"Untuk itu fungsi editor baik konten maupun bahasa sangat dibutuhkan karena sangat penting. Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan setelah dibaca," ucap Muslih.
Muslih mengatakan, bagi sebagian orang mungkin saja berpandangan kata radikal dalam buku dimaksud adalah menggambarkan perlawanan terhadap penjajah Belanda saat itu.
Baca juga: Hilangkan Trauma, Korban Susur Sungai SMPN 1 Turi Mendapat Pendampingan Psikologi
Sementara bagi sebagian lainnya, kata radikal adalah tidak tepat, karena bersifat menghakimi.
"Semoga hal ini tidak menjadi semakin gaduhnya temuan buku Siswa SD/MI kelas V di Kota Tegal," ujar Muslih.
"Ke depan hendaknya berhati-hati dengan bacaan atau buku yang diedarkan secara luas di masyarakat. Apalagi buku pelajaran, tematik yang dibaca dan dipelajari di sekolah-sekolah," sambung Muslih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.