Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Ritual Suku Rejang Menangkal Covid-19 dan Dampak Pertambangan

Kompas.com - 18/03/2020, 09:30 WIB
Firmansyah,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com - Asap tebal warna putih meliuk menari lalu pupus dibawa angin saat Ketua Adat Suku Rejang di Desa Lubuk Kembang, Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, M Adinsyah, menaburkan serpihan kemenyan di atas bara api, Selasa (17/3/2020).

Lapat-lapat doa kepada Tuhan dan penghormatan terhadap sejumlah leluhur, terdengar lirih keluar dari mulut Adinsyah menggunakan bahasa Rejang.

Selain puja-puji, terdengar pula sejumlah aduan terhadap kondisi kampung yang terancam akan wabah Covid-19.

Baca juga: Rumah Singgah di Bandung Produksi Hand Sanitizer, Begini Kisahnya

Ada juga keluhan soal aktivitas pertambangan yang mulai mengancam keberadaan Desa Lubuk Kembang.

Suku Rejang menyebut aktivitas itu sebagai Kedurei.

Kedurei adalah salah satu ritual adat Suku Rejang yang sakral.

Tujuannya untuk mewujudkan rasa syukur atas karunia yang Maha Kuasa dan memohon perlindungan dari wabah, termasuk virus corona.

Kedurei berlangsung cukup sederhana, dihadiri oleh sekitar 40 orang di tengah sawah yang belum ditanami.

Orang-orang tersebut dipimpin oleh ketua kutei atau ketua adat yang duduk setengah melingkar di atas terpal warna biru.

Di hadapan mereka terdapat ayam panggang, nasi kuning, air putih dan bubur tiga warna.

Bubur warna putih, hitam dan kuning.

"Pada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan doa. Pada para leluhur juga kami sampaikan saat ini kampung kita dalam ancaman, terdapat semacam wabah mengerikan menyerang Indonesia yakni Covid-19, peyakit ini menular serta mematikan," ujar Adinsyah sambil menaburkan kemenyan yang melahirkan asap tebal.

Baca juga: Mengapa Jaga Jarak Penting untuk Cegah Penyebaran Corona?

Masyarakat Adat Suku Rejang, Kutei Lubuk Kembang, Bengkulu gelar kedurei menolak wabah covid 19 dan tambangKOMPAS.COM/FIRMANSYAH Masyarakat Adat Suku Rejang, Kutei Lubuk Kembang, Bengkulu gelar kedurei menolak wabah covid 19 dan tambang
Selain itu, menurut Adinsyah, terdapat pula ancaman berupa tambang galian C yang akan merusak ratusan sawah dan fasilitas umum.

"Kami berjuang untuk menolak dan melawan, restui dan bantu kami," kata Adinsyah dalam Bahasa Rejang.

Saat Kedurei, warga juga mendengarkan pidato Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi yang disampaikan secara perwakilan terkait kekuatan masyarakat adat dalam melawan Covid-19.

Sejatinya, pidato akan disampaikan dalam Rakernas dan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN), serta ulang tahun ke-21 AMAN pada 17 Maret 2020 di Nusa Tenggara Timur.

Namun, acara tersebut dibatalkan karena wabah virus corona.

"Penyebaran Covid-19 yang sangat cepat telah direspons oleh pemerintah di berbagai tingkatan untuk membatasi aktivitas yang melibatkan banyak orang. Dalam situasi ini, ketersediaan pangan di wilayah adat yang merupakan lumbung pangan dan obat-obatan menjadi kunci bagi masyarakat adat untuk bertahan," kata Rukka.

Melawan tambang

Sunarta, salah seorang masyarakat adat Desa Lubuk Kembang menyebutkan, Kedurei itu dilakukan atas kecemasan warga akan Covid-19 dan ancaman tambang di kampung mereka.

Terdapat tambang galian C yang beroperasi di perbatasan desa sejak 2 bulan terakhir.

"Tambang memang tidak beroperasi di desa kami, tapi dampak tambang mengancam ratusan hektar sawah dan sejumlah fasilitas umum seperti sekolah. Ini menjadi kekhawatiran," sebut Sunarta.

Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) AMAN Bengkulu Deff Tri menyebutkan, aktivitas pertambangan mengangkangi kedaulatan wilayah adat setempat.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Rejang Lebong.

"Saat ini terdapat satu tambang galian C di perbatasan Desa Lubuk Kembang yang mengancam rusaknya ratusan hektar sawah dan sejumlah fasilitas umum desa," kata Deff Tri.

Sejauh ini, pertambangan sudah beroperasi.

Padahal, Komunitas Adat Kutei Lubuk Kembang sebagai pemilik sah wilayah tersebut mengaku tidak mendapatkan sosialisasi dan kesempatan untuk menolak atau menerima tambang tersebut.

Adapun, komunitas adat Kutei Lubuk Kembang adalah bagian dari Perda tersebut.

"Perda tersebut menegaskan, apapun aktivitas di sebuah wilayah adat harus mendapatkan izin dan restu dari komunitas masyarakat adat setempat," kata Deff.

Deff Tri meminta pada gubernur untuk segera mengevaluasi izin tambang galian C di wilayah adat Kutei Lubuk Kembang.

Kemudian, meminta kepada Kapolda Bengkulu untuk menghentikan laporan terhadap perangkat Desa Lubuk Kembang yang dilaporkan oleh pemilik tambang.

"Bila laporan ditindaklanjuti polisi, maka berpotensi kriminalisasi terhadap masyarakat adat Kutei Lubuk Kembang," ujar Deff.

Kedurei sudah dilangsungkan.

Doa telah dipanjatkan pada Tuhan. Begitu juga pesan telah diberikan secara simbolik pada leluhur.

Tak banyak harapan masyarakat. Mereka menginginkan kampung bersih dari wabah penyakit dan ancaman dampak pertambangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com