Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halim Mahfudz

Dosen dan praktisi komunikasi strategis yang sekarang menjadi pengasuh pondok pesantren Seblak di Jombang, Jawa Timur.

Ketika Harlah NU Digelar di Wilayah Muhammadiyah

Kompas.com - 08/03/2020, 06:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


PERINGATAN Hari Lahir (Harlah), milad (Arab) atau anniversary (Inggris) punya arti penting bagi perjalanan organisasi.

Harlah menandai milestone, penanda perjalanan waktu, penanda eksistensi dan bisa jadi penanda wibawa diri organisasi.

Ini cerita ringan tentang Harlah.

Nahdlatul Ulama (NU) merencanakan peringatan harlah NU ke 94 tanggal 5 Maret lalu di Masjid Gede Kauman, Yogyakarta. nDilalah, masyarakat Kauman adalah mayoritas warga Muhammadiyah.

Harlah NU itu rencananya adalah sebuah gawe besar. Acara itu bisa jadi dihadiri ribuan orang apalagi mengundang pembicara yang sudah dikenal.

Nah, rencana gawe besar itu ternyata menarik perhatian dan menarik untuk menjadi bahan berita.

Maka berita pun berkembang seakan ada ketegangan terkait rencana harlah tersebut.

Setelah jalinan komunikasi timbal-balik setempat, gawe besar itu dipindahkan ke Universitas NU dengan baik-baik saja.

Dikabarkan sodok-sodokan

Yang menarik dari berita-berita itu adalah, dua organisasi Islam terbesar di negeri ini dikabarkan sodok-sodokan yang kemudian ditebar-luas.

Berita berkembang ketika ada penolakan lokasi pengajian.

Para pemangku mandat kedua organisasi sudah berusaha memberi penjelasan. Eh, malah, ada berita masing-masing anak muda organisasi dikabarkan saling bersiap.

Tidak jelas masing-masing bersiap untuk apa. Dan berita pun seakan dengan diam menunggu, siapa tahu terjadi peningkatan ketegangan.

Tapi syukurlah, berita pendek itu berakhir dengan baik.

Kita sering lupa bahwa kedua organisasi itu, Muhammadiyah dan NU, tumbuh dan berkembang berawal dari “kawah” yang sama, sekumpulan daerah sebelum lahirnya Indonesia.

Muhammadiyah dan NU lahir ketika negeri ini sedang membentuk diri menjadi sebuah negeri.

Keduanya lahir ketika tanah gemah ripah loh jinawi ini mengandung tua kelahiran sebuah negeri: Indonesia.

Para pemangku mandat di Muhammadiyah dan NU tentu paham sejarah organisasi ini. Sudah banyak buku ditulis tentang kedua organisasi, dan semuanya seia-sekata bahwa kedua organisasi ini erat terkait dengan sejarah masing-masing.

Dalam sejarahnya, seakan ada peran tangan yang menata bahwa kedua organisasi ini bergerak di tataran berbeda, satu di kalangan sudagar, berpendidikan modern, dan satu lagi berkiprah di kalangan masyarakat tradisional, ndeso, pesantren, sarungan yang agak jauh dari peredaran mainstream ekonomi.

KH Dahlan dan KH Asyari adalah teman dekat

Bahkan, pendiri kedua organisasi ini KH Dahlan dan KH Hasyim Asyari adalah teman dekat, bersahabat, berguru ke kiai yang sama Kiai Soleh Darat.

Cerita kedekatan dua tokoh pendiri Muhammadiyah dan NU diungkap lengkap dalam film “Jejak Langkah 2 Ulama.”

Tapi rupanya perjalanan waktu sekitar seratusan tahun dan perkembangan zaman agak mengaburkan cerita sejarah keakraban kedua organisasi dan ketulusan para pendiri kedua organisasi.

Bahkan pemberitaan yang gencar bisa juga mengalihkan perhatian dari keutuhan berkomunikasi.

Kekompakan kedua organisasi bisa saja tergerus jaman dan komunikasi tersedak oleh era komunikasi digital yang tanpa filter.

Kita kadang juga abai bahwa Islam mengajarkan cara tutur kata yang baik. Kita diajarkan jika kita berkunjung ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam.

Bagi kita, jika kita menerima ucapan salam, maka balaslah salam itu dengan sebaik-baiknya, karena salam adalah doa.

Balas membalas salam adalah saling mendoakan.

Sejarah kedua organisasi ini adalah sejarah perjuangan sejak sebelum negeri ini wujud.

Jadi perjalanan panjang itu tak perlu menyisihkan pertemanan kedua pendiri yang bersahabat dan berguru bareng.

Seorang ahli komunikasi James E. Grunig punya ungkapan menarik: “The way we communicate with others and with ourselves ultimately determines the quality of our lives.” 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com