Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Impor Dihentikan, Harga Gula Pasir di Tasikmalaya Rp 18.000 Per Kg

Kompas.com - 13/03/2020, 12:39 WIB
Irwan Nugraha,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Harga gula pasir di Pasar Induk Cikurubuk Kota Tasikmalaya selama ini mulai mengalami kelangkaan dan dijual Rp 18.000 per kilogramnya.

Padahal harga eceran tertinggi (HET) salah satu bahan pokok itu hanya Rp 12.500 per kilogramnya.

Sebelum kran impor gula dihentikan akibat wabah corona belum lama ini, harga gula pasir di Tasikmalaya telah dijual diatas HET sekitar Rp 16.000 per kilogramnya.

Baca juga: Gula Pasir Mulai Langka di Kota Bandung, Harga di Pasar Tradisional Meroket

"Sekarang harga gula terus naik, karena stoknya sudah sulit sekali. Sebelum impor dihentikan pun pengiriman gula ke pasar ini agak sulit didapat dalam jumlah banyak," jelas Maman (56), salah seorang pedagang sembako di pasar tersebut, Jumat (13/3/2020) pagi.

Maman mengaku semenjak impor gula dihentikan, stok gula di para pedagang pasar masih relatif aman.

Namun, gula salah satu bahan pokok jumlah stoknya cepat habis karena salah satu bahan pokok yang digunakan masyarakat tiap harinya.

"Kalau gula kan tiap hari pasti ada yang beli. Sudah beberapa bulan ini dijual Rp 18.000. Tapi, kalau sebelumnya dijual diatas HET karena dari distributornya juga sudah mahal dan diatas HET. Kami pedagang kecil dari mana untungnya kalau begini," tambah Maman.

Baca juga: Investasi Bodong Senilai Rp 15,6 M Terbongkar, Berkedok Tawarkan Sembako dan Gula

 

Minta pejabat turun ke bawah

Maman dan pedagang sembako lainnya meminta kepada pemerintah untuk serius dalam menangani harga bahan pokok dengan melihat kondisional di bawah langsung.

Dirinya menilai, tim inflasi selama ini hanya bisa mengontrol dan mengklaim saja dengan hitungan angka-angka tanpa melihat fakta sebenarnya di lapangan.

"Selama ini kan hanya bilang angka-angka saja, inflasi sekian, alami kenaikan, alami penurunan tanpa melihat situasi sebenarnya. Paling juga datang ke pasar secara beramai-ramai. Tanpa melihat detail kondisi sebenarnya seperti apa," ujar dia.

Baca juga: Impor Ditutup Akibat Corona, Stok Gula Pasir Menipis di Jabar Jelang Ramadhan

Hal sama diungkapkan, Endang Jimal (46) pedagang sembako lainnya. Menurutnya, pedagang selama ini hanya mengambil keuntungan sewajarnya dengan mengikuti harga pembelian dari grosir dan distributor.

Pihaknya meminta pemerintaj jeli melihat langsung kondisional dari berbagai sisi mulai harga dari grosir, distributor sampai ke pedagang pengecer sepertinya.

"Jangan hanya bisa ngomong saja di media inflasi turun, harga stabil, nyatanya dari grosirnya yang langsung beli dari pabrik sudah mahal ke pedagang. Pedagang hanya sedikit ngambil keuntungan karena tahu ada HET tiap harga bahan pokok. Kami menjerit kalau begini terus," tambahnya.

Baca juga: Stok Gula Pasir Langka di Lampung, Pembelian Secara Eceran Dibatasi

 

Impor gula

Diberitakan sebelumnya, stok gula pasir di Jawa Barat mulai menipis. Penutupan keran impor akibat sebaran wabah corona jadi sebab utama kelangkaan tersebut.

Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat Mohamad Arifin Soedjayana, menipisnya stok gula pasir di Jabar turut dipicu adanya peningkatan permintaan.

Arifin telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan RI untuk menangani penipisan persediaan gula pasir tersebut.

Hasilnya, pemerintah akan membuka kembali keran impor gula pasir dan barangnya akan sampai pada akhir Maret 2020.

Baca juga: Penjual Menjerit, Sudah 3 Bulan Gula dalam Kemasan Hilang dari Pasar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com