KOMPAS.com - Perangkat Desa Sepat, Kecamatan, menyulap rumah kosong yang diyakini berhantu menjadi lokasi bagi para pendatang yang tidak tertib saat jalani karantina mandiri.
Menurut aparat desa setempat, sudah ada tiga warganya yang menjajal suasana mistis di bekas gudang tas tersebut.
Sementara itu, ketiga warga yang sempat dua hari dikarantina, mengaku takut dan minta pulang.
Berikut ini fakta lengkapnya:
Menurut Kepala Desa Sepat, Mulyono, ada tiga warganya yang baru pulang dari Jakarta, Lampung dan Kalimantan.
Namun, saat diminta menjalani karantina mandiri selama 14 hari dirumah, petugas mendengar informasi jika ketiganya tidak tertib.
Setelah itu, petugas Covid-19 Desa Sepat terpaksa menjemput ketiga warga tersebut dan dibawa ke rumah hantu untuk karantina.
"Niat kita membuat rumah hantu ini adalah untuk karantina bagi pemudik yang bandel menjalani karantina mandiri di rumah," ungkap Mulyono.
Mulyono menjelaskan, rumah tua di Desa Sepat sudah 10 tahun tak dihuni.
Dari informasi yang diperoleh, rumah tersebut dulunya digunakan sebagai gudang tas.
Warga sekitar meyakini penuh dengan suasana mistis dan tak sedikit yang menganggap angker.
Sementara itu, dari penjelasan Mulyono, tiga warga sempat jalani karantina selama dua hari.
Mereka mengaku takut dan menangis saat merasa didatangi bayangan aneh di dalam rumah kosong tersebut.
"Dua hari mereka nangis-nangis terus. Tiap malam malam katanya didatangi dan dibayang-bayangi hantu di rumah hantu," kata Mulyono, saat dihubungi Kompas.com.
Setelah kejadian itu, orangtua para pemudik menemui Mulyono tiga kali memohon agar anaknya tersebut dapat menjalani karantina mandiri di rumah selama 14 hari.
Mulyono tidak begitu saja mengabulkan permohonan mareka. Akhirnya dengan petimbangan dan komitmen orangtua untuk mengawasi anak-anaknya karantina mandiri di rumah, ketiganya dilepaskan untuk menjalani karantina di rumah.
"Orangtuanya setuju untuk membantu dan mengawasi anaknya karantina mandiri di rumah akhirnya kita lepaskan dari rumah hantu," ujar dia.
(Penulis: Kontributor Solo, Labib Zamani | Editor: Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.