Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Guru Honorer di Tengah Wabah, Datangi Rumah Setiap Siswa hingga Jadi Penambal Ban

Kompas.com - 02/05/2020, 16:44 WIB
Iqbal Fahmi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

PURBALINGGA, KOMPAS.com- Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas kali ini benar-benar berbeda dari tahun sebelumnya.

Gelombang wabah virus corona (Covid-19) memaksa seluruh unsur pendidikan mulai dari hulu hingga hilir berubah dalam waktu yang relatif singkat.

Seruan belajar di rumah melalui pembelajaran daring faktanya tidak selalu berjalan ideal.

Peran guru dalam sistem pendidikan nasional terbukti masih sangat sentral.

Walhasil, eksistensi guru tidak serta-merta dapat digantikan oleh teknologi dan pendampingan wali murid semata.

Baca juga: Merayakan Hardiknas di Tengah Pandemi, Langkah Para Guru Demi Secercah Ilmu..

Pada momen Hardiknas, Minggu (2/5/2020), Kompas.com menyajikan potret perjuangan sejumlah guru honorer di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Potret kisah guru tersebut di antaranya ironi gaji guru honorer yang hanya Rp 450.000 per bulan, perjuangan kunjungan ke rumah siswa selama pandemi, hingga guru yang mencari tambahan penghasilan sebagai tukang tambal ban.

Sigit Pramugiono (37) guru honorer SD Negeri 1 Karagreja, Purbalingga, Jawa Tengah mengunjungi satu-persatu rumah siswanya selama belajar di rumah akibat pandemi Covid-19, Kamis (30/4/2020).KOMPAS.COM/Dok. FHPTK Sigit Pramugiono (37) guru honorer SD Negeri 1 Karagreja, Purbalingga, Jawa Tengah mengunjungi satu-persatu rumah siswanya selama belajar di rumah akibat pandemi Covid-19, Kamis (30/4/2020).

Datangi Setiap Rumah Siswa

Pagi buta, Sigit Pramugiono (37) sibuk berkemas di kamar tidurnya.

Sehimpun buku pegangan untuk mengajar dia tata dengan rapi di dalam tas. Selama pandemi, guru kelas 2 SD Negeri 1 Karangreja itu mengunjungi satu-persatu rumah siswanya.

“Saya rutin kunjungan setiap hari karena di desa tidak semua siswa punya fasilitas untuk pembelajaran online, dari 23 siswa yang pakai Whatsapp cuma 16 siswa, itu pun tidak semua aktif mengikuti pembelajaran,” katanya.

Sigit memulai kunjungan rutin setiap 09.00 WIB hingga 14.00 WIB.

Baca juga: Cerita Guru Saat Mengajar di Perbatasan Selama Pandemi Covid-19

Pembelajaran dilakukan secara berkelompok dengan siswa yang rumahnya berdekatan.

Namun bagi siswa yang rumahnya terpencar jauh, Sigit tidak segan untuk memberikan bimbingan secara privat.

“Saya memutuskan kunjungan kelompok ini juga karena permintaan wali murid, tidak semua wali murid itu telaten mengajari anak di rumah, terutama pelajaran tentang calistung (baca, tulis dan hitung),” ujarnya.

 

Meskipun bertatap muka secara langsung, tapi Sigit tetap mematuhi protokol kesehatan. Mulai dari menjaga jarak hingga memakai masker ketika proses pembelajaran.

“Pasti saya selingi dengan pengetahuan tentang virus corona, praktik bagaimana cuci tangan yang benar. Secara naluriah, anak-anak itu lebih aware (waspada) jika diajar oleh guru mereka daripada yang lain,” terangnya.

Bagi Sigit, profesi guru merupakan panggilan hati.

Meskipun sebagai guru honorer ber-SK bupati, gajinya hanya Rp 750.000 per bulan, hal itu bukan menjadi alasan bagi Sigit untuk berhenti mengajar.

“Gaji segitu untuk operasional mengajar setiap hari jelas tidak cukup, saya biasa cari penghasilan tambahan dari jualan online, pembawa acara pernikahan sampai bikin film pendek bareng teman,” ujarnya.

Meskipun ada inisiatif dari wali murid untuk swadaya mengumpulkan iuran sebagai kompensasi, tapi Sigit tak pernah mau menerima.

Bagi Sigit, apa yang dia lakukan saat ini merupakan kewajiban dan konsekuensi sebagai seorang pendidik.

“Saya sudah bertekad untuk menjadi pendidik, selagi saya sehat saya akan terus mengabdi, semangat saya sekarang hanya siswa-siswa, mereka kangen sama pak guru,” pungkasnya.

Nur hidayat (34), guru honorer di SD Negeri 1 Kabunderan, Purbalingga, Jawa Tengah berjualan es pisang hijau di Terminal Bobotsari selepas mengajar.KOMPAS.COM/MOHAMAD IQBAL FAHMI Nur hidayat (34), guru honorer di SD Negeri 1 Kabunderan, Purbalingga, Jawa Tengah berjualan es pisang hijau di Terminal Bobotsari selepas mengajar.

Nyambi Jual Es Keliling

Sudah jadi rahasia umum, kesejahteraan guru honorer di Indonesia masih jauh dari kata layak.

Sementara kewajiban mengajar menjadi rutinitas, kebutuhan hidup anak dan istri terus menjadi bayang-bayang.

Akibatnya tidak sedikit dari guru-guru muda ini memutar otak untuk mencari tambahan penghasilan di luar kegiatan belajar mengajar.

Semisal Nur hidayat (34), guru SD Negeri 1 Kabunderan, Kecamatan Karanganyar. Dia memilih berjualan pisang hijau sepulang sekolah.

“Sepulang sekolah sampai jam 17.00 saya biasa mangkal di terminal Bobotsari pakai sepeda motor yang dirombak dengan box pisang hijau,” katanya.

13 tahun sudah Nur mengabdi sebagai guru mata pelajaran olahraga.

Namun janji pengangkatan sebagai ASN serupa angin surga yang berlalu seiring bergantinya pemimpin.

“Mulai dari pemberkasan K-2 sampai program P3K tidak ada realisasinya, sekarang cuma berharap dari SK bupati, honornya Rp 750.000 per bulan, itu pun tidak setiap bulan cair, seringnya nunggu sampai berbulan-bulan,” keluhnya.

Meskipun lelah mendera setelah mengajar olahraga, Nur masih harus melanjutkan usaha dengan menggelar lapak sampai menjelang petang.

Dari berjualan pisang hijau, Nur bisa menambah uang belanja istri dan uang saku anak.

Namun pandemi covid tentu membuat penghasilan Nur merosot drastis.

“Saya sangat berharap pemerintah tidak abai dengan kondisi kami para guru honorer, bagaimanapun juga kami masih keluarga besar pemerintah, walau mungkin istilahnya keluarga tiri,” katanya.

 

Tambal Ban untuk Tambal Biaya Kebutuhan

Sistem pendidikan nasional tak akan dapat berjalan tanpa peran serta guru, baik yang berstatus sebagai PNS maupun honorer.

Meskipun beban kerja keduanya sama, tapi kesenjangan gaji mereka bagai bumi dengan langit.

Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, para guru honorer harus mencari penghasilan di luar mengajar.

Bambang (34), seorang guru honorer yang mengabdi di SD Palumbungan Kecamatan Karanganyar juga membuka usaha bengkel tambal ban di rumahnya.

Sejak 13 tahun lalu, Bambang melakoni keseharian sebagai guru olahraga.

Namun sampai hari ini, penghasilannya tak lebih dari separuh Upah Minimun Kabupaten (UMK) Purbalingga yang biasa diterima buruh pabrik setiap bulan.

“Dari gaji guru sebulan Rp 750.000, kalau dari bengkel ya  tergantung ramai atau tidaknya, rata-rata ya Rp 50 ribu per hari,” katanya.

