Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NUSANTARA] Suami Istri Meninggal Hampir Bersamaan | Restoran Rindu Alam Resmi Ditutup

Kompas.com - 27/02/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Suami istri di Balikpapan meninggal di waktu bersamaan pada Minggu (23/2/2020). Mereka meninggalkan 6 anak yang masih kecil.

Sang sulung masih duduk di kelas VI SD dan si bungsu masih berusia 1 bulan 7 hari. Sang ibu meninggal karena tensi darahnya tidak stabil setelah melahirkan. Sementarnya suaminya meninggal karena tensinya naik saat jenazah istrinya dimandikan.

Sementara di Bogor, Restoran Rindu Alam yang berdiri sejak 40 tahun di wilayah Puncak Bogor resmi ditutup.

Alasan penutupan restoran tersebut karena habis masa kontrak lahan. Restoran yang dibangun oleh Letnan Jendral TNI Ibrahim Adjie didirikan di lahan milik Pemprov Jawa Barat dan masa kontraknya habis tahun 2020.

Dua berita tersebut menjadi perhatian pembaca Kompas.com dan berikut lima berita populer nusantara selengkapnya.

1. Suami dan istri meninggal hampir bersamaan

Ratusan masyarakat hingga kepolisian berbondong-bondong mendatangi rumah duka yang terletak di RT 20, kelurahan Sepinggan Raya Kecamatan Balikpapan Selatan. Tribun Kaltim Ratusan masyarakat hingga kepolisian berbondong-bondong mendatangi rumah duka yang terletak di RT 20, kelurahan Sepinggan Raya Kecamatan Balikpapan Selatan.
Siti Haryanti warga Kelurahan Sepinggan Raya, Balikpapan meninggal duniapada Minggu (23/2/2020).

Ia meninggal karena tensi darahnya tidak stabil karena melahirkan anak keenamnya satu bulan lalu.

Saat jenazah istrinya dimandikan, sang suami dilarikan ke rumah sakit karena tensi darahnya naik. Namun nyawanya tidak bisa diselamatkan. Dia meninggal dunia di perjalanan.

Siti dan suaminya meninggalkan 6 anak yang masih kecil. Si sulung masih duduk di kelas VI SD sementara si bungsu masih berusia 1 bulan 7 hari.

Dalam satu hari, enam bocah tersebut menjadi yatim piatu. Mereka diasuh Mustafa (53) dan Wa Ode Rusdiana, kakek dan nenek dari pihak ibu.

Baca juga: Kisah Suami Meninggal Saat Jenazah Istrinya Dimandikan, Tinggalkan 6 Bocah Yatim Piatu

 

2. Mengaku tak sanggup terima uang penghargaan

Sudiro dan Sudarwanto alias Kodir saat duduk bersama Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos RI Rachmat Koesnadi sebelum penyerahan penghargaan.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Sudiro dan Sudarwanto alias Kodir saat duduk bersama Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos RI Rachmat Koesnadi sebelum penyerahan penghargaan.
Sudiro (71) dan Sudarwanto alias Kidri mendapatkan yang penghargaan sebesar Rp 10 juta karena telah menolong para siswa SMPN 1 Turi yang hanyut saat susur Sungai Sempor pada Jumat (21/2/2020).

Penghargaan tersebut diberikan Kementerian Sosial.

Namun Sudiro yang akrab dipanggil Mbah Diro dan Kodir lebih memilih menyumbangkan uang tersebut ke warga desa.

"Saya sebenarnya tidak sanggup menerima ini. Niat saya hanya menolong, karena kemanusiaan," tegas Mbah.

Mbah Diro menjelaskan, saat kejadian di Sungai Sempor, tak hanya dirinya dan Kodir yang menolong para siswa.

Namun, banyak warga yang juga ikut turun ke sungai dan menolong. Untuk itu, dirinya memilih menyumbangkan uang tersebut untuk pembangunan masjid.

"Uang ini akan saya bagikan dan saya sumbangkan untuk membangun masjid," jelasnya.

Baca juga: Saya Tak Sanggup Terima Uang Ini, Niatnya Hanya Menolong

3. Jenazah pasien suspect corona dibungkus plastik

Ilustrasi virus corona (Covid-19) ChinaShutterstock Ilustrasi virus corona (Covid-19) China
Pasien suspect corona meninggal dunia setelah dirawat di RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, Minggu (23/2/2020).

Namun, pihak rumah sakit menyebut meninggalnya pasien itu bukan karena positif virus corona, melainkan karena gangguan napas berat.

