Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Abdullah Dapatkan Pengakuan Pemkab Buru sebagai Kades Jikumerasa, Diakui Pemprov dan DPRD Maluku

Kompas.com - 04/03/2020, 10:09 WIB
Dheri Agriesta

Editor

AMBON, KOMPAS.com - Abdullah Elwuar, kepala desa terpilih Jiukemerasa, Kecamatan Liliali, Kabupaten Buru, Maluku, tak kunjung dilantik meski telah 10 tahun terpilih sebagai kepala desa.

Abdullah pun telah berulang kali mengadu ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru. Tapi, tak ada jawaban pasti.

Ia malah mendapatkan perlakuan tak menyenangkan.

Meski nasibnya tak jelas, Abdullah tak pernah putus asa memperjuangkan hak politiknya dan pengakuan dari negara.

Baca juga: Kisah Abdullah, Kades Terpilih yang 10 Tahun Belum Dilantik, Cari Keadilan hingga Gubernur dan Bupati Berganti

Menurutnya, keadilan harus ditegakkan meski banyak rintangan menghadang.

“Saya ini benar-benar merasa sangat dizalimi, tapi demi kehormatan keluarga dan juga warga yang telah memilih saya, saya harus tetap berjuang karena bagi saya kebanaran dan keadilan tidak bisa dikalahkan,” kata Abdullah kepada Kompas.com Senin (2/3/2020).

Perjuangan Abdullah bermula ketika Bupati Buru saat itu Husni Hentihu menyatakan pemilihan kepala desa Jikumerasa tidak sah.

Abullah yang merasa dijegal membentuk tim yang melibatkan tokoh masyarat, adat, agama, dan pemuda di Desa Jikumerasa. Tim tersebut mengawal proses pelantikannya sebagai kepala desa terpilih.

Abdullah juga menemui bupati di kantornya. Tapi, bupati tetap menyatakan pemilihan kepala desa Jikumerasa tidak sah.

“Saat itu bupati dengan lantang menyatakan pemilihan tidak sah. Lalu waktu itu tim bertanya kepada Pak Bupati 'kalau pemilihan tidak sah tidak sahnya di mana? Lalu beliau menjawab 'ada kesahan pada BPD',” ujarnya.

Setelah pertemuan itu, Abdullah mengirimkan surat resmi kepada bupati buru mempertanyakan statusnya sebagai kepala desa terpilih.

Surat itu ditembuskan ke Gubernur Maluku yang saat itu masih dijabat Karel Albert Ralahalu.

Hasilnya, Pemprov Maluku menanggapi surat tersebut dan meminta hasil pemilihan kepala desa di Jikumerasa diselesaikan.

Namun, rekomendasi Pemprov Maluku diindahkan Pemkab Buru

Harapan segera dilantik mulai terbuka saat kepemimpinan di Kabupaten Buru beralih dari Husni Hentihu ke Ramli Umasugi pada 2012.

Saat itu, Abdullah berinisiatif menemui Bupati Ramli Umasugi membahas masalah itu. Tapi, bupati enggan menerima Abdullah yang berulang mencoba bertemu.

“Saya datang ke kantor sejak pagi jam 8, saya antre sampai jam kantor selesai, tapi saya tidak pernah diterima padahal orang lain diterima. Itu bukan sekali, tapi berulang kali,” katanya.

Tak kunjung dapat jawaban dari Pemkab Buru, Abdullah mengadu ke Komnas HAM perwakilan Maluku. Surat pertama dikirimkan ke Komnas HAM perwakilan Maluku pada 2015.

Komnas HAM membalas surat itu dan mengeluarkan rekomendasi agar Pemkab Buru segera menindaklanjuti hasil pemilihan kepala desa di Jikumerasa.

Tapi, Pemkab Buru bergeming.

“Dari Komnas HAM itu sudah tiga kali mengeluarkan rekomendasi ke Pemkab Buru. Suratnya itu meminta saya dilantik tapi sama saja tidak diindahkan, semua surat dari Komnas HAM masih saya simpan,” katanya.

Abdullah juga melaporkan nasibnya kepada Gubernur Maluku yang saat itu dijabat Said Assagaff pada 2015.

Surat itu dijawab Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua atas nama gubernur. Dalam surat itu, gubernur meminta Pemkab Buru menindaklanjuti hasil pemilihan kepala desa Jikumerasa.

Karena, berdasarkan kajian Biro Hukum Pemprov Maluku, proses pemilihan kepala desa Jikumerasa berjalan demokratis dan sesuai ketentuan.

“Tapi lagi-lagi permintaan Gubernur Maluku kala itu ditolak oleh Pemkab Buru. Kalau memang bupati bilang pemilihan kades itu tidak sah, jangan sampaikan secara lisan tapi buat dalam sebuah SK secara tertulis. Karena negara ini berdasarkan sistem pemerintahan bukan kerajaan,” ujarnya.

Setahun berselang, Abdullah mengirimkan surat ke Komisi A DPRD Maluku.

Surat itu berbalas kunjungan dari DPRD Maluku yang meminta penjelasan panitia pemilihan kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat.

