Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Izin Amdal Dianggap Salah Satu Perda yang Menghambat Investasi

Kompas.com - 05/03/2020, 16:50 WIB
Putra Prima Perdana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Kementerian Koordinasi (Kemenko) Perekonomian mengungkapkan sejumlah peraturan daerah yang menghambat investasi sehingga perlu diselaraskan dengan peraturan pemerintah pusat dalam RUU Omnibus Law yang saat ini tengah digodok di DPR RI.

Staf Khusus Menko Perekonomian, Umar Juoro saat ditemui seusai diskusi terbuka bertajuk "Unpad Memberi Manfaat: Aspirasi Untuk Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja" di Graha Sanusi Hardjadinata, Kampus Universitas Padjadjaran, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Kamis (5/3/2020), mengatakan, hambatan itu di antaranya pungutan dari daerah untuk amdal.

"Yang sering dikeluhkan berdasarkan dari survei laporan seperti masalah pajak sudah ada (kebijakan pusat), kemudian ada lagi pungutan (di daerah). Pungutan itu bertentangan karena menyebabkan biaya jadi tinggi," kata Umar, Kamis siang.

Baca juga: Cekcok Saat Demo Omnibus Law RUU Cipta Kerja, 10 Buruh Ditangkap Polisi

Umar mengatakan, pungutan kepada pengusaha yang akan melakukan investasi di daerah seharusnya tidak perlu ada.

Sebab,  pemerintah pusat sudah memberikan keuntungan kepada pemerintah daerah lewat pemasukan dari pajak.

"Kalau kemudian pemerintah daerah harus dapat bagian, sudah ada mekanisme dalam alokasi belanja daerah dan juga ada dana alokasi khusus (DAK)," bebernya.

Peraturan di daerah lain yang dinilai menghambat investasi adalah soal izin amdal.

Menurut Umar, izin amdal seringkali digunakan pemerintah daerah untuk memperlambat proses investasi.

Untuk itu, lewat RUU  Omnibus Law, pengurusan izin amdal diharapkan bisa lebih mudah.

"Bukannya ingin menghilangkan amdal. Tetap ada amdal hanya disinkronisasikan. Jangan amdal dijadikan daerah membuat peraturan yang sebetulnya memperlambat proses itu (investasi)," bebernya.

Umar memastikan, saat ini RUU yang sudah dirancang eksekutif sudah diserahkan ke legislatif untuk selanjutnya dibahas.

"RUU sudah diberikan presiden ke DPR yang akan dibahas setelah reses," akunya.

Umar menambahkan, dalam Omnibus Law, banyak pihak yang mempermasalahkan terkait RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

"Paling banyak kiritik itu soal Ciptaker dan hubungan pemerintah daerah ke pusat," jelas dia.

Namun demikian, Umar memastikan bahwa RUU Omnibus Law belum final.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com