Meski demikian, perawatan jenazah tetap mempertimbangkan pencegahan virus corona yakni dengan membungkus jenazah dengan plastik.

Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Kariadi Semarang Agoes Oerip Poerwoko mengatakan, proses pemakaman pasien yang meninggal sudah sesuai prosedur pencegahan virus corona.

"Pada saat memandikan jenazah pasien, petugas memakai alat pelindung diri dari baju, masker, kacamata, topi sesuai prosedur. Area jalan ke kamar mayat juga kita bebaskan. Lalu jenazahnya diberi penutup terbungkus plastik untuk memastikan agar tak menular ke keluarganya," kata Agoes saat diwawancarai di rumah sakit, Rabu (26/2/2020).

Sebelum dirawat, pasisen baru tiba di Tanah Air setelah melakukan perjalan dari Spanyol dan transit di Dubai.

Baca juga: Jenazah Pasien Suspect Virus Corona di Semarang Dibungkus Plastik Sebelum Dimakamkan

4. Restoran Rindu Alam resmi ditutup

Bangunan rumah makan Rindu Alam, Cisarua, Puncak, Bogor, Jawa Barat, saat difoto malam hari, Kamis (30/11/2017).KOMPAS.com / Ramdhan Triyadi Bempah Bangunan rumah makan Rindu Alam, Cisarua, Puncak, Bogor, Jawa Barat, saat difoto malam hari, Kamis (30/11/2017).
Restoran Rindu Alam yang berdiri sejak 40 tahun lalu, kini resmi ditutup.

"Iya (tutup) udah dari kemarin, Kamis tanggal 20 Februari 2020," kata cucu kedua sang pendiri Restoran Rindu Alam, Adam Adjie.

Ia mengatakan penutupan dilakukan karena habis masa kontrak lahan.

Saat ini mereka masih mengurus perpanjangan izin ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar sebagai pemilik lahan.

"Memang sudah habis sih (kontrak), memang lagi diurusin lagi, cuma memang lagi pelan-pelan aja. Tutup sementara dulu, kalau memang dikasih izinnya, ya kita buka lagi," katanya.

Restoran ini dibangun sejak tahun 1979 oleh Letnan Jenderal TNI Ibrahim Adjie. Satu tahun setelah pembangunan, restoran ini mulai beroperasi di ketinggian 1.443 meter di atas permukaan laut.

Restoran Rindu Alam ini sering disebut sebagai ikon kawasan Puncak, Bogor.

Baca juga: Berdiri sejak 1980, Restoran Rindu Alam di Puncak Bogor Resmi Ditutup

5. Kasus siswa dihukum makan kotoran manusia

Foto : Suasana setelah rapat bersama antara pihak sekolah dan orangtua siswa di aula Seminari Bunda Segala Bangsa, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (25/2/2020).KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS Foto : Suasana setelah rapat bersama antara pihak sekolah dan orangtua siswa di aula Seminari Bunda Segala Bangsa, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (25/2/2020).
Sebanyak 77 siswa Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengaku mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari kakak kelasnya.

Mereka mengaku dipaksa makan kotoran manusia oleh dua siswa kelas XII yang bertugas menjaga kebersihan area asrama siswa kelas VII.

Insiden tersebut terjadi di lingkungan sekolah pada Rabu (19/2/2020).

Pimpinan Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Romo Deodatus Du'u mengatakan, insiden itu terjadi pada Rabu (19/2/2020) sekitar pukul 14.30 WITA.

"Terminologi 'makan' yang dipakai oleh beberapa media saat memberitakan peristiwa ini agaknya kurang tepat sebab yang sebenarnya terjadi adalah seorang kakak kelas menyentuhkan sendok yang ada feses pada bibir atau lidah siswa kelas VII," kata Romo Deodatus dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Selasa (25/2/2020).

Atas kejadian tersebut seminari telah meminta maaf kepada seluruh siswa dan orang tua.

Sebagai hukuman, dua kakak kelas yang melakukan tindakan tak menyenangkan tersebut dikeluarkan dari Seminari Bunda Segala Bangsa.

Sementara paraa siswa mendapatkan pendampingan pemulihan mental untuk menghindari trauma.

Baca juga: Duduk Perkara Siswa Dihukum Makan Kotoran Manusia, Dilakukan Kakak Kelas, Seminari Minta Maaf

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Riska Farasonalia | Editor: Rachmawati, Michael Hangga Wismabrata, David Oliver Purba, Pythag Kurniati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com