Seluruh pihak yang terlibat mengaku proses pemilihan kepala desa telah sesuai ketentuan yang berlaku.

Komisi A kemudian mengundang Abdullah dan Pemkab Buru ke DPRD Maluku untuk membahas masalah tersebut. Pemkab Buru mengutus Kabag Hukum dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD).

Sedangkan Pemprov Maluku mengutus Biro Pemerintahan Desa.

“Dalam pertemuan tersebut keputusannya harus dilantik, tapi saya tidak tahu mengapa sampai sekarang saya tidak juga bisa dilantik. Jadi saya ini merasa sangat dizalimi,” ungkapnya.

Abdullah menilai keputusan Pemkab Buru yang tidak melantik dirinya sebagai kepala desa karena masalah politik.

"Ini mungkin karena masalah politik, dendam politik saya berpikirnya begitu,” ujarnya.

Menunggu Keputusan

Kuasa hukum Abdullah Elfuar, Wahyu Ingratubun mengakui kliennya telah menempuh sejumlah langkah, menyurati dan datang langsung ke Pemkab Buru.

Abdullah juga mendapatakan dukungan dari Komisi A DPRD, Komnas HAM, dan Pemprov Maluku.

Secara khusus ia juga telah menemui Bupati Buru terkait masalah tersebut.

Namun, Bupati Ramli Umasugi mengaku masalah tersebut harus ditelaah dulu oleh Kementerian Dalam Negeri.

“Padahal kan tidak perlu lagi ke Mendagri karena gubernur itu kan perpanjangan tangan pemerintah pusat. Gubernur telah mengeluarkan rekomendasi sehingga apa yang menjadi kebijakan gubernur harusnya ditindaklanjuti,” kata Wahyu.

Wahyu mengatakan, sejatinya kepala desa dilantik sebulan setelah terpilih, jika tak ada gugatan hukum dari pihak lain.

Tapi, 10 tahun berselang, kliennya tak juga dilantik.

Baca juga: Waspada Corona, ASN dan Pengunjung di Balai Kota Diperiksa Suhu Tubuh

Hal ini juga tak bisa digugat ke pengadilan. Karena, belum ada keputusan tertulis dari Pemkab Buru untuk membatalkan hasil pemilihan atau menyebut hasil pemilihan kepala desa Jikumerasa cacat.

“Kita mau ke PTUN dasarnya apa? Kalau sudah ada keputusan berarti kita punya dasar, tapi selama ini kan dia (Pemkab Buru) tidak mengeluarkan keputusan pembatalan. Jadi kami menganggap sebagai orang yang menang, jadi paling kita bersurat,” ungkapnya.

Wahyu berharap Pemkab Buru tak mengebiri hak politik dan demokrasi orang lain. Sebaiknya, kata dia, Pemkab Buru menindaklanjuti rekomendasi dari Pemprov Maluku, Komnas HAM, dan Komisi A DPRD Maluku.

“Harus ada keadilan untuk semua orang orang yang punya hak yang sudah terpilih sesuai aturan. Jadi harus dilantik karena itu hak demokrasi, itu perintah undang-undang harus dilantik tidak ada lasan lain. Jadi cara-cara menjegal hak orang itu harus ditiadakan negara kita ini sudah merdeka cukup lama, hak-hak orang itu harus dilindungi karena itu diatur undang-undang bukan orang–perorang,” jelas Wahyu.

Sebelumnya diberitakan, Abdullah terpilih saat pemilihan kepala desa yang berlangsung secara demokratis di desanya 10 tahun silam atau tepatnya pada 30 Juni 2010.

Namun, hingga saat ini ia belum juga dilantik sebagai kepala desa. 

Abdullah mencalonkan diri sebagai kepala desa di Jikumerasa pertama kali pada tahun 2005. Namun, saat itu ia gagal.

Ia kembali mencoba peruntungan pada 2010 dan terpilih. Saat itu, ada lima calon kepala desa yang maju dalam pilkades.

Semua calon telah meneken kesepakatan siap kalah dan menang di atas materai 6.000. Seluruh calon juga mengikuti proses pemberkasan di tingkat desa hingga uji kepatutan dan kelayakan di kabupaten.

Seluruh calon dinyatakan lolos dan mengikuti debat terbuka.

Setelah terpilih sebagai kepala desa, semua rival Abdullah ikut memberi selamat dan ikut menandatangani berita acara hasil penghitungan suara.

Proses pemilihan yang berjalan demokratis membuat tidak ada satu pun calon kepala desa yang melayangkan protes atas hasil tersebut.

Baca juga: Sepekan Kebanjiran, Warga Desa Buano Dapat Bantuan Makanan dan Dijanjikan Relokasi

Ia mengaku setelah berkas ampai ke kecamatan, camat langsung memproses dan mengesahkannya.

Berkas pun dikirim ke Pemkab Buru untuk diproes.

“Tapi saat berkasnya mulai proses di bidang pemerintahan, di situlah mulai terganjal. Pada waktu itu bupati Buru yang masih dijabat Husni Hentihu menyampaikan pemilihan tidak sah,” katanya.

(Penulis : Kontributor Ambon, Rahmat Rahman Patty, Editor : David Oliver Purba)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com