seksual.

Selain chat, IM juga menggunakan modus video call.

Modus selanjutnya, menjual buku kepada para mahasiswa dengan cash on delivery (COD).

Tetapi, saat COD, IM tidak membawa buku tersebut. IM kemudian mengajak penyintas mengambil buku di kosnya.

"Modus yang terakhir adalah kekerasan fisik," ungkapnya.

Kekerasan seksual ini terjadi pada tahun 2016, ada pula yang mengaku terjadi pada tahun 2017, 2018, 2019 dan "terakhir" kali terjadi pada 11 April 2020.

Penyintas yang menjadi korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh IM mayoritas adalah juniornya satu kampus, satu komunitas, dan beberapa orang yang menjadi fans.

Sebab, IM banyak memberikan pesan motivasi mendapatkan beasiswa dan bisa sering mengikuti konferensi di luar negeri.

"Kami melihat, ada relasi kuasa yang kuat dan timpang dalam kasus ini," urainya.

Populer

IM menggunakan kepopulerannya dan dengan kepribadian dan tutur kata yang terlihat baik, berhasil membuat beberapa penyintas tidak berpikiran macam-macam saat mengenalnya.

Menurutnya, selain rasa takut yang dihadapi penyintas, keinginan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum juga bukan pilihan yang mudah.

Alur penanganan hukum yang berbelit-belit, ketakutan menghadapi aparat penegak hukum (APH) yang mungkin tidak akan mempercayai mereka.

Baca juga: Soraya Larasati Lapor Polisi Usai Jadi Korban Pelecehan Seksual

"Ketakutan akan pertanyaan-pertanyaan APH yang mungkin akan menyudutkan penyintas, serta sistem hukum Indonesia yang belum mengakomodir penanganan kasus kekerasan seksual," kata Meila.

Definisi kekerasan seksual saja tidak dikenal dalam istilah hukum Indonesia.

UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan, tidak secara spesifik mengatur tentang kekerasan seksual.

Beberapa pasal dalam KUHP juga sangat sulit untuk upaya pembuktiannya.

"Beberapa aturan hukum yang ada juga tidak berperspektif terhadap penyintas dan tidak mementingkan pada pemulihan korban," tuturnya.

Para penyintas setidaknya mengharapkan hal berikut:

- IM mengakui seluruh tindakan kekerasan seksualnya kepada publik dengan tidak menyebutkan nama penyintas.
- Tidak ada lagi institusi, komunitas, organisasi maupun sekelompok orang yang memberikan panggung bagi IM untuk menjadi penceramah, pemateri ataupun segala bentuk glorifikasi, termasuk di dalam Universitas Islam Indonesia.
- Universitas Islam Indonesia sebagai almamater dari mayoritas penyintas, harus membuat regulasi terkait pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus agar tidak terjadi lagi kasus-kasus yang serupa.

Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh IM ini mencuat setelah Aliansi UII Bergerak mendapatkan kronologis dari para peyintas.

Aliansi UII bergerak lantas membuat press rilis melalui daring.

Tanggapan UII

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid mengatakan, baru membaca infomasi yang beredar tersebut pada Selasa (28/4/2020).

"Saya lacak tidak pernah ada laporan resmi ke UII dan saya baca selebaran itu kemarin, betul-betul kemarin. Saya tidak pernah tahu sebelumnya," ucap Rektor UII, Fathul Wahid saat dihubungi Rabu (29/04/2020).

Menurutnya, selama menjadi Rektor UII tidak pernah ada laporan tersebut. Bahkan, ketika dilakukan pengecekan, tidak ada laporan ke UII.

Namun demikian, jika peristiwa itu benar terjadi, Fathul Wahid menegaskan UII tidak akan memberikan ruang sedikit pun terhadap praktik kekerasan seksual.

Baca juga: Marak Kasus Pelecehan Seksual di Tangsel, IPW Soroti Kinerja Polisi

Usai mendapatkan infomasi tersebut, lanjutnya, UII langsung melakukan langkah-langkah.

Pertama, dengan melakukan rapat pimpinan yang menyepakati beberapa hal.

"Salah satunya kami akan membantu korban, jika itu benar adanya," ujarnya.

Pihaknya sudah menghubungi LKBH Fakultas Hukum UII meminta bantuan untuk mendampingi korban jika ingin melaporkan ke aparat yang berwenang.

Selain itu, pihaknya juga siap memberikan pendampingan psikologis.

"Kita sekarang juga sedang membentuk tim untuk melakukan itu (penelusuran)," jelasnya.

Dijelaskannya, pihaknya tidak bisa memproses IM karena yang bersangkutan sudah lulus. IM sudah lulus dari UII empat tahun yang lalu.

"Sehingga kami mendorong korban untuk mengambil langkah hukum. Karena itu satu-satunya yang mungkin dilakukan untuk saat ini," ungkapnya.

Nantinya jika memang terbukti bersalah, maka UII tidak akan kontak dengan IM terkait acara-acara di kampus.

"Kalau terbukti, kita tidak akan kontak lagi dengan yang bersangkutan. Cuma ini kan baru sepihak dari aliansi. Artinya kan kalau dalam prespektif hukum harus tetap ada proses pembuktian, itu juga harus kita junjung juga," tegasnya.

Pendampingan korban

Ketua Tim Pendampingan Korban, Syarif Nurhidayat menambahkan, usai membaca selebaran daring yang dibuat oleh Aliansi UII Bergerak terkait dengan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IM, alumnus UII pihaknya melakukan pelacakan informasi termasuk pengaduan atau laporan resmi yang masuk.

Namun, dari pelacakan tersebut, pihaknya tidak menemukannya.

"Meski demikian, kami mengganggap serius isu ini. Posisi UII sangat tegas, tidak memberi ruang kepada tindakan pelecehan atau kekerasan seksual, kami membentuk tim untuk melakukan verifikasi terhadap tuduhan-tuduhan Aliansi UII Bergerak," ucap Ketua Tim Pendampingan Korban, Syarif Nurhidayat melalui keterangan tertulis Humas UII.

Pelacakan lanjutan menemukan ada dua psikolog UII yang dikontak oleh dua korban berbeda untuk mendapatkan pendampingan psikologis, pada sekitar Maret dan Juli 2018.

Pada saat itu fokus pada pendampingan psikologis korban dan korban tidak meminta pendampingan hukum.

Pada pertengahan April 2020, seorang korban lain menghubungi Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) UII, melalui salah satu psikolog.

"Tim psikolog dan DPK UII sedang merencanakan forum untuk mendalami keterangan dari korban. Pendampingan psikologis kepada korban juga masih berjalan," ungkapnya.

Baca juga: Marak Kasus Pelecehan Seksual di Tangsel, IPW Soroti Kinerja Polisi

UII menyediakan bantuan pendampinan psikologis kepada korban lain, jika ada, melalui layanan konseling mahasiswa di DPK UII.

Korban lain, jika ada, juga diharap melaporkan melalui formulir pengaduan daring di laman beh.uii.ac.id.

Pada 29 April 2020, UII sudah meminta LKBH Fakultas Hukum UII untuk memberi bantuan atau pendampingan hukum jika diperlukan korban.

"UII mendorong korban untuk membawa masalah ini ke ranah hukum, karena status IM sudah sebagai alumnus," ujarnya.

*Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta cabut gelar mahasiswa berprestasi IM.

Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengambil sikap terhadap kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh IM.

UII akan mencabut gelar mahasiswa berprestasi yang diberikan kepada IM pada 2015.

"Ini pesan kuat yang disampaikan oleh UII. Jangan main-main dengan pelecehan atau kekerasan seksual," ujar Kepala Bidang Humas UII Ratna Permata Sari.

Ratna menyampaikan sikap tersebut diambil oleh UII bukan tanpa pertimbangan dan bukti. UII telah mendapatkan bukti dan keterangan dari beberapa peyintas.

"UII sudah mendapatkan bukti dan keterangan dari beberapa penyintas. UII mengambil sikap tersebut dari bukti yang kami terima dari para penyintas. IM sudah membuat klarifikasi publik melalui IG pribadi sehingga sudah jelas sikap IM terhadap kasus ini," jelasnya.

Ketua Tim Pendamping Psikologis dan Bantuan Hukum UII, Syarif Nurhidayat menambahkan, UII menganggap serius kasus ini dan menindaklanjuti dengan membentuk tim pencari fakta dan tim untuk mendampingi korban atau penyintas secara psikologis.

"Kampus siap mendampingi para penyintas secara hukum, jika memang kasus ini kan di bawa ke ranah hukum. kita sudah siapkan tim dari LKBH UII dan juga bekerjasama dengan LBH Yogyakarta," jelasnya.

Polisi belum terima laporan

Sementara itu Polres Sleman belum menerima laporan korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh IM.

"Di Polres maupun di unit PPA belum ada laporan,biasanya itu masuknya ke unit PPA. Kalau ada laporan tentu kita akan usut dan proses," ucap Kanit PPA Polres Sleman Iptu Bowo Susilo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com