Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Kain Tenun Sengkang Khas Wajo, Ditenun dari Sutra oleh Ibu Rumah Tangga

Kompas.com - 17/04/2020, 06:37 WIB
Rachmawati

Editor

Sumber ,Kontan.co.id

KOMPAS.com - Kain tenun Sengkang berasal dari Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Sengkang adalah ibu kota Kabupaten Wajo yang berjarak sekitar 190 kilometer dari Kota Makassar.

Wajo berbatasan langsung dengan Teluk Bonepunya. Daerah ini memiliki industri tenun sutera, mulai dari hulu hingga hilir. Dari petani ulat sutera hingga perajin tenun sutera.

Di Sengkang, tepatnya di Desa Pakanna, Kecamatan Tanasitolo dikenal sebagai kampung penenun.

Baca juga: Lestarikan Tenun Rongkong, Bupati Luwu Utara Raih Penghargaan

Tak heran jika berkunjung di Desa Pakanna Sengkang, pengunjung disambung dengan dengan sura khas alat tenun.

Berdetak-detak begitu keras.

Kain tenun ini lah yang dikenal dengan nama kain tenun Sengkang yang menjadi salah satu buah tangan jika berkunjung ke Provinsi Sulawesi Selatan.

Dilansir dari Kontan.id, Kain tenun Sengkang ini memiliki motif yang khas antara lain cobo, makkalu, balo tettong, dan balo renni. Ada pula motif serupa ukiran Toraja dan aksara Bugis.

Baca juga: Mengenal Tenun Baduy yang Mendunia

Beraneka motif itu dirangkai benang sutera dengan warna menyala, seperti oranye dan kuning.

Tapi, tenun sengkang masih mengandalkan kelihaian tangan. Dari tenunan itu bisa lahir tiga macam tenun, yakni ikat, polos, dan variasi.

Tenun sutera polos tidak bermotif, hanya bermain di satu warna benang. Sedangkan  tenun ikat memakai dua hingga tiga warna benang yang disatukan. Sedangkan tenun variasi adalah perpaduan ikat dan polos.

Baca juga: Jangan Mencuci Kain Tenun dengan Deterjen, Ini Cara yang Tepat

Dikerjakan secara kolektif

Proses pembuatan kain tenun Sengkang (desi triana)

Tribun Timur Proses pembuatan kain tenun Sengkang (desi triana)
Di Desa Pakkanna untuk membuat kain tenan, biasanya masyarakatnya bekerja secara kolektif. Setiap kepala keluarga mengerjakan satu proses dari pembuatan sutra.

Contohnya keluarga A mengerjakan proses pemintalan benang, sementara keluarga B menferjakan pewarnaan benang dan keluarga C menenun kain.

Setiap keluarga melakukan tahapan-tahapan yang berbeda.

"Di sini macam-macam, misalnya ini proses pembuatan sutra, termasuk sarungnya itu kan melalui beberapa tahapan. Jadi selalu ada yang dipekerjakan, mulai dari menggulung benang, mewarnai, memintal. Dari situlah kegiatan sehari-hari mereka menjadi kebiasaan," kata Kepala Desa Pakkanna, Wikra Wardana dilansir dari Tribuntimur.com.

Baca juga: Antrean Haji di Wajo, Sulsel, Sudah Sampai 40 Tahun

Wikra mengatakan dahulu di Desa Pakkanna Sengkang ada kebun murbai untuk habitat ular sutra. Namun saat ini di kampung tersebut hanya mengolah bahan baku sutra.

Sedangkan untuk kebun murbai yang menjadi habitat ulat sutra ada di luar kampung.

"Di sini pengolahan bahan baku, ada yang benang dari sutra ada juga yang sintetis, memang di sini sudab dak ada kebun murbai. Dulu memang pernah ada," katanya.

Baca juga: Hindari Tertabrak Avanza, Kapolsek Wajo Makassar Tabrak Truk di Jalan Tol

Diwariskan secara turun temurun

Ilustrasi kainDok. Pixabay Ilustrasi kain
Tidak ada yang bisa melacak sejak kapan masyarakat Wajo mennggeluti aktivias menenun.

Menurut Ridwan salah satu pengusaha kain sutra di Desa Pakkanna Sengkang, ia pernah menanyakan sejarah pertama orang menenun di Kabupaten Wajo.

"Jawaban mama saat itu juga sama, pernah ditanyakan ke mamanya, nenekku dan jawabannya sama juga ternyata. Jadi artinya sudah lama sekali dan tidak terlacak," ungkapnya.

Walaupun alat tenun saat ini kian canggih. Namun masyarakat di Desa Pakkanna tetap menggunakan tenaga manusia.

Baca juga: Mengenal Tenun Tarutung, Tenun Terbaik dari Tapanuli Utara

Menuurt Ridwan, peralihan alat tenun dari manual ke alat tenun bukan mesin (ATBM) sendiri dimulai pada 1951.

Meski menggunakan alat tenan bukan mesin, Ridwan tetap menjaga keaslian motif dan corak khas kain sutra Sengkang.

Sedangkan penggunaan bahan baku sutra, tergantung ketersediaan karena tak banyak masyarakat yang beternak kokon sutra.

Baca juga: Mengapa Harga Kain Tenun NTT Sering Dipatok Tinggi?

Tapi Ridwan berharap dengan komitmen Pemerintah Provinisi Sulawesi Selatan untuk memperkuat persutraan lokal, kejayaan sutra Sengkang bisa kembali bersinar.

Untu harga kain sutra asli yang terbuat dari benang ulat sutra bisa mencapai jutaan rupiah per meternya, tergantung dari kerumitan motifnya.

Namun ada juga kain tenun sengkang dengan harga terjangkau. Tapi tentu saja kualitasnya tak sebanding dengan kain tenun yang terbuat dari sutra.

Baca juga: Mengenal Kain Tapis, Tenun Lampung yang Sudah Membudaya Ratusan Tahun

Penenun adalah ibu rumah tangga

Suasana gerai Silk of Sengkang di area lobby Four Points by Sheraton Makassar, Sabtu (9/11/2019).Tribun Timur Suasana gerai Silk of Sengkang di area lobby Four Points by Sheraton Makassar, Sabtu (9/11/2019).
Selain di Desa Pakanna, salah satu sentra pembuatan tenun Sengkang ada di Dusun Empagae, Desa Assorajang. Dua desa tersebut ada di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo

Di Dusun Empagae, Desa Assorajang hampir semuanya warganya ditiap rumah memproduksi kain tenun Sengkang.

Menariknya para penenun adalah ibu rumah tangga, Tradisi menenun itu diwariskan secara turun temurun oleh orangtua mereka.

Salah seorang penenun adalah Lina (30). Ia telah belajar menenun sejak masih SD.

Baca juga: Kecantikan Tenun di Balik Busana Kekinian

Dengan menggunakan alat tenun yang dirakit, Lina begitu lihai merapikan benang demi benang hingga menjadi kain tenun yang cantik.

Setiap harinya, ia bisa menenun sepanjang lima meter.

Jika sudah mencapai 150 meter, hasil tenun tersebut akan di pasarkan dengan harga Rp 30.000 per meternya.

Baca juga: Cerita dari Kain Tenun Wakatobi

Menurut Tokoh Masyarakat setempat, Muhammad Hamzah (38) pemasaran tenun sutera ini sudah ke luar daerah, seperti Jawa.

Tak hanya tenun Sengkang, tenun sutera juga di produksi di tempat ini.

Biasanya turis atau wisatawan yang singgah akan membeli sarung tenun sutera Sengkang ini sebagai buah tangan.

"Bisa dibilang sudah mata pencaharian ibu-ibu di di sini," jelasnya.

SUMBER: tribun-timur.com, Kontan.co.id

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com