Awal membuka bengkel, Bambang sama sekali tidak memiliki keahlian menambal ban. Namun karena perut yang lapar, dia nekat saja untuk memulai usaha tersebut.

“Penghasilan guru kalau sudah PNS memang lumayan, tapi kalau yang honorer ya seperti ini, padahal sudah mengabdi belasan tahun,” katanya.

 

Gaji Guru Honorer Mulai dari Rp 450.000

Kepala Dinas Pendidikan Purbalingga, Setiyadi mengungkapkan, secara status kepegawaian, guru honorer di Purbalingga dibedakan menjadi dua yakni guru ber-SK bupati dan guru non SK bupati.

“Kalau untuk yang memiliki SK bupati dapat honor Rp 650.000-800.000 per bulan, yang belum memiliki SK bupati Rp 300.000-450.000 per bulan, semua tergantung masa kerja,” katanya.

Saat ini Dinas Pendidikan masih membahas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler.

“Jadi nanti dana BOS dapat dialokasikan untuk honor guru non PNS, tapi masih kami bahas agar tidak tumpang tindih,” katanya.

Setiyadi menyebut, guru honorer yang berhak mendapat honor tambahan dari dana BOS ini harus terlebih dulu memiliki Nomor Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

“Tapi ternyata masih banyak guru honorer yang belum memiliki NUPTK, karena syaratnya harus punya SK, kami berencana untuk membuatkan SK Kepala Dinas bagi yang belum punya SK bupati,” terangnya.

Ketua Forum Honorer Pendidik dan Tenaga Pendidikan (FHPTK) Purbalingga, Abas Rosyadi menuturkan, di tengah kondisi wabah nasib guru honorer semakin terjepit.

Sejak kegiatan belajar mengajar dipindah ke rumah siswa, kegiatan operasional di sekolah pun berhenti.

Padahal tidak sedikit dari guru honorer yang mengharap pengahasilan tambahan dari kegiatan sekolah.

Abas sendiri mendata, ada sekitar 3.000 guru honorer di Purbalingga. Namun hanya sedikit dari jumlah itu yang memiliki status lebih dengan SK bupati.

“Saya dulu sempat punya SK bupati, tapi setelah ganti bupati SK saya tidak diperpanjang, saya sendiri masih bertanya-tanya atas kondisi itu,” jelasnya.

Dia berharap, di masa krisis seperti saat ini, pemerintah dan organisasi profesi PGRI dapat lebih memberi perhatian.

“Semoga ke depan ada kenaikan honor, dan untuk PGRI tolong lihat kami para GTT PTT,” ujarnya.

 

Berharap Jaring Pengaman dari PGRI

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Purbalingga pada awal April menerbitkan surat edaran Nomor: 003 /Um / JTE /1211 / XXII/2020 terkait penggalangan dana solidaritas Covid-19.

Dana yang terhimpun tersebut digabung dengan bantuan pemerintah daerah sehingga mencapai angka total Rp 178 juta.

Dana tersebut disalurkan dalam bentuk bantuan APD bagi tenaga medis dan pembagian paket sembako bagi 2.382 pedagang sekolah.

Kebijakan tersebut menimbulkan pro kontra di kalangan guru honorer. Pasalnya, guru honorer yang masih masuk dalam keluarga PGRI tersebut malah tidak tersentuh bantuan sama sekali.

“Gajah di pelupuk mata tidak terlihat semut diseberang lautan malah terlihat,” kata Ketua Forum Honorer Pendidik dan Tenaga Pendidikan (FHPTK) Purbalingga, Abas Rosyadi.

Ketua PGRI Purbalingga, Joko Sumarno ketika dikonfirmasi mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum memiliki rencana melakukan penggalangan dana serupa khusus untuk guru honorer.

“Untuk sementara kami masih fokus terhadap hak guru honorer agar selalu dipenuhi, tapi kalau untuk jaring sosial khusus guru honorer belum ada, ini masukan bagus untuk saya, nanti saya sampaikan ke anggota” jelas Joko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com