Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Orang Tewas, Ini Kronologi Bentrokan Warga Adonara, Flores Timur

Kompas.com - 06/03/2020, 09:48 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Sebanyak enam warga Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), tewas usai bentrokan yang terjadi pada Kamis (5/3/2020) pagi.

Kapolres Flores Timur, AKBP Deny Abrahams mengatakan, bentrokan terjadi akibat sengketa tanah antara dua suku di Desa Sandosi.

Enam warga tewas itu yakni Moses Kopong Keda (80), Jak Masan Sanga (70), Yosep Ola Tokan (56), Seran Raden (56), Wilem Kewasa Ola (80), dan Yosep Helu Wua (80).

"Mereka yang meninggal ini tinggal satu desa," kata Deny saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/3/2020) malam.

Baca juga: Wakil Wali Kota Pangkal Pinang Kembali Menikah, Istrinya 22 Tahun Lebih Muda

Deny menjelaskan, Wilem Kewasa Ola dan Yosep Helu Wua, berasal dari suku Lamatokan.

Sedangkan Moses Kopong Keda, Jak Masan Sanga, Yosep Ola Tokan, dan Seran Raden, berasal dari Suku Kwaelaga.

Bentrokan antardua suku besar di Sandosi itu pecah karena masalah sengketa lahan di Kebun Wulen Wata di dekat Pantai Bani, Sandosi. 

Awalnya, dua warga suku tersebut menempati wilayah berbeda, Suku Lamatokan berada di Sandosi 2 dan Suku Kwaelaga di Sandosi I.

Dua wilayah itu kemudian digabung menjadi satu desa, yakni Desa Sandosi.

Deny mengatakan, aksi saling klaim lokasi sengketa di Kebun Wulen Wata itu telah berlangsung selama puluhan tahun.

Lahan sengketa itu selama ini digarap oleh empat suku, Suku Lamatokan, Suku Making, Suku Lewokeda, dan Suku Wuwur.

Tapi, Suku Kwaelaga kerap menebang tanaman di lahan sengketa itu. Tindakan itu dilakukan Suku Kwaelaga karena merasa wilayah itu milik mereka.

Baca juga: Polemik Masker Pasar Jaya: Dari Rp 300.000 Jadi Rp 125.000, Kok Masih Mahal?

Warga empat suku yang menggarap lahan itu tak pernah merespons tindakan itu. Mereka berupaya menempuh jalan damai dan melaporkan tindakan itu kepada pemerintah kecamatan dan Polsek Adonara.

"Permasalahan lahan ini sudah berlangsung sejak tahun 1980. Sudah berulang kali dimediasi oleh pemerintah daerah dan polisi, tetapi tidak ada titik temu," jelas Deny.

Namun, bentrokan antarsuku tak bisa dihindari pada Kamis (5/3/2020). Ketika itu, tujuh warga Suku Kwaelaga mengunjungi lokasi sengketa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com