Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta Keluarga dan Balita Tinggal dan Tidur dalam Becak di Solo, Perantau dari Grobogan hingga Enggan Dipindahkan

Kompas.com - 07/05/2020, 07:37 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Keluarga asal Desa Asemrudung, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah merantau ke Solo, Jawa Tengah beberapa waktu silam.

Sang suami Dul Rohmat (30), istrinya Fatimah (33) dan anaknya berusia 13 bulan bernama Dafa sehari-hari tinggal dan tidur di becak sejak sebulan.

Mereka memilih hidup dengan cara menggelandang dan berpindah-pindah tempat di Solo dengan becak sewaannya.

Baca juga: Didatangi PMI Solo, Keluarga dengan Balita yang Tinggal di Becak Enggan Pindah

Mencari pekerjaan

ilustrasi becakKOMPAS.com/A. Faisol ilustrasi becak
Sang istri yang akrab disapa Imah mengemukakan, awalnya mereka jauh-jauh datang dari Grobogan ke Solo untuk mencari pekerjaan.

Sebab, kata Imah, di kampung halamannya, tak ada pekerjaan.

"Di sana tidak ada pekerjaan. Karena tempatnya pelosok untuk cari uang tidak bisa. Bisanya di sawah. Kalau tidak panen ya tidak bisa dapat penghasilan," kata dia.

Selain mengajak anak balita dan istrinya, Dul juga mengajak adiknya, Listiyowati (22).

Baca juga: Sepi Penumpang, Tukang Becak Yogya Kini Berburu Belalang untuk Bertahan Hidup

 

Tukang becak di Penang menunggu penumpang pada hari pertama lockdown di Malaysia, Rabu (18/3/2020). Pemerintah Malaysia mengumumkan keputusan melakukan lockdown selama dua pekan untuk memerangi virus corona.AFP/GOH CHAI HIN Tukang becak di Penang menunggu penumpang pada hari pertama lockdown di Malaysia, Rabu (18/3/2020). Pemerintah Malaysia mengumumkan keputusan melakukan lockdown selama dua pekan untuk memerangi virus corona.
Mengaku sewa indekos

Sejak awal berada di Solo, keluarga itu menyewa sebuah indekos di daerah Jagalan, Jebres.

Mereka mengatakan, membayar Rp 600.000,00 untuk kos.

Namun kemudian sang suami terkena dampak PHK di tempat kerjanya di sebuah proyek pembangunan akibat pandemi.

"Karena suami tidak kerja karena PHK ada virus corona tidak ada pengasilan. Uang sewa indekos juga tidak bisa bayar. Terpaksa sewa becak Rp 5.000 per hari untuk tidur di jalan," ungkap Imah.

Selama tinggal dan tidur di becak, mereka berteduh di tempat yang dilewati setiap hujan turun.

Pernah suaminya ditawari pekerjaan oleh orang lain, tetapi karena masih kondisi pandemi wabah corona, sampai kini kepastian kerja itu belum didapatkan.

Sementara untuk mencukupi kebutuhan hidup setiap hari, mereka mengandalkan bantuan warga.

Baca juga: Cerita Kakek Mail Tinggal di Becak Dua Bulan karena Pandemi Covid-19

Enggan dipindahkan

CEO PMI Solo Sumartono Hadinoto.KOMPAS.com/LABIB ZAMANI CEO PMI Solo Sumartono Hadinoto.
Namun rupanya, meski kondisi mereka tak menentu lantaran tidur dan tinggal di becak, pasangan itu enggan dipindahkan.

Palang Merah Indonesia (PMI) Solo telah menemui keluarga Dul Rohmat dan menawari tempat tinggal.

"Kita kasihan sama anaknya yang masih kecil. Mereka kita tawari tinggal di Griya PMI atau diantarkan pulang ke rumahnya di Purwodadi. Tapi tidak mau," kata CEO PMI Solo, Sumartono Hadinoto.

Padahal, mereka memiliki anak balita yang seharusnya mendapatkan tempat tinggal layak.

Keluarga itu kukuh tinggal dan tidur di becak karena merasa telah nyaman.

PMI memastikan telah menginformasikan hal tersebut ke Dinas Sosial.

"Sudah disampaikan ke Dinsos. Karena kami (PMI) kasihan anaknya kalau di becak terus," kata dia.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Solo, Labib Zamani | Editor : Khairina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com