Kesha menyebut bioplastik yang mereka hasilkan dapat terurai sebesar 34,56 persen selama tiga hari waktu penimbunan di dalam tanah, sedangkan produk kompetitor hanya sebesar 18 persen, sementara plastik biasa tidak dapat terurai sama sekali.
“Proses produksinya dilakukan dengan merendam kulit singkong ke dalam larutan garam CR (Cyano Reduction) untuk menghilangkan sianida yang terdapat pada kulit singkong, kemudian proses berikutnya adalah mengeringkan sekaligus menghaluskan kulit singkong tersebut hingga bentuknya berubah menjadi tepung,” jelas Sultan.
Tepung kulit singkong kemudian dicampurkan dengan asam laktat untuk meningkatkan ketahanan terhadap panas, setelah itu campuran tersebut dicuci dengan aseton untuk memperoleh butiran bioplastik.
Selanjutnya, butiran dicampurkan dengan polivinil alkohol (PVA) dan bahan penambah lainnya untuk memproduksi bioplastik yang memiliki nilai kuat tarik yang tinggi.
Tim CASPEEA menjadi salah satu kontingen yang mewakili Indonesia dalam kompetisi yang diikuti oleh 500 peserta dari 23 negara.
“Kami akan menguji produk, CASPEEA juga memiliki potensi menjadi pupuk karena bahan dasarnya mengandung mikromolekul yang dapat dijadikan pupuk kompos,” ujar Sultan.
“Sebagai insan yang ditempa dengan konsep creative minority di UKSW, kami berharap mereka dapat menjawab berbagai permasalahan serta tantangan yang ada di masyarakat. Sehingga mampu memberikan manfaat bagi sekitar,” kata Dekan FSM UKSW, Adi Setiawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.