Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Penggusuran Lahan Masyarakat Adat Pubabu, Ratusan Warga Demo di Kantor Gubernur NTT

Kompas.com - 10/03/2020, 08:36 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


KUPANG, KOMPAS.com - Ratusan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), menggelar aksi unjuk rasa di halaman kantor Gubernur NTT.

Warga yang didampingi mahasiswa, bergabung dalam Forum Perjuangan Rakyat (FPR) NTT.

Kedatangan warga dan mahasiswa itu, untuk bertemu dengan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.

Warga menolak penggusuran terhadap masyarakat adat Pubabu, Kecamatan Amanuban Selatan.

Baca juga: Cerita di Balik Perjuangan Ratusan Murid SD di Kupang Panjat Tembok 4 Meter agar Sampai ke Sekolah

Penggusuran lahan warga itu, dilakukan sepihak sehingga warga ingin bertemu dan berdialog dengan orang nomor satu di NTT itu.

Kordinator Aksi, Fadli A Neto mengatakan, warga menuntut pemerintah Propinsi NTT untuk mencabut sertifikat hak pakai Nomor 1 Tahun 2013 serta keputusan Menteri Kehutanan Nomor 138 Tahun 1996 atas lahan tanah masyarakat Pubabu.

Menurut Fadli, di NTT, skema menyelamatkan rakyat dari kemiskinan, gagal dilakukan oleh Pemprov NTT dibawah kepemimpinan, Viktor Laiskodat.

Dia menyebut pemprov melakukan perampasan yang dijalankan melalui kehutanan yaitu, kesatuan pengelola hutan (KPH).

Fadli menyebut, dengan masuknya suatu kawasan dalam KPH, maka akan dengan mudah dikonsesi pada para koorporasi besar seperti perkebunan dan pertambangan.

Salah satu KPH besar yaitu, KPH Mutis dengan mendominasi empat kabupaten di NTT.

Salah di antaranya, kata Fadli, Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan luas 66.000 hektare, dengan total luas yang berada di Kecamatan Amanuban Selatan seluas 2.599 hektar berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan nomor: 138/kpts-II/1996.

Selain monopoli agraria yang dilakukan oleh kehutanan, lanjut Fadli, monopoli juga dilakukan oleh Pemprov NTT dalam hal ini Dinas Peternakan NTT dengan total luas 37.800.000 m2 berdasarkan sertifikat hak pakai nomor: 00001/2013-BP.794953.

"Pendekatan represif yang dilakukan oleh Pemprov NTT dalam menggusur masyarakat adat Pubabu-Besipae, ketika pada 15 Februari 2020 lalu, Pemprov NTT mendatangi masyarakat adat Pubabu untuk melakukan sosialisasi," ungkap dia.

Dalam sosialisasi itu, masyarakat diminta untuk siap direlokasi dan tanah yang diberikan kepada pemerintah seluas 20x40 m2 bersertifikat.

"Kesepakatan yang dibuat itu tanpa persetujuan dari masyarakat adat Pubabu," tegas dia.Baca juga: 3 Siswa SMA di Kupang Jadi Tersangka Penganiayaan Gurunya hingga Babak Belur

"Sosialisasi itu adalah bagian dari intimidasi kepada masyarakat adat Pubabu dan sepihak sehingga masyarakat melakukan penolakan," sambung dia.

Fadli mengungkapkan, tindakan represif juga terjadi pada 17 Februari 2020.

Tim gabungan terdiri dari kepolisian, Brimob, satuan polisi pamong praja dan TNI, yang di dalam tim polisi, ada sniper, water canon dan Sabhara yang ikut dalam penggusuran terhadap tiga kepala keluarga masyarakat adat Pubabu.

Akibat penggusuran itu, kata dia, banyak anak-anak dan ibu-ibu mengalami depresi dan menangis ketakutan, bahkan ada yang pingsan.

Fadli mengatakan, perampasan itu juga didukung sebuah kampus di Kupang yang membangun pusat penelitian peternakan lahan kering di kawasan hutan adat Pubabu. 

Kehadiran kampus, kata dia, tidak memberi manfaat pada masyarakat.

Menurut Fadli, jika tuntutan warga tidak dipenuhi pemerintah, maka warga mengancam akan menggelar aksi massa dalam jumlah yang banyak.

"Kami akan datang lagi dalam jumlah yang lebih banyak, jika pemerintah tidak mengakomodir tuntutan ini," tegas dia.

Keinginan warga untuk bertemu Gubernur NTT tidak terwujud, lantaran sang gubernur sedang berada di luar daerah.

Menempati lahan pemprov

Warga hanya diterima oleh Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT Zeth Sony Libing.

Kepada sejumlah wartawan usai menerima pendemo, Sony menyebut, puluhan kepala keluarga itu menepati lahan milik Pemprov NTT seluas 3.700 hektare yang telah bersertifikat atas nama Pemprov NTT.

Baca juga: Siswa SD di Kupang Panjat Tembok agar Sampai ke Sekolah, Pemilik Lahan Janji Segera Bongkar

Sony menuturkan, pemerintah juga telah menyiapkan lahan relokasi bagi puluhan kepala keluarga tersebut seluas 800 meter persegi dan akan disertifikatkan, namun masyarakat menolak.

Ia menyebut, Frans Nabuasa sebagai pemilik tanah sesungguhnya pun telah membenarkan, kalau telah menyerahkan tanah tersebut kepada pemerintah provinsi NTT pada tahun 1982 tahun silam dan telah bersertifikat pada tahun 1983 atas nama pemerintah Provinsi NTT.

Sony menambahkan, lahan tanah tersebut akan diperuntukan bududaya ternak sapi.

"Intinya kami akan menyiapkan lahan bagi mereka, termasuk pembuatan sertifikat tanah bagi mereka," kata Sony.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com