“Dari Komnas HAM itu sudah tiga kali mengeluarkan rekomendasi ke Pemkab Buru. Suratnya itu meminta saya dilantik tapi sama saja tidak diindahkan, semua surat dari Komnas HAM masih saya simpan,” katanya.
Abdullah juga melaporkan nasibnya kepada Gubernur Maluku yang saat itu dijabat Said Assagaff pada 2015.
Surat itu dijawab Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua atas nama gubernur. Dalam surat itu, gubernur meminta Pemkab Buru menindaklanjuti hasil pemilihan kepala desa Jikumerasa.
Karena, berdasarkan kajian Biro Hukum Pemprov Maluku, proses pemilihan kepala desa Jikumerasa berjalan demokratis dan sesuai ketentuan.
“Tapi lagi-lagi permintaan Gubernur Maluku kala itu ditolak oleh Pemkab Buru. Kalau memang bupati bilang pemilihan kades itu tidak sah, jangan sampaikan secara lisan tapi buat dalam sebuah SK secara tertulis. Karena negara ini berdasarkan sistem pemerintahan bukan kerajaan,” ujarnya.
Setahun berselang, Abdullah mengirimkan surat ke Komisi A DPRD Maluku.
Surat itu berbalas kunjungan dari DPRD Maluku yang meminta penjelasan panitia pemilihan kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat.
Seluruh pihak yang terlibat mengaku proses pemilihan kepala desa telah sesuai ketentuan yang berlaku.
Komisi A kemudian mengundang Abdullah dan Pemkab Buru ke DPRD Maluku untuk membahas masalah tersebut. Pemkab Buru mengutus Kabag Hukum dan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD).
Sedangkan Pemprov Maluku mengutus Biro Pemerintahan Desa.
“Dalam pertemuan tersebut keputusannya harus dilantik, tapi saya tidak tahu mengapa sampai sekarang saya tidak juga bisa dilantik. Jadi saya ini merasa sangat dizalimi,” ungkapnya.
Abdullah menilai keputusan Pemkab Buru yang tidak melantik dirinya sebagai kepala desa karena masalah politik.
"Ini mungkin karena masalah politik, dendam politik saya berpikirnya begitu,” ujarnya.
Menunggu Keputusan
Kuasa hukum Abdullah Elfuar, Wahyu Ingratubun mengakui kliennya telah menempuh sejumlah langkah, menyurati dan datang langsung ke Pemkab Buru.
Abdullah juga mendapatakan dukungan dari Komisi A DPRD, Komnas HAM, dan Pemprov Maluku.
Secara khusus ia juga telah menemui Bupati Buru terkait masalah tersebut.
Namun, Bupati Ramli Umasugi mengaku masalah tersebut harus ditelaah dulu oleh Kementerian Dalam Negeri.
“Padahal kan tidak perlu lagi ke Mendagri karena gubernur itu kan perpanjangan tangan pemerintah pusat. Gubernur telah mengeluarkan rekomendasi sehingga apa yang menjadi kebijakan gubernur harusnya ditindaklanjuti,” kata Wahyu.
Wahyu mengatakan, sejatinya kepala desa dilantik sebulan setelah terpilih, jika tak ada gugatan hukum dari pihak lain.