Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Garil Anak Korban Bom Bali I Bertemu Ali Imron Pelaku Pengeboman

Kompas.com - 18/02/2020, 05:35 WIB
Rachmawati

Editor

 

Tidak bisa ditebus oleh apapun

"Kalau sampeyan (kamu) cerita, sampeyan tersiksa tapi saya lebih tersiksa, kesalahan yang saya lakukan itu tidak bisa ditebus oleh apa pun. Saya sadar, dan saya yakin sampai sekarang. Ditebus apa pun tidak akan terbayar. Yang bisa saya lakukan hingga sekarang, setiap kesempatan, saya sampaikan permohonan maaf saya kepada korban, keluarga korban dan semuanya," kata Ali.

"Meskipun permohonan maaf saya kurang berharga atau saya tidak pernah dimaafkan, tapi saya bersyukur menjadi salah satu yang terlibat, saya mengaku bersalah dan saya mohon maaf," lanjut Ali.

Dua kakak Ali Imron, Amrozi serta Ali Gufron alias Mukhlas serta Imam Samudra dieksekusi pada November 2008.

Ketiganya tidak menyampaikan dan menunjukkan penyesalan sampai dihukum mati.

Ali sendiri mengatakan sejak ia "diperlihatkan foto-foto korban pengeboman" dan meminta maaf kepada para korban, ia "dicap pengkhianat" dan "dihalalkan" darahnya oleh anggota kelompoknya saat itu.

Baca juga: Curahan Hati Korban Bom Bali I, 15 Tahun Menunggu Harapan...

Meninggal dalam keadaan terzalimi

Saya sedih ada pembunuh yang bilang dia Islam, kata Garil kepada Ali Imron. dok BBC Indonesia Saya sedih ada pembunuh yang bilang dia Islam, kata Garil kepada Ali Imron.
Dalam pertemuan dengan Garil dan ibunya, Ali berulang kali menyatakan permohonan maafnya.

Matanya beberapa kali berkaca-kaca dan kepalanya banyak tertunduk.

"Saya hanya bisa berdoa, almarhum diberi nikmat Allah di alam barzah, saya yakin, karena almarhum meninggal dalam keadaan terzalimi karena perbuatan kami ... dalam hadis dikatakan barang siapa yang meninggal karena kezaliman maka mati syahid. Itu pun saya berdoa kepada korban yang lain saya berdoa secara umum."

Ibu Garil, Endang Isnanik yang lebih banyak mendengarkan dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu mengatakan tidak mengetahui anak sulungnya memendam perasaan yang begitu dalam.

Baca juga: Kisah Pilu Ni Luh Erniati, Kehilangan Suami Saat Bom Bali I

"Setelah 17 tahun ini, saya tak tahu apa yang anak-anak rasakan, mereka sudah terbiasa melihat mamanya sakit, sudah terbiasa melihat mama tak bisa bangun," kata Endang, beberapa kali menyeka air matanya.

"Saya merasakan ketulusan dia"

Pertemuan di Polda Metro Jaya, Jakarta ini berakhir mengharukan.

"Saya mohon maaf, saya hanya bisa mohon maaf, saya tak bisa apa-apa," kata Ali Imron kepada Garil dan ibunya.

"Terima kasih banyak, sampaikan juga ke adik-adik. Saya tak bisa apa-apa lagi. Saya merasa bersyukur karena saya diberi kesempatan oleh Allah untuk menyesal," tambahnya merangkul Garil. Mata Ali Imron berkaca-kaca.

Baca juga: Eks Napi Teroris: Bom Bali I Membuka Misteri Rentetan Bom di Indonesia

Garil sendiri menyatakan "lega sudah bertemu dan menyampaikan unek-unek saya selama 17 tahun".

"Saya curahkan semua, yang penting sih dia sudah mengakui kesalahannya dan tobat yang benar-benar tobat hubungan dia dengan Allah. Saya merasakan ketulusan dia. Dia sudah minta maaf," tutup Garil.

Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penangggulangan Terorisme (BNPT) melakukan pertemuan antara mantan narapidana terorisme dan para korban pengeboman, sebagai salah satu langkah dalam program deradikalisasi.

Pertemuan semacam ini ditujukan untuk melunakkan hati dan pikiran para mantan napi teroris dan mencegah serangan kekerasan di kemudian hari.

Ali Imron termasuk yang ikut terlibat aktif dalam program deradikalisasi ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com