KOMPAS.com - SHF (18) siswa SMA di Pasaman, Suamtera Barat menjadi tersangka pembuangan bayi hasil hubungan sedarah dengan adik kandungnya IK (13) yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Mereka melakukan hubungan badan dua kali yakni pada Juli 2019 dan Agustus 2019 saat sang ibu pergi ke sawah dan dua adiknya ke sekolah
Selama ini SHF dan tiga adiknya tinggal bersama ibunya yang telah bercerai.
Selain kasus tersebut, pada Agustus 2019 lalu publik digemparkan dengan kasus pernikahan sedarah antara AA (38) dan adik kandungnya BI (30) di Luwu, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Dicurigai Ibu, Siswi SMA Pembuang Bayi Hasil Hubungan Sedarah Mengaku Sakit Gigi
Dari cinta terlarang kakak dan adik tersebut lahir dua anak yang masing-masing telah berusia 2,5 tahun dan 1,5 tahun.
Mellia Christia, psikolog dan staf pengajar bidang studi Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia saat dihubungi Kompas.com Rabu (17/7/2019) mengatakan inses atau hubungan seksual sedarah terjadi dalam keluarga yang menganut patriarki tradisional.
Salah satunya adalah adanya peran dominan sosok ayah sebagai kepala keluarga.
“Inses banyak dilakukan oleh ayah pada anak perempuannya dan biasanya adalah anak perempuan pertama. Mengapa anak perempuan pertama? Karena dia akan mengambil peran sebagai ibu jika ibu kandungnya disabilitas, seperti sakit atau tidak ada di rumah karena bekerja, sehingga kurang perhatian, maka anak perempuan ini yang mengambil peran,” kata Mellia.
Baca juga: Cerita Siswi SMA Pembuang Bayi Hasil Hubungan Sedarah, Ayah-Ibu Cerai dan Tak Tahu Akan Hamil
Ia juga menjelaskan pemahaman keluarga tentang peran jender juga memicu terjadinya inses. Mella mencontohkan inses banyak terjadi pada keluarga yang secara ekonomi dan pendikan rendah.
“Jadi ada ketidakberdayaan dan dominasi di sini. Ibunya penurut karena merasa tergantung secara ekonomi. Dan biasanya perilaku inses ini terjadi lama karena dianggap ini adalah urusan pribadi. Jadi ada yang dominan dan yang tidak berdaya, ya anak-anak dan perempuan jadi korban serta ada juga unsur pembiaran,” katanya.
Perilaku sehari-hari di sebuah keluarga juga memicu inses, seperti melihat anggota keluarganya yang telanjang, mandi dan tidur bersama, serta tidak ada pemahaman mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Baca juga: Siswi SMA yang Buang Bayi Hasil Hubungan Sedarah dengan Adiknya Terancam 15 Tahun Penjara
Mellia juga mengatakan hubungan seksual dianggap sebagai ungkapan kasih sayang sehingga hal tersebut dianggap boleh dilakukan orangtua pada anak atau saudara sekandung.
Ia berharap masyarakat berperan aktif agar kasus inses bisa segera ditangani, seperti segera melaporkan ke pihak desa atau polisi.
Selain itu, dia menegaskan harus ada pendampingan khusus untuk korban karena inses biasanya terjadi dalam waktu yang lama sehingga meninggalkan trauma serta berpengaruh buruk pada perkembangan anak.
“Apalagi beberapa kasus sampai ada yang hamil dan melahirkan. Jadi bukan hanya pelakunya yang ditangkap, tapi juga korban harus mendapatkan pendampingan,” katanya.
Baca juga: Siswi SMA Ditangkap karena Buang Bayi Hasil Hubungan Sedarah dengan Adiknya