Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Macan Tutul di Taman Safari Indonesia Mati karena Syok dan Dehidrasi

Kompas.com - 07/04/2020, 16:50 WIB
Budiyanto ,
Farid Assifa

Tim Redaksi

 

SUKABUMI, KOMPAS.com - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Barat mengumumkan hasil nekropsi (semacam otopsi pada manusia) anak macan tutul (Panthera pardus melas) yang mati saat penanganan tim medis di Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor, Sabtu (4/4/2020) malam.

Sebelumnya, satwa yang termasuk dalam 25 jenis satwa prioritas terancam punah ini terjebak dan diselamatkan sejumlah karyawan peternakan pembibitan ayam.

Peristiwa ini terjadi di Kampung Sudajayagirang, Desa Sukajaya, Kecamatan/Kabupaten Sukabumi, Jumat (3/4/2020) sekitar pukul 08:00 WIB.

''Hasil nekropsi menunjukkan bahwa penyebab kematian macan tutul jawa yang diberi nama Ujang ini adalah syok dan dehidrasi pasca-perforasi lambung,'' kata Kepala Sub Bagian Humas Balai Besar KSDA Jabar Halu Oleo dalam keterangan tertulis diterima Kompas.com, Selasa (7/4/2020).

Baca juga: Macan Tutul yang Terjebak di Peternakan Ayam Sukabumi Mati di Taman Safari Indonesia

Dia menjelaskan, kondisi syok dan dehidrasi memicu ketidakseimbangan elektrolit dan pH (keasaman) dalam tubuh, yang berdampak pada gangguan sirkulasi darah.

Hal ini mendorong penurunan fungsi organ tubuh dan berakhir pada kematian satwa. 

''Perforasi yang dialami oleh organ lambung satwa diduga dipicu oleh akumulasi dari benda asing di ruang lambung. Benda asing di dalam ruang lambung menciptakan hambatan atau obstruksi pada saluran pencernaan,'' jelas Halu.

Menurut dia, makanan tidak dapat masuk ke ruang usus halus. Hal ini menyebabkan kondisi malanutrisi atau gizi buruk pada satwa. Kondisi malanutrisi menciptakan pelemahan pada tubuh satwa. 

''Hal ini juga menjadi salah satu faktor kematian pada satwa,'' ujar Halu.

Halu menuturkan pelaksanaan nekropsi dilakukan sehari setelah anak macan tutul itu mati oleh dokter hewan di Rumah Sakit Satwa Taman Safari Indonesia.

Proses nekropsi disaksikan sejumlah petugas Balai Besar BKSDA Jawa Barat. 

Tubuh sangat kurus dan lemah

Dia menuturkan pada saat macan tutul jawa tiba di TSI Bogor, Sabtu (4/4/2020) pukul 17.00 WIB langsung diperiksa tim medis.

Hasil pemeriksaan macan tutul jawa yang berumur sekitar satu tahun (anakan) terlihat lemah, tidak bisa berdiri, tubuh sangat kurus, dehidrasi berat, dengan suhu tubuh 35,4 derajat celcius. 

''Namun demikian, pupil mata masih merespons terhadap cahaya, masih bisa mengangkat kepala, napas ritmis tetapi lemah,'' tutur Halu.

Dia melanjutkan, dokter hewan yang bertugas di TSI segera memberikan perawatan antara lain dengan melakukan rapid test infeksi virus dengan hasil negatif.

Lalu memberikan cairan infus, dan memberikan makan berupa potongan daging ayam.

Namun upaya-upaya penyelamatan yang telah dilakukan tidak berbuah manis. Pada pukul 21.30 WIB, anak macan tutul jawa mengalami kematian,'' ujar Halu.

Sebelumnya diberitakan, anak macan tutul (Panthera pardus melas) yang terjebak dan diselamatkan karyawan peternakan pembibitan ayam di Sukabumi, Jawa Barat, dikabarkan mati, Sabtu (4/4/2020) malam. 

Baca juga: Kisah Penyelamatan Anak Macan Tutul Terjebak di Peternakan Ayam, Kelaparan dan Gigit Sepatu Boots

Anak macan berjenis kelamin jantan yang masih berusia di bawah satu tahun ini mati dalam penanganan dan perawatan tim medis di Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor. 

"Ya, betul semalam mati,'' kata Kepala Bidang KSDA Wilayah I Bogor Lana Sari saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Minggu (5/4/2020) siang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com