Trauma yang sama juga dialami korban bom gereja di Surabaya, Jawa Timur. Desmonda Paramatha, 20 tahun. Ia mengaku ketakutan jika bertemu dengan perempuan bercadar.
Seperti akhir Senin lalu saat menumpang kereta Surabaya-Malang, ia satu gerbong dengan perempuan bercadar. Pikirannya berkecamuk, takut kejadian bom di gereja terulang.
"Takut jika tiba-tiba meledakkan diri di depan saya," katanya.
Beberapa kali ia mengalami kejadian serupa. Ia berusaha memahami dan berdamai dengan batinnya menjauhkan prasangka buruk kepada perempuan bercadar.
Selain trauma dengan perempuan bercadar, telinga sebelah kanan kadang masih mendengung.
Baca juga: Ralat Pernyataan, Mahfud Sebut Pencabutan Kewarganegaraan Terduga Teroris Tak Perlu Pengadilan
Akibat ledakan bom, pergelangan tungkai patah dan serpihan logam menancap di leher. Kini, Desmonda memaafkan pelaku aksi bom bunuh diri.
Memberi maaf, katanya, agar pelaku tenang di alam lain.
"Biarkan mereka tenang di alam sana. Serta mendapat ganjaran yang sepadan. Mau tak mau harus memaafkan," ujarnya.
Sebelum memaafkan dengan tulus, kata Desmonda, ia senantiasa takut jika sendirian di kamar. Saat sendirian ingatannya langsung terlempar saat kejadian ledakan bom.
Baca juga: Benda Diduga Bom di Brebes Diledakkan Tim Gegana, Material Diperiksa
Sendirian dan tak ada yang membantu. "Puji Tuhan setelah memaafkan tak ada lagi ketakutan," ujarnya.
Bahkan, banyak temannya yang tak percaya jika ia cepat memaafkan pelaku aksi bom bunuh diri. Ia mengaku tak takut saat bertemu dengan bekas narapidana terorisme.
"Tak takut, saya percaya pelaku juga korban. Korban atas pengetahuan yang salah," ujarnya.
Pertemuan itu bisa saling menguatkan antar korban bom dan saling memaafkan.
Desmonda bertemu dengan Choirul Ihwan setahun lalu. Kini, ia sering berkomunikasi antar korban maupun dengan bekas narapidana terorisme.