KOMPAS.com- Seorang oknum polisi di Polsek Rupat, Polres Bengkalis berinisial RR dibekuk oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), Senin (17/2/2020).
Oknum polisi tersebut ditangkap karena menjadi kurir narkoba yang diselundupkan dari Malaysia.
Dari tangan tersangka, BNN menyita barang bukti 10 kilogram sabu-sabu dan 60.000 pil ekstasi.
Sementara di Jambi, seorang sipir Lapas Kuala Tungkal justru mendalangi penyelundupan narkoba.
R ditangkap dengan barang bukti 150 pil ekstasi dan setengah kilogram sabu-sabu pada Selasa (18/2/2020).
Keduanya tergabung dalam jaringan internasional penyelundupan narkotika dan melakukan aksi penyelundupan berkali-kali.
Mengapa aksi penyelundupan justru dilakukan oleh orang yang seharusnya berada di garis depan pemberantasan narkoba?
Baca juga: Polisi: Aulia Farhan Konsumsi Narkoba karena Ikut-ikutan Teman
Guru besar Kriminolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Muhammad Mustofa mengatakan, penyelundupan narkoba sebenarnya merupakan gejala lama.
Narkoba, kata dia, bukan hanya semata-mata kejahatan terorganisasi secara internasional.
"Ia juga bisa merupakan kebijakan tersembunyi suatu negara untuk merusak generasi muda Indonesia," katanya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/2/2020).
Harga narkoba yang mahal, lanjut Mustofa, mamapu mempengaruhi orang-orang.
Termasuk oknum-oknum yang seharusnya memiliki wewenang untuk memberantas.
"Harganya yang mahal bisa mempengaruhi integritas petugas yang berhubungan langsung dengan bahan-bahan tersebut," katanya.
Mengacu dari dua kasus di atas, mereka mendapatkan iming-iming yang menggiurkan.
Oknum polisi berinisial RR diupah Rp 150 juta untuk menyelundupkan serta mengedarkan barang haram itu di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai.