Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Ridwan Saidi, Sebut Tak Ada Kerajaan di Ciamis hingga Sriwijaya Kerajaan Fiktif

Kompas.com - 15/02/2020, 13:03 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Ridwan Saidi budayawan Betawi menyampaikan pernyataan bahwa tidak ada kerajaan di Ciamis. Pernyataan itu disampaikan Ridwan di kanal Youtube Macan Idealis yang tayang pada Rabu (12/2/2020).

"Mohon maaf ya dengan saudara-saudara di Ciamis. Di Ciamis itu enggak ada kerajaan," kata Ridwan Saidi pada tayangan video tersebut.

Selain itu ia menyebut arti 'Galuh' di Kabupaten Ciamis berarti brutal. Padahal menurut Dedi Mulyadi budayawan Jawa Barat, galuh atau galeuh artinya hati.

Baca juga: Bakal Dilaporkan ke Polisi oleh Warga Ciamis, Begini Jawaban Ridwan Saidi

Galuh memiliki nilai spiritual yang bersifat petunjuk akan turun kepada orang-orang yang memiliki kebersihan hati.

Dedi yang pernah menjabat sebagai Bupati Purwakarta mengatakan pernah menggulirkan gagasan pemikiran tentang Dangiang Galuh Pakuan.

"Dangiang artinya wibawa, Galuh artinya hati, Galeuh hati. Pakuan adalah konsistensi," kata Dedi.

Selain menyebut tak ada kerajaan di Ciamis, Ridwan Saidi pernah mengeluarkan pernyataan kontrovesial lainnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Bantah Ridwan Saidi, Sebut Kerajaan Galuh Tidak Fiktif dan Ada Buktinya

Berikut pernyataan Ridwan Saidi yang dihimpun Kompas.com:

1. Sebut Kerajaan Sriwijaya fiktif

Perhiasan emas berupa cincin dan anting-anting di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.DOK.KOMPAKS Perhiasan emas berupa cincin dan anting-anting di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Pada Agustus 2019 lalu, Ridwan Saidi secara tegas menyebut jika Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan fiktif.

Pernyataan tersebut dikatakan Ridwan Saidi di sebuah kanal Youtube Macan Idealis yang diunggah pada Jumat (23/8/2019).

Bahkan, Ridwan Saidi mengklaim telah 30 tahun mempelajari bahasa kuno guna menelisik jejak-jejak keberadaan Kerajaan Sriwijaya.

Hasil penelusuran itu membawanya pada satu hipotesis bahwa kerajaan tersebut fiktif belaka.

Baca juga: Ridwan Saidi Sebut Sriwijaya Kerajaan Fiktif, Budayawan Sumsel Bikin Video Tandingan

“Saya sudah 30 tahun mempelajari bahasa-bahasa kuno. Banyak kesalahan mereka (arkeolog), prasasti di Jawa dan Sumatera adalah bahasa Melayu, tapi sebenarnya bahasa Armenia," ujar Ridwan ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (28/8/2019).

Sejarawan Sumatera Selatan Vebry Al Lintani angkat bicara menanggapi pernyataan Saidi.

Menurut Vebry, berdirinya kerajaan Sriwijaya bisa dilihat dari prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo dan Telaga Batu.

Seluruh prasasti itu telah ada sejak abad ke-7 Masehi.

Baca juga: Ridwan Saidi Sebut Kerajaan Ciamis Fiktif, Galuh Artinya Brutal, Budayawan Ciamis Ancam Lapor Polisi

"Ada juga catatan sejarah peninggalan I-Tsing atau Yi Jing, soerang biksu dari Tiongkok dalam bukunya Nanhai menyebutkan pernah singgah ke Kerajaan Sriwijaya. Artinya jelas ada, dan besar (kerajaan Sriwijaya)," ucapnya

Vebry mengatakan, dirinya mempertanyakan maksud dan tujuan Saidi menyampaikan pendapat tersebut karena endapat tersebut tanpa didukung dengan fakta sejarah.

"Kita tidak tahu apa maksud dan tujuannya mengatakan demikian. Menurut saya itu pendapat pribadi,"kata Vebry.

Vebry juga menjelaskan sudah banyak bukti dan fakta sejarah tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya.

Baca juga: Arkeolog Sumsel: 4 Tahun Lalu, Ridwan Saidi Juga Bikin Onar soal Sriwijaya

Puluhan  aktivis PMII Demak saat berunjuk rasa di depan Masjid Agung Demak, meminta Ridwan Saidi Minta Maaf terkait pernyataannya Raden Fatah dan Sultan Trenggono merupakan orang Yahidi, Rabu (4/9/2019) soreKOMPAS.COM/ARI WIDODO Puluhan aktivis PMII Demak saat berunjuk rasa di depan Masjid Agung Demak, meminta Ridwan Saidi Minta Maaf terkait pernyataannya Raden Fatah dan Sultan Trenggono merupakan orang Yahidi, Rabu (4/9/2019) sore
2. Sebut Raden Fatah dan Sultan Trenggono orang Yahudi

Rabu, 5 September 2019 sore puluhan mahasiswa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Demak dan segenap elemen masyarakat peduli budaya Demak yang menggelar aksi di depan Masjid Agung Demak.

Mereka memprotes pernyataan budayawan Ridwan Saidi yang mengatakan Raden Fatah dan Sultan Trenggono adalah orang Yahudi.

Selain itu Ridwan Said menuding Raden Fatah tidak berhak mendapat gelar raden karena Yahudi.

Subro (20), koordinator lapangan mengatakan pernyataan Ridwan Saidi melukai masyarakat Demak.

Aksi yang diikuti oleh beberapa remaja bersarung yang menggelar spanduk sempat mengundang perhatian para peziarah yang memadati Masjid Agung Demak.

Baca juga: Raden Fatah Disebut Yahudi, Warga Demak Demo Tuntut Ridwan Saidi Minta Maaf

3. Sebut tak ada kerajaan di Ciamis

Bupati Ciamis, Herdiat Sunarya di sela aksi massa yang memprotes pernyataan budayawan Ridwan Saidi yang mengartikan Galuh sebagai brutal, di Alun-alun Ciamis, Jumat (14/2/2020).KOMPAS.COM/CANDRA NUGRAHA Bupati Ciamis, Herdiat Sunarya di sela aksi massa yang memprotes pernyataan budayawan Ridwan Saidi yang mengartikan Galuh sebagai brutal, di Alun-alun Ciamis, Jumat (14/2/2020).
Di kanal Youtube Macan Idealis yang diunggah pada Rabu (12/2/2020), budayawan Betawi, Ridwan Saidi menyebutkan bahwa dahulu kala tidak ada Kerajaan Galuh di Ciamis.

"Mohon maaf ya dengan saudara-saudara di Ciamis. Di Ciamis itu enggak ada kerajaan," kata Ridwan Saidi pada tayangan video tersebut.

Menurut Saidi, petunjuk adanya kerajaaan bisa dilihat dari indikator ekonomi dan dia mempertanyakan apakah ada penghasilan dari daerah Ciamis.

"Ciamis penghasilannya apa? Pelabuhan di selatan kan bukan pelabuhan niaga. Sama dengan pelabuhan di Teluk Bayur. Bukan pelabuhan niaga. Hanya pelabuhan penumpang. Di Ciamis juga sama, lalu dagang apa?" kata Saidi.

Baca juga: Ridwan Saidi Sebut Tak Ada Kerajaan Galuh, Budayawan Ciamis Protes

Untuk membiayai sebuah kerajaan, lanjut Saidi, harus ada indikator ekonomi tersebut.

Saidi juga menyampaikan, penamaan kata Galuh agak keliru. Kata dia, karena Galuh berarti brutal.

"Sunda Galuh saya kira agak keliru penamaannya," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Kamis (13/2/2020) sejumlah budayawan di Ciamis mengadakan pertemuan di Universitas Galuh.

"Tadi yang kumpul ada 200 orang dari berbagai elemen, kabuyutan dari Kuningan, Tasik, Banjar, Cilacap juga ada," ujar Ketua Dewan Kebudayaan Ciamis, Yat Rospia Brata di Ciamis.

Baca juga: Dikritik Keras Budayawan Ciamis, Ridwan Saidi Minta Maaf

Yat mengaku tak menerima pernyataan Saidi yang menyebutkan bahwa di Ciamis tidak ada kerajaan karena indikator ekonomi.

"Dari mana punya argumentasi bahwa Ciamis indikator ekonomi enggak bagus hingga akhirnya tak ada kerajaan. Kerajaan di sini banyak," tegas Yat.

Yat menjelaskan, daerah itu memiliki dermaga di Karangkamulyan. Dermaga itu tempat keluar masuknya barang dagang dari Cilacap.

"Kopi, lada dan sebagainya. Dia (Saidi) enggak tahu," ujar Yat.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Candra Nugraha, Aji YK Putra, Ari Widodo | Editor: Aprillia Ika, Farid Assifa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com