"Karena titik berat lokomotif itu tepat diletakkan di tengah-tengah, cukup dengan dua orang saja maka lokomotif yang beratnya puluhan ton—bisa sampai 80 ton bahkan lebih— dapat diputar arahnya, berkebalikan arah," papar Dicky.
Baca juga: Dilarang Mudik, Hari Ini Perjalanan Kereta Api dari Surabaya ke Jakarta dan Bandung Dihentikan
Rekam jejak teknologi perkeretaapian berikutnya masih dapat disaksikan di Stasiun Lampegan, tiga stasiun dari Stasiun Sukabumi menuju Cianjur.
Teknologi itu berwujud terowongan kereta pertama di Hindia Belanda yang dibangun antara tahun 1879 hingga 1882.
"Terowongan ini sekarang terletak tepat di perbatasan Sukabumi dan Cianjur. Dulu lokasi ini adalah lokasi yang paling sulit pada saat pembangunan jalur kereta api dari Sukabumi menuju Cianjur.
"Mengapa sulit? Karena di tempat inilah mereka menemukan sebuah bukit yang mau tidak mau harus ditembus atau digali. Bebatuannya cukup keras sebagian, sebagian lagi batunya terlalu lunak. Sehingga ada yang digali dan ada juga yang dikupas. Dan menjadi sangat sulit karena mereka belum pernah sama sekali punya pengalaman untuk sebuah terowongan di Hindia Belanda," tutur Dicky.
Baca juga: Cara Batalkan Tiket Kereta Api Mudik Lebaran 2020, Ini Panduan Lengkapnya
"Tepat di daerah ini, ada Onderdeming Sibokor yang juga memproduksi teh dan kina. Pada saat mereka diminta untuk pembangunan terowongan ini pemiliknya menyetujui dengan satu syarat bahwa harus dibangun suatu stasiun atau halte saat itu yang berada di sini untuk membantu mereka mengangkut komoditas ke pelabuhan. Dan itulah cikal bakal stasiun Lampegan yang sekarang ada di mulut terowongan sisi Cianjur," papar Dicky.
Dicky, yang beberapa kali memandu rombongan pemerhati sejarah di jalur kereta Bogor-Cianjur, menilai keberadaan terowongan dan jalur kereta tersebut adalah sebuah pencapaian.
"Kesulitan kondisi alam saat itu dapat diatasi. Itu yang saya sebut engineering marvel."
Di samping predikatnya sebagai terowongan kereta pertama di Hindia Belanda, Lampegan punya latar belakang penamaan yang unik. Salah satu versi adalah kesalahan penyebutan.
Baca juga: Penumpang Dilarang Naik Kereta Api Jika Tak Pakai Masker, Tiket Dikembalikan Penuh
Kode teriakan dari petugas stasiun pada saat itu pada saat selesai menyalakan lampu adalah "lampen gaan".
"'Lampen gaan' dari kata Belanda yang artinya lampu sudah menyala, 'lights go on', kira-kira begitu. Kata-kata ini berulang terus setiap lokomotif masuk ke arah terowongan dan itu kemudian ditangkap oleh orang-orang lokal yang menyangka itu adalah seolah-olah nama dari terowongan ini. Sehingga sampai sekarang disebut dengan Lampegan," kata Dicky sembari tersenyum lebar.
Baca juga: 260.000-an Tiket Kereta Api Dibatalkan oleh Penumpang untuk Cegah Wabah Covid-19
-------------------
"Saat ini kita berada di Stasiun Cianjur, stasiun terakhir dalam kajian kami saat ini. Karena sesungguhnya jalur ini masih berlanjut terus sampai ke Padalarang, Cimahi, Bandung dan Cicalengka," ujar Dicky.
Hingga 1864, Cianjur sebenarnya adalah ibu kota Priangan. Jalur kereta api yang menyambungkan Cianjur hingga ke Batavia ini membuktikan bahwa Cianjur sempat memiliki peran penting di masa lalu.
"Priangan saat itu belum beribu kota di Bandung, tapi masih di Cianjur. Setelah sekian waktu pemerintah kolonial memindahkan ibu kota Priangan dari Cianjur ke Bandung. Tentu saja waktu itu ini mengurangi peran Cianjur sebagai sebuah kota dan sebagai bagian dari jalur kereta api," ujar Dicky.
Baca juga: 28 Kereta Api Jarak Jauh dari Gambir, Pasar Senen, dan Jakarta Kota Dibatalkan
Rute ini sekarang menjadi pengingat bagaimana pemerintah kolonial mengeruk hasil bumi Priangan, memeras keringatnya, dan menyisakan jejaknya.
Kita masih bisa menyaksikan warisan tersebut, sebelum semuanya musnah dilindas zaman.
Semua foto dilindungi hak cipta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.