Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pilu Firmus Du, 5 Tahun Lumpuh dan Jadi Pemecah Batu untuk Nafkahi Keluarga

Kompas.com - 02/03/2020, 08:31 WIB
Nansianus Taris,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

ENDE, KOMPAS.com - Lima tahun telah berlalu sejak sebuah pohon kelapa menimpa pinggang Firmus Du (36) yang sedang bekerja, memotong batang kayu menjadi balok. Firmus lumpuh karena peristiwa itu.

Pria asal Lio Buto, Desa Detuwulu, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, NTT, itu tak pernah menyangka nasib buruk menimpanya saat bekerja.

Ketika asik memotong batang kayu menjadi balok, pohon kelapa yang berada di belakangnya tumbang dan menghantam punggung dan pinggangnya.

Saat itu, Firmus tak lagi merasakan pinggang dan kakinya.

"Jatuh langsung kena di saya punya punggung, saya sementara pegang chainsaw (mesin gergaji pemotong kayu)," kata Firmus kepada Kompas.com di rumahnya, Kamis (27/2/2020).

Baca juga: Pemkot Surabaya Tingkatkan Sosialisasi Virus Corona, Ini Alasannya

Firmus masih sadar saat pohon kelapa itu menimpanya. Ia langsung teringat istri dan anaknya. Ia panik, pinggang dan kakinya seolah tak berada di tempatnya.

Pria 36 tahun itu meraba pinggang dan kakinya, semua masih berada di situ. Ia mencoba berdiri, tapi tak bisa bergerak.

Usai insiden itu, Firmus dirawat di kampung istrinya, Bernadeta, di Kedoboro. Selama 10 bulan menjalani perawatan, kondisinya tak kunjung membaik.

Mereka pun mencari pengobatan lain di Kecamatan Maurole yang berjarak belasan kilometer dari Desa Detuwulu. Mereka memulai pengobatan itu sejak pertengahan Oktober 2015.

“Pohon kelapa itu tidak cukup kuat membunuh saya. Apalagi situasi ketiadaan uang. Lebih tidak berdaya lagi menggoyahkan kami sekeluarga,” kata Firmus dengan mata berkaca-kaca di atas kursi rodanya.

Firmus dan keluarga menyewa sebuah kamar indekos di Maurole. Kamar yang berukuran 3x4 meter itu berlantai pasir laut dan berdinding belahan bambu.

Saat itu mereka tidak memiliki pendapatan, kecuali kiriman uang orangtua Firmus dan keluarga Bernadeta. 

Untuk mendapatkan uang, Firmus dan istrinya mengumpulkan daun kelapa kering untuk dijadikan sapu lidi.

Firmus dan istri berbagi tugas. Sang istri mengumpulkan daun kelapa kering, sedangkan Firmus membersihkan dan membuat sapu lidi.

Foto : Firmus Du (36), seorang pria asal Lio Buto, Desa Detuwulu, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, NTT terbaring di atas kursi roda dan tenda tidur saat diwawancara Kompas.com, Kamis (27/2/2020).KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS Foto : Firmus Du (36), seorang pria asal Lio Buto, Desa Detuwulu, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende, NTT terbaring di atas kursi roda dan tenda tidur saat diwawancara Kompas.com, Kamis (27/2/2020).

Sapu itu dijual di kios-kios kecil Maurole seharga Rp 8.000 per ikat. Uang yang dihasilkan saat itu tak cukup menghidupi keluarga kecilnya.

“Cukup hanya untuk beli kopi dan gula," kata dia.

Daun kelapa itu didapatkan dari belas kasihan warga sekitar. Jika musim kelapa tiba, sang istri mendatangi pemilik kelapa dan meminta daunnya.

Warga sekitar mengerti dengan keadaan keluarga Firmus.

Selain membuat sapu lidi, Firmus dan istri juga memecah batu. Sang istri mendorong kursi roda Firmus menuju pantai yang berjarak sekitar 200 meter dari kos mereka setiap hari.

Sang istri membaringkan Firmus di sebuah bale-bale setinggi setengah meter yang telah berada di pinggir pantai. Dalam posisi telungkup, ia memecahkan batu sepanjang hari.

“Malam hari kan, ombak membawa batu-batu itu ke pinggir pantai. Pagi harinya istri saya mengumpulkan batu-batu itu dan saya bertugas memecahkannya. Kami kumpulkan saja dulu pecahan batunya, siapa tahu ada orang yang datang beli," ungkap Firmus.

Awalnya, hanya istri Firmus yang bekerja memecah batu di pantai. Bernadeta, melakukan hal itu setelah melihat tetangganya.

Suatu hari, melalui celah dinding kamar, Firmus melihat tangan istrinya berdarah terkena hantaman pemukul saat memecah batu.

"Saat itu air mata saya jatuh," ucap Firmus sambil mengusap air matanya. 

Keesokan harinya, Firmus meminta sang istri menggendongnya ke pinggir pantai dan membaringkannya di atas bale-bale bambu.

Saat itu, Firmus belum punya kursi roda.

"Sudah lima tahun saya alami patah pinggang. Selama lima tahun ini pula kami menggantungkan hidup pada uang hasil memecahkan batu dan membuat sapu lidi. Dari hasil jual sapu lidi dan batu, kami bisa beli beras untuk makan," tutur Firmus. 

Baca juga: [POPULER NUSANTARA] Viral Kakek Nikahi Gadis 30 Tahun | Pria di Mamuju Sebarkan Video Mesum Mantan Pacar

Firmus dan istrinya memiliki tiga anak, Olga (12), Jojon (8), dan Novia (6). Saat ini, Olga sedang bersekolah di sekolah dasar.

Karena keadaan ekonomi yang memburuk, Olga dan Novia dititipkan kepada keluarga besarnya di Detuwulu. Hanya Jojon yang tinggal bersama mereka.

“Mereka yang membuat kami selalu punya semangat hidup,” ujar Firmus yang diamini Bernadeta. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com