Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan "Save Babi" di Medan, Tolak Pemusnahan dan "Restocking" Area Akibat Wabah Hog Cholera dan ASF

Kompas.com - 11/02/2020, 07:44 WIB
Dewantoro,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Gerakan "Save Babi" berunjuk rasa secara damai di DPRD Sumur untuk menolak pemusnahan babi, setelah di Sumut terindikasi wabah virus demam babi afrika (african Swine Fever/ASF) dan kolera babi (hog cholera) yang membuat ribuan babi di Sumut mati mendadak. 

Massa gerakan "Save Babi" ini berkumpul pada Senin (10/2/2020) mulai pukul 10.00 WIB di Jalan Imam Bonjol Medan.

Mereka rata-rata mengenakan baju putih dan ulos. Pada pukul 11.00 mereka tiba di DPRD Sumut. 

Ketua Aksi, Boasa Simanjuntak, mulai berorasi pukul 11.00 WIB. 

Baca juga: Muncul Gerakan Save Babi, Pemprov Sumut: Ternak Babi Tak Akan Dimusnahkan Walau Ada Virus ASF

"Kita berkumpul untuk satu kedaulatan. Kita berkumpul untuk menolak tegas pembunuhan masa depan bangsa Batak," katanya dengan pengeras suara, Senin (10/2/2020). 

Dalam orasinya, Boasa menuntut Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menyelesaikan permasalahan virus yang menyerang babi di Sumut.

Ia juga menuntut pemerintah Indonesia yang memutuskan kasus babi sebagai bencana. Menurutnya, kalau sudah ditetapkan bencana, artinya ada penanggulangan kerugian.

Baca juga: 46.236 Ekor Babi di Sumut Mati Terjangkit Hog Cholera

 

Babi tidak bisa dipisahkan dari budaya batak

"Kita menolak pemusnahan babi di Sumut karena babi bagi suku Batak, khususnya yang nonmuslim, adalah hewan yang tak bisa digantikan hewan lain," katanya.

Dari lahir sampai mati, kata dia, babi memiliki hubungan dengan adat budaya Batak. Hal tersebut menurutnya yang harus dipahami.

"Kalau saya boleh mengatakan, babi adalah binatang paling bersih di dunia. Harus mandi 3 kali satu hari. Kalau tidak, babinya akan ribut. Sedangkan manusia, tidak mandi tiga hari, sanggup tidur di tempat tidur," katanya.

Baca juga: Geruduk Kantor DPRD Sumut, Ratusan Warga Tolak Pemusnahan Babi

Babi, kata dia, adalah masa depan suku Batak karena dari babi, banyak yang menjadi jenderal. Dari babi banyak yang menjadi profesor. Dan tidak tertutup kemungkinan, kata dia, dari babi juga mendanai saat kampanye para caleg.

"Kami juga menolak restocking area. Babi harus dipelihara oleh semua orang yang bisa memelihara babi," katanya.

Baca juga: Dampak Virus Demam Babi Afrika, Peternak di Bali Terancam Kolaps

 

Bantah isu pemusnahan babi

Ketua Komisi B DPRD Sumut Victor Silaen mengatakan bahwa wacana pemusnahan babi di Sumatera Utara yang beredar di tengah-tengah masyarakat tidak benar adanya.

Namun demikian, langkah yang diambil adalah untuk mencegah peredaran wabah virus Hog Cholera dan ASF.

"Sebetulnya bukan pemusnahan. Tapi yang sudah terkena harus dimatikan supaya jangan menular. Beda dimusnahkan beda dimatikan untuk mencegah pemusnahan," katanya.

Victor menegaskan bahwa saat ini memang ada tengah dilakukan peningkatan pengamanan lalu lintas babi di Sumatera Utara.

Baca juga: Pemprov Bali Kampanyekan Daging Babi Bebas dari Virus Babi Afrika

Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Hog Cholera dan ASF ke wilayah lain.

"Jadi security areanya harus benar benar dijaga. Karena virus ini sangat cepat menular," jelasnya.

Terkait dengan isolasi daging babi yang saat ini diterapkan, Victor menerangkan bahwa langkah isolasi tersebut diambil untuk menjaga agar virus tersebut tidak menyebar ke daerah lain.

Sebagai langkah awal, Victor meminta masyarakat untuk melakukan swakelola secara mandiri terlebih dahulu.

"Artinya biarlah babi yang ada di Kabupaten tersebut biarlah dikabupaten tersebut saja terlebih dahulu. Jangan ketempat lain," terangnya.

Baca juga: Uji Lab Ungkap Ratusan Babi di Bali Mati akibat Virus Demam Babi Afrika

 

Nias sebagai restocking area

Beberapa waktu lalu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara, Azhar Harahap mengatakan pemerintah memilih Nias sebagai tempat restocking atau pembibitan babi untuk daerah-daerah yang saat ini terkena virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika.

Restocking itu akan dilakukan setelah daerah-daerah yang terjangkit dinyatakan bebas dari ASF.

Alasan pemilihan Nias karena, daerahnya terpisah dari daerah yang sampai saat ini tercatat terjadi kematian babi karena ASF.

Baca juga: Mantan Bupati Nias Selatan Dilempari Kotoran Babi, Polisi: Belum Ada Laporan yang Masuk

Kedua, populasi babi di daerah itu juga banyak.

"Di Nias Selatan saja ada 275.000 ekor," ujar Azhar saat konferensi pers di kantornya, Jumat (17/1/2020). 

Alasan ketiga, kondisi iklim di Pulau Nias relatif sama dengan daerah yang terkena wabah ASF.

Ada lima titik restcoking di Pulau Nias, yakni di Kota Gunung Sitoli, Nias Utara, Nias Barat, Nias Selatan, dan Nias.

Azhar mengatakan, restocking bibit babi tidak bisa dilakukan sekarang karena akan sia-sia jika nantinya mati.

Baca juga: Dilempar Kotoran Babi, Mantan Bupati Nias Selatan: Saya Tak Menduga Akan Mengalami Kejadian Seperti Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com