Stasiun Bogor merupakan titik mula proyek pengerjaan rel kereta api di Priangan.
Stasiun ini awalnya dibangun oleh Nederlandsch Indische Spoorweg atau NIS, sebuah jawatan kereta api milik swasta era Hindia Belanda, untuk melayani perjalanan dari Batavia menuju Buitenzorg dan sebaliknya.
"Karena dianggap sukses, maka setelah pembukaan jalur dari Batavia ke Bogor pada tahun 1873 pemerintah kolonial saat itu meminta untuk dilanjutkan pembangunannya dari Buitenzorg atau Bogor ke arah Sukabumi, Cianjur, bahkan sampai ke Bandung," papar Dicky.
Baca juga: Mencuci Loko, Ritus Museum KA Ambarawa Sambut Libur Lebaran
Dalam membangun jalur pertama di Priangan dari mulai Bogor ke arah Sukabumi, NIS mengalami kendala finansial karena jalur tersebut melalui medan yang berbukit-bukit dan menyulitkan konstruksi.
"Jalur ini diapit oleh dua gunung yaitu Gunung Pangrango dan Gunung Salak. Tentu saja wilayah yang berbukit-bukit ini akan berdampak pada begitu beratnya konstruksi jalur kereta api di lapangan. Karena akan banyak jembatan yang harus dibangun dan jalurnya pun harus berkelok-kelok naik turun," kata Dicky.
Pengerjaan jalur Priangan lantas diambil alih Staatsspoorwegen, perusahaan milik Kerajaan Belanda, pada 1879.
Baca juga: Kereta Wisata Baru di Solo, Lokomotif Uap Kuno Berusia Hampir 1 Abad
"Dimulai pada tahun 1879 pembangunan diteruskan bahkan sampai ke Cianjur sampai ke Bandung sampai ke Cicalengka tahun 1884," papar Dicky.
"Jadi jalur kereta api pertama di Priangan bukanlah jalur yang kita kenal selama ini, yaitu jalur Batavia, Purwakarta, Cikampek sampai ke Bandung. Tapi justru dari Bogor ke Sukabumi, Cianjur, Cimahi dan Bandung," imbuhnya.
Saat membangun jalur kereta Priangan, SS memindahkan stasiun Bogor yang sempat dibangun NIS.
"Tahun 1879 pembangunan jalur ini dimulai sebetulnya bukan dari titik ini tapi agak ke utara sedikit. Di sanalah stasiun yang dibangun oleh NIS saat itu dari Batavia sampai ke Bogor. Namun saat dilanjutkan oleh SS, stasiun tersebut dipindahkan dari posisi semula ke sini tahun 1879, walaupun saat itu bangunannya belum semegah ini masih sederhana," papar Dicky.
Baca juga: KAI Operasikan Kembali Lokomotif Uap Kuno Buatan Jerman di Jawa Tengah
"Muncul pemikiran bahwa stasiun yang posisinya dekat sekali bahkan berhadap-hadapan dengan Paleis Buitenzorg atau Istana Bogor sekarang tentu juga akan melayani kebutuhan transportasi gubernur jenderal," ujar Dicky.
Saat itu, di seluruh Asia, hanya ada dua kawasan yang sudah menerapkan jalur kereta api yaitu India dan Hindia Belanda. Jalur kereta di India dibangun oleh pemerintah kolonial Inggris.
"Saat itu yang menjadi acuan bangunan fasilitas-fasilitas perkeretaapian adalah Inggris dan orang-orang Belanda saat itu berpikir kita setidaknya harus bisa menyamai stasiun-stasiun yang dibangun Inggris bahkan lebih megah dari stasiun yang dibangun oleh Inggris.
Baca juga: Setelah 36 Tahun, Akhirnya Lokomotif Pertama Tiba di Stasiun Garut...
Dicky lantas menunjukkan jejak kemegahan di Stasiun Bogor berupa fasad dengan ukiran pada kusen kayunya yang, menurutnya, sangat jarang ditemui di bangunan stasiun lain.
Kemudian terdapat sebuah ruang VIP di Stasiun Bogor yang diduga sebagai ruang tunggu gubernur jenderal Hindia Belanda. Di ruangan ini lantainya terbuat dari marmer dan dindingnya memiliki ukiran dari kayu jati.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kecelakaan Beruntun Kereta Api di Jepang, 160 Orang Tewas
Dalam menelusuri jalur kereta Bogor-Cianjur, PT KAI menyediakan dua kereta.
Kereta pertama adalah KA Pangrango, yang menempuh rute Stasiun Bogor Paledang menuju Stasiun Sukabumi.
Perjalanan kemudian diteruskan dengan menumpang KA Siliwangi, yang menempuh rute Stasiun Sukabumi hingga Stasiun Cianjur.
-----------------
Stasiun ini menjadi bukti bahwa fungsi jalur kereta api di era Hindia Belanda salah satunya adalah sebagai transportasi wisata.
"Stasiun ini stasiun kecil, biasa disebut halte. Stasiun ini berposisi dekat dengan sebuah tempat wisata tetirah orang-orang Belanda saat itu yang bernama Lido. Hanya mungkin sekitar 200 meter dari stasiun ini," kata Dicky.
Kawasan Danau Lido yang dapat dijangkau dengan mudah menggunakan kereta api membuat lokasi itu populer di antara orang-orang Belanda.
Jenis perkebunannya pun beragam, mulai dari perkebunan kopi hingga karet.
Salah satu perkebunan yang kondang di sekitar jalur ini adalah perkebunan tanaman gutta percha (getah perca) Cipetir.
Pabrik Cipetir, pengolah gutta percha, yang berusia lebih dari satu abad, masih berdiri dan merupakan 'satu-satunya di dunia'.
Lokasi itu dapat disinggahi dengan terlebih dahulu turun di Stasiun Cibadak.
---------------
Semua foto dilindungi hak cipta
Baca juga: Melihat Jejak Kereta Api dan Penjajahan Belanda di Tanah Priangan, dari Era Tanam Paksa (2)